BPIW Gelar Seminar Nasional ICP-Concept Design Di 10 Kota Strategis
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PU menggelar Seminar Nasional Integrated
City Planning (ICP) for Selected Areas in 10 Strategic Cities di Hotel Gran Mahakam, Jakarta
Selatan, pada Jumat, 29 Agustus 2025. Acara ini dibuka oleh Kepala BPIW, Bob Arthur Lombogia, dan
dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari pusat hingga daerah.
Sepuluh kawasan strategis yang menjadi fokus pengembangan dalam program ICP ini meliputi Kota
Bukittinggi, Kabupaten Belitung, Kabupaten Mempawah, Kota Samarinda, Kabupaten Banyumas
(Purwokerto), Kabupaten Morowali, Kabupaten Konawe, Kota Gorontalo, Kabupaten Halmahera Tengah
(Weda), dan Kota Sorong.
Dalam sambutannya, Bob Arthur menegaskan bahwa pelaksanaan seminar ini sangat relevan dengan
momentum awal pembangunan perkotaan pada tahun pertama pemerintahan baru. Hal ini juga sejalan
dengan pelaksanaan Asta Cita dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029,
serta penyusunan RPJMD oleh kepala daerah terpilih.
“Kita sekarang sudah memiliki program baru yang dituangkan dalam Renstra, yaitu program pembangunan
perkotaan berkelanjutan,” ujar Bob. Ia menekankan bahwa keberhasilan pembangunan perkotaan harus
dijalankan melalui sinergi pusat dan daerah, agar sejalan dengan arah pembangunan nasional.
Bob juga memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kota masa depan, termasuk
tren urbanisasi yang diprediksi akan meningkat signifikan pada 2045. Oleh karena itu, diperlukan
intervensi kebijakan secara nasional untuk mengantisipasi lonjakan tersebut, serta pencapaian
target-target global seperti Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, New Urban Agenda, dan Paris
Agreement terkait perubahan iklim, The Sendai Framework (urban resilience for disaster).
Untuk mendukung transformasi perkotaan, Bob menjelaskan pentingnya penyediaan infrastruktur
terintegrasi yang berbasis pada potensi lokal. Hal ini harus didukung oleh komitmen bersama dalam
mendorong delapan indikator transformasi kota dan empat pilar pengembangan wilayah.
“Empat pilar dasar pertumbuhan itu mencakup infrastruktur lintas bidang, capital atau modal yang
mencakup tidak hanya pembiayaan tetapi juga tenaga kerja, institusi yang mempermudah regulasi dan
investasi, serta partisipasi masyarakat yang bukan hanya sebagai objek, tapi subjek pembangunan
secara inklusif,” terang Bob.
Delapan indikator transformasi kota yang dijabarkan mencakup: peningkatan Key Performance Indicator
(KPI) kota, infrastruktur yang terintegrasi, pelayanan publik yang efisien dan efektif, sumber daya
manusia yang adaptif (capacity building), perubahan perilaku dan partisipasi masyarakat, penguatan
sektor unggulan dan Location Quotient (LQ), daya dukung lingkungan, serta pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan kota berkelanjutan, terdapat enam aspek daya dukung utama yang
harus diperhatikan, yaitu: infrastruktur (transportasi, air, sanitasi, pengolahan air limbah,
drainase, dan pengendalian banjir), daya dukung sosial, budaya dan identitas kota, lingkungan,
ekonomi, serta kelembagaan. Seluruh aspek ini akan dituangkan ke dalam basic design pembangunan
wilayah.
Menurut Bob, kunci utama dari semua langkah transformasi ini adalah komitmen kuat dari pemerintah
pusat dan daerah. "Inilah mengapa pemerintah daerah diundang, agar benar-benar terlibat. Komitmen
ini bukan sekadar pernyataan, tetapi harus diwujudkan dalam program nyata yang mampu mendorong
daerah untuk bertransformasi," tegasnya.
Hadir dalam seminar ini, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PU Nasional, Zevi Azzaino; Kepala
Pusat Pengembangan Infrastruktur PU Wilayah I, Benny Hermawan; dan pejabat administrator lingkungan
BPIW, perwakilan Direktur Tata Ruang, perwakilan Bappenas, serta wakil Wali Kota dan Kepala
Bappeda/Bapelitbangda dari 10 kawasan terpilih. (Fir/Tiara)