
Memuat halaman...
Memuat halaman...
41 Artikel
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejak dulu dikenal sebagai daerah pertambangan timah, bahkan sampai saat ini menjadi pemasok timah kedua terbesar di dunia. Sektor pertambangan dan pengolahan timah masih menjadi sektor dominan penyumbang PDRB Kepulauan Bangka Belitung yang mencapai 13% dari keseluruhan PDRB. Logam ikutan dari timah seperti Thorium, Zircon & Xenotime yang mempunyai nilai ekonomi jauh lebih tinggi dari timah belum diolah lebih lanjut.
Selain sektor pertambangan, kegiatan perekonomian masyarakat dominan pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Komoditas kelapa sawit menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap perekonomian provinsi ini dengan produksi sebesar 161.587 ton (2021) atau senilai Rp4,7 triliun (PDRB ADHK). Adanya aktivitas pertambangan timah yang telah berlangsung puluhan tahun dan kegiatan kelapa sawit telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan yang cukup serius sehingga menjadi salah satu isu yang perlu ditangani. Indeks kualitas tutupan lahan (IKTL) Provinsi Bangka Belitung termasuk dalam kategori kurang (25<IKTL<50) dengan nilai 39,64 (Tahun 2020).
Untuk mengurangi laju kerusakan lingkungan, Pemerintah Daerah melakukan transisi ekonomi menuju sektor ramah lingkungan. Salah satu potensi ekonomi yang dikembangkan adalah pariwisata. Secara geografis, Kepulauan Bangka Belitung memiliki lokasi yang strategis karena relatif dekat dengan DKI Jakarta sebagai pintu masuk utama Indonesia, sekaligus sumber pasar wisatawan terbesar. Selain itu, potensi kepariwisataan Kepulauan Bangka Belitung yang besar, baik daya tarik wisata alam, budaya, maupun sejarah, menjadikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai destinasi unggulan nasional, setelah Bali dan Lombok.
Dalam konteks kepariwisataan regional dan nasional, potensi bahari dan geowisata Kepulauan Bangka Belitung merupakan daya tarik yang dapat dikembangkan untuk menjadikan provinsi ini sebagai destinasi pariwisata unggulan nasional. Terdapat 423 Daerah Tujuan Wisata (DTW) di seluruh Kepulauan Bangka Belitung, 24 diantara DTW tersebut adalah geosite warisan geologi dunia yang sudah diakui sebagai Unesco Global Geopark. Selain itu, terdapat ikon wisata Batu Laskar Pelangi.
Berbagai potensi alam dan kekhasan budaya tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata yang mampu mendatangkan kunjungan wisatawan. Selain populer dengan bongkahan granit, perairan di Kepulauan Bangka Belitung pun kaya akan biodiversitas laut sehingga daerah ini menjadi salah satu tujuan wisata diving, khususnya di Pulau Belitung yang wilayah perairannya relatif jernih. Atraksi diving pun diperkaya dengan beberapa titik kapal karam.
Lebih lanjut, kehidupan sosial budaya masyarakat serta sejarah yang melatarbelakangi akulturasi di daerah ini juga menjadi keunikan Kepulauan Bangka Belitung. Terdapat berbagai upacara adat yang diselenggarakan pada waktu tertentu, seperti Perang Ketupat, Buang Jong (Gambar Diatas), dan Maras Taun. Sebagai wilayah yang pernah ditempati Belanda untuk tujuan penambangan timah, tersebar bangunan lama bekas hunian Belanda, seperti di Kabupaten Belitung yang memiliki Gedung Nasional dengan gaya arsitektural art deco.
Bangunan tersebut kini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu daya tarik wisata budaya (heritage). Berbagai daya tarik wisata ini saling melengkapi dan menciptakan variasi/keragaman destinasi pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sehingga diharapkan wisatawan akan lebih lama tinggal serta membelanjakan uangnya di destinasi tersebut. Dengan karakter wilayah yang multikultural ini, diharapkan juga daerah dapat meningkatkan daya saing pariwisata provinsi untuk skala nasional atau bahkan dunia.
Jumlah kunjungan wisatawan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus meningkat dengan pertumbuhan di atas rata-rata nasional. Tahun 2018 merupakan puncak pengunjung terbanyak dengan jumlah wisatawan mencapai 467.390 orang. Wisatawan nusantara sebanyak 452.889 dan wisatawan mancanegara 14.511 orang. Sebagian besar wisatawan (±70%) mengunjungi destinasi wisata di Kabupaten Belitung. Namun jumlah kunjungan wisatawan sempat mengalami penurunan tahun 2019-2020 ketika adanya pandemi COVID 19, namun mulai tahun 2021 mengalami peningkatan.
Kendati sektor pariwisata sudah cukup maju, namun kontribusinya terhadap PDRB provinsi baru mencapai Rp1,4 triliun. Untuk itu dalam lima tahun mendatang, peningkatan nilai tambah pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan difokuskan pada penambahan lama tinggal dan pengeluaran wisatawan sebagai hasil dari peningkatan dan pengembangan aksesibilitas, atraksi dan amenitas. Pengembangan amenitas dan atraksi wisata juga melibatkan industri dan partisipasi masyarakat. Pelaksanaannya mencakup kerja sama pembiayaan, perbaikan pengelolaan destinasi, penerapan standar layanan, penguatan rantai pasok industri pariwisata, penataan kota sebagai service hub pariwisata, penataan kawasan perdesaan untuk mendukung pariwisata, serta pengembangan desa wisata.
Jenis pariwisata yang akan ditingkatkan diversifikasi mencakup: (1) wisata alam (ekowisata, wisata bahari, wisata petualangan); (2) wisata budaya (heritage tourism, wisata sejarah, wisata kuliner, wisata kota yang difokuskan pada Cultural Heritage Regeneration, dan wisata desa); (3) wisata buatan (meeting-incentive-convention exhibition/MICE, yacht and cruise, wisata kebugaran/wellness tourism, wisata kesehatan/medical tourism, dan wisata olah raga). Pengembangan ketiga jenis pariwisata tersebut juga membuka kesempatan bagi wisatawan untuk terlibat dalam kegiatan pengembangan pengetahuan, pendidikan dan kesukarelawanan yang terintegrasi dengan kegiatan wisata.
Aksesibilitas ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didukung dengan transportasi udara dan laut yaitu bandara dan pelabuhan utama yang berada di masing-masing pulau. Utamanya transportasi udara sangat efektif digunakan untuk angkutan jarak jauh. Hal ini dikarenakan jangakuan kecepatan dan daya jangkauannya yang cukup fleksibel dan hampir di setiap wilayah/daerah yang memiliki sarana bandar udara, maka dapat disinggahi (Setijowarno dan Frazila, 2001). Di Pulau Bangka terdapat Bandara Depati Amir yang berada di Kabupaten Bangka Tengah bersebelahan langsung dengan Kota Pangkalpinang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Sedangkan di Pulau Belitung terapat Bandar Udara Internasional H.A.S. Hanandjoeddin yang berada di Kecamatan Tanjung Pandan yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
Adapun aksesibilitas di dalam pulau menggunakan sistem jaringan jalan, terdapat 38 ruas jalan kewenangan nasional sepanjang 598,65 km di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ruas jalan ini menghubungkan pusat-pusat kegiatan nasional dan pusat kegiatan wilayah. Keberadaan ruas jalan ini sangat membantu untuk menciptakan konektivitas antar pusat kegiatan dan antarmoda angkutan. Jaringan jalan yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat bagus, terutama jalan yang menghubungkan antar ibu kota kabupaten. Total kemantapan jalan secara umum mantap dengan tingkat kemantapan sebesar 99%.
Selain aksesibilitas menuju destinasi pariwisata, terdapat infrastruktur pendukung lainnya seperti yang menjadi sarana di objek wisata yaitu pusat informasi, penyediaan air, dan tempat sampah. Pusat Informasi Pariwisata atau Tourism Information Center (TIC) merupakan tempat untuk memberikan informasi kepada wisatawan mengenai lokasi, atraksi, penginapan, pusat hiburan, peta dan segala sesuatu mengenai pariwisata di daerah tersebut. Biasanya pusat-pusat informasi pariwisata ini berlokasi di bandara, di Kantor Dinas Pariwisata, dan di tempat-tempat wisata yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Adapun jumlah sebaran dari ketersediaan Pusat Informasi Pariwisata ada 12 tersebar di seluruh kabupaten/kota kecuali Kabupaten Bangka Barat.
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang layak, disokong oleh fasilitas Intalasi Pengolahan Air untuk pasokan bahan baku PDAM di setiap kabupaten/kota dengan kapasitas yang cukup memadai. Pada umumnya infrastruktur SPAM di setiap kabupaten/kota, kapasitas terpasang melampaui dari kapasitas produksi yang ada, sehingga terjadi idle atau sisa kapasitas yang masih dapat digunakan. Namun Kabupaten Belitung Timur tidak memiliki kapasitas idle, sehingga perlu segera ditingkatkan dalam menunjang kegiatan masyarakat.
Pengelolaan sistem persampahan di kabupaten/kota di Provinsi Bangka Belitung masih memerlukan optimalisasi penanganan fasilitas menjadi wilayah pembuangan sampah yang terpadu dan sesuai dengan standar lingkungan mulai dari pengumpulan pada TPS hingga distribusi dan pengolahan di TPA. Hampir seluruh kabupaten/Kota telah terlayani fasilitas TPA namun hanya 1 wilayah kota Pangkal Pinang yang telah memiliki fasilitas TPA dengan Sistem Pengolahan Sanitary Landfill. Namun pada umumnya TPA hanya menjadi tempat pembuangan tanpa proses reduksi dan menyebabkan umur dan kapasitas TPA menjadi lebih cepat terbatas.
Dalam mendukung pengembangan perkotaan dan pariwisata di Pulau Belitung, Kementerian PUPR menetapkan Pulau Belitung sebagai salah satu lokasi dari 10 kota prioritas Integrated City Planning (ICP) yang merupakan komponen dari National Urban Development Project (NUDP). Pada tahun 2024 ini disiapkan konsep perancangan kawasan prioritas terpilih dan berlanjut di tahun 2025 basic design-nya serta masukan teknokratik RPJMD terkait kebijakan dan strategi kawasan perkotaan. Dukungan dari pemerintah daerah sangat diperlukan untuk mewujudkan kota yang lebih layak huni dari mulai tahap persiapan, pelaksanaan, dan keberlanjutan.
Konsep perancangan ICP dikembangkan pada kawasan dengan luasan 50 hektar mencakup koridor Satam Square, Museum, Gedung Nasional, dan Pantai Tanjung Pendam. Kegiatan lanjutan di tahun 2025 adalah penyusunan basic design untuk luasan 5 s/d 10 ha akan menyasar Kawasan Pantai Tanjung Pendam dengan konsep kegiatan berupa transformasi Kota Tambang menjadi Kota Wisata yang terintegrasi infrastruktur PUPR maupun Infrastruktur Non PUPR, sehingga Kawasan Perkotaan Tanjung Pendam lebih nyaman dan interaktif sebagai daya tarik wisata maupun ruang interaksi warga.
Pada kunjungan lapangan Kepala BPIW bersama dengan pemda setempat, Pj. Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyampaikan dukungan atas rencana Kementerian PUPR mengembangkan perkotaan di Kabupaten Belitung dan berharap kegiatan tersebut terlaksana dengan baik dan berlanjut seiring dengan suksesi kepemimpinan kepala daerah. Pemda akan berperan sesuai dengan kapasitas dan kewenangannya untuk mendukung segala kebutuhan dalam pelaksanaan ICP. Sinergi dalam perencanaan juga akan diwujudkan dengan pencantuman kegiatan ICP pada RPJMD Provinsi Kepulauan Babel dan RPJMD Kabupaten Belitung.
Konsep awal untuk ICP akan menyasar Kawasan Pantai Tanjung Pendam berupa penataan kawasan dan pengamanan pantai sehingga bisa lebih nyaman sebagai daya tarik wisata maupun ruang interaksi warga. Pantai Tanjung Pendam merupakan destinasi favorit warga lokal untuk berolahraga dan rekreasi. Isu infrastruktur PUPR di Pantai Tanjung Pendam terkait pengaman pantai yang perlu dilakukan penanganan karena pengaman pantai eksisting telah rusak, pemeliharaan toilet yang telah terbangun, penyediaan ruang untuk TPS3R, serta perbaikan tempat sampah terpilah di Pantai Tanjung Pendam untuk mendukung kebersihan dan kenyamanan wisatawan. Penataan juga akan terintegrasi dengan koridor Satam Square berupa penyediaan trotoar, penerangan jalan umum (PJU), dan sarana parkir. Konsep rancangan pengembangan kawasan Pantai Tanjung Pendam dapat dilihat pada gambar di samping. (**)
Upaya percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua sudah banyak dilakukan melalui penetapan kebijakan dimulai dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua hingga yang terbaru Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022-2041, namun sampai saat tingkat kesejahteraan masyarakat Papua masih cukup rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia (contohnya Kota Sorong). Salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah tersedianya infrastruktur pelayanan dasar seperti urusan air minum, air limbah dan perumahan. Namun kendala saat ini adalah pembangunan infrastruktur layanan dasar tersebut belum optimal dan tidak dilengkapi dengan mekanisme monitoring evaluasi kebermanfaatan infrastruktur. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan infrastruktur yang dilengkai dengan indikator kebermanfaatan yang berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak hanya dilihat dari output infrastruktur yang terbangun namun juga kebermanfaatan infrastrukturnya. Dokumen perencanaan ini selanjutnya akan menjadi masukan dalam dokumen RPIW Provinsi Papua Barat Daya yang sebelumnya telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri PUPR Tahun 817 Tahun 2024 tentang Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW).
Pendahuluan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu tujuan desentralisasi adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan daya saing daerah. Daya saing daerah diukur melalui Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) melalui perhitungan skor dari 63 indikator yang dikelompokkan menjadi 12 pilar daya saing.
Sebagai ibukota provinsi Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Papua Barat Daya, Kota Sorong memiliki nilai IDSD yang rendah yaitu 3,29 sedangkan nilai IDSD nasional adalah 3,44. Berdasarkan penilaian IDSD yang dilakukan oleh BRIN (Agustus, 2024) skor pilar infrastruktur Kota Sorong hanya 2,23 (skor nasional 2,71). Indikator penilaian IDSD pilar infrastruktur yang dilaksanakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional tercantum pada tabel di bawah.
Selanjutnya apa peran Kementerian PUPR dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Sorong melalui penyediaan infrastruktur PUPR. Sebelumnya Kementerian PUPR melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah telah menyusun dokumen Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW) untuk 38 provinsi termasuk RPIW Provinsi Papua Barat Daya dan ditetapkan melalui Kepmen PUPR Nomor 817 Tahun 2024 tentang RPIW. Hal ini juga merupakan salah satu perwujudan dari amanat Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022-2041 khususnya sasaran Percepatan Pembangunan Papua yaitu Papua Sehat.
Pendekatan dan Hasil
Bagaimana mengukur kesejahteraan Kota Sorong? Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada 8 (delapan) faktor yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Perencanaan infrastruktur kota yang baik merupakan landasan untuk pertumbuhan ekonomi, kesehatan, dan kualitas hidup yang lebih baik, dan pada akhirnya berkontribusi pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR mempunyai fungsi melakukan penyusunan rencana terpadu pembangunan infrastruktur dan melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan rencana terpadu pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat berdasarkan pendekatan pengembangan wilayah. Pada tahun 2024, Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah III melaksanakan kajian Perencanaan dan Perancangan Kota dengan salah satu lokasi studi terpilih Kota Sorong. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam perencanaan infrastruktur kota yang sesuai dengan pengembangan wilayah dan sebagai masukan dalam updating dokumen RPIW Provinsi Papua Barat Daya khususnya pada Bab VIII Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur. Selain itu, untuk mengukur efektivitas dan efisiensi suatu rencana maka diperlukan indikator capaian dalam bentuk Key Performance Indicator (KPI).
Dalam membuat perencanaan Kota Sorong dengan tujuan akhir peningkatan kesejahteraan masyarakat, perencanaan dimulai dari identifikasi isu permasalahan, pendataan kondisi eksisting kinerja infrastruktur dan koordinasi dengan instansi terkait maka dapat dirumuskan visi kota dan Key Performance Indicator (KPI).
Pembahasan Konsep Perencanaan dan Perancangan Kota Sorong
Permasalahan
Rekomendasi
Kebijakan yang direkomendasikan
Kementerian PUPR melalui Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah III melakukan kegiatan penyusunan dokumen Perencanaan dan Perancangan Kota Sorong yang merupakan hasil konsolidasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Kota Sorong. Bentuk koordinasi lintas pemerintahan ini dilakukan melalui pelibatan pemda dalam proses penyusunan dokumen. Dokumen ini selanjutnya dijadikan komitmen bersama dalam pelaksanaannya dan monitoring evaluasi. Untuk di lingkungan Kementerian PUPR khususnya BPIW sebagai pelaksana programming tahunan di Kementerian PUPR, dokumen perencanaan dan perancangan Kota Sorong akan menjadi menjadi masukan dalam revisi RPIW Provinsi Papua Barat Daya yang selanjutnya sebagai dasar dalam pembahasan program kegiatan contohnya forum Rapat Koordinasi Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Rakorbangwil) dan Konsultasi Regional (Konreg).
Kesimpulan
Pemerintah Kota Sorong dan BPIW melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap dokumen Perencanaan dan Perancangan Kota Sorong pelaksanaan rencana aksi yang telah disepakati sekaligus sebagai masukan dalam revisi dokumen RPIW Provinsi Papua Barat Daya (Bab VIII Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur). Dokumen RPIW ini menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan infrasruktur PUPR (programming) dalam forum Rakorbangwil dan Konreg yang diselenggarakan setiap tahun.
Selanjutnya, dokumen perencanaan dan perancangan Kota Sorong ini juga menjadi masukan dalam RPJMD, RISPAM, masterplan air limbah dan masterplan persampahan Kota Sorong.(**)
Referensi/Rujukan
Secara global, imbas parah dari manifestasi krisis iklim sudah semakin destruktif dan meluas dirasakan di berbagai belahan dunia. Meningkatnya frekuensi dan intensitas kejadian bencana, seperti kekeringan, kebakaran hutan, dan banjir, nyatanya telah banyak menelan korban jiwa, mengganggu stabilitas perekonomian, serta bahkan menghambat kemajuan pembangunan yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Berdasarkan temuan dalam laporan yang disusun oleh UNOPS (2021), infrastruktur berkontribusi sebesar 79% dari total emisi GRK, serta 88% dari total biaya adaptasi perubahan iklim. Lebih lanjut, infrastruktur juga dinilai dapat mempengaruhi capaian keseluruhan 17 target SDGs sebesar 92%, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, data-data statistik tersebut memberikan seruan untuk menempatkan sektor infrastruktur sebagai sektor prioritas untuk aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta pembangunan berkelanjutan.
Komitmen Indonesia dalam Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim
Setelah meratifikasi Kesepakatan Paris (Paris Agreement) melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Indonesia terus berupaya memutakhirkan kebijakan-kebijakan nasional terkait perubahan iklim.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku national focal point Indonesia untuk UNFCCC telah beberapa kali mengkomunikasikan dokumen NDC (Nationally Determined Contributions) Indonesia kepada UNFCCC. Terkini, melalui dokumen Enhanced NDC Indonesia pada bulan September 2022 yang lalu, Indonesia telah menyampaikan peningkatan ambisi penurunan emisi GRK di tahun 2030 dari sebesar 29% menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri. Jika dengan dukungan internasional, targetnya dinaikkan dari sebesar 41% menjadi 43,2%, pada sektor-sektor mitigasi bidang: (i) Energi (15.5%); (ii) Limbah (1.5%); (iii) Industri (0.3%); (iv) Pertanian (0.4%); serta (v) Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (25.4%). Pemutakhiran target tersebut didasarkan pada perkembangan kebijakan nasional dan sektoral terkait penanganan perubahan iklim, salah satunya yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang di dalamnya juga mengatur tentang pasar karbon. Perpres NEK ini menandai langkah awal Indonesia dalam berkontribusi untuk penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar (market) yang diharapkan dapat menggerakkan lebih banyak lagi pembiayaan dan investasi hijau yang tentunya dapat berdampak pada pengurangan emisi GRK. Selain itu, telah disusun pula dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) yang memuat arahan jangka panjang untuk implementasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menuju target net-zero emissions Indonesia 2060 atau lebih cepat, beserta komitmen NDC per 5 (lima) tahunan selanjutnya.
Sebagai upaya memastikan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim betul-betul dilakukan secara terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional, Kementerian PPN/ Bappenas mengintegrasikan konsep Pembangunan Rendah Karbon dan Pembangunan Berketahanan Iklim ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2025-2029 dengan menjadikan target penurunan intensitas emisi GRK menuju net-zero emissions sebagai salah satu sasaran utama untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, yaitu sebanyak 93,5 persen hingga tahun 2045. Lebih lanjut, dalam Rancangan Awal RPJMN 2025-2029, resiliensi terhadap bencana dan perubahan iklim menjadi salah satu sasaran utama dalam Prioritas Nasional ke-8, dengan target berupa penurunan proporsi kerugian ekonomi langsung akibat bencana relatif terhadap PDB, serta penurunan potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim terhadap PDB pada 4 (empat) sektor prioritas (kelautan & pesisir, air, pertanian, dan Kesehatan).
Dengan telah diintegrasikannya komitmen Indonesia untuk makin berkontribusi dalam menjaga suhu global dan ketahanan iklim ke dalam perencanaan pembangunan nasional, perencanaan sektoral dituntut untuk lebih berorientasi pada pembangunan rendah karbon, berketahanan iklim, dan berkelanjutan, termasuk sektor infrastruktur PU.
Dalam konstelasi kebijakan-kebijakan nasional terkait perubahan iklim tersebut, terdapat beberapa bidang/sektor prioritas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia yang membutuhkan dukungan dan kontribusi Kementerian PU (Lihat Gambar 1). Untuk upaya mitigasi perubahan iklim, dukungan dan kontribusi Kementerian PU diperlukan pada 3 (tiga) sektor/bidang prioritas, yaitu: energi; limbah; serta kehutanan, gambut, dan perubahan penggunaan lahan. Sedangkan, untuk adaptasi perubahan iklim, Kementerian PU berperan sebagai K/L kunci pada sektor air, serta turut berkontribusi pada sektor/bidang prioritas: pangan, energi, kesehatan, serta kelautan & pesisir. Melihat begitu besarnya peran infrastruktur PU dalam upaya pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim, sepertinya tidak ada alasan lagi bagi Kementerian PUPR untuk tidak memberikan dukungan dan kontribusi aksi iklim yang lebih ambisius, terutama pada sektor/bidang prioritas air.
Kiprah Kementerian PU dalam Aksi Iklim
Sejalan dengan komitmen Indonesia dalam merespon isu perubahan iklim, Kementerian PU telah berupaya untuk ikut berkontribusi dalam upaya pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim. Untuk mengadopsi prinsip pembangunan infrastruktur berkelanjutan, Kementerian PU telah menerbitkan Peraturan Menteri PUPR No. 9 Tahun 2021 tentang Pedoman penyelenggataan Konstruksi Berkelanjutan. Terkait pembangunan gedung hijau (green building), penerapan pembangunan infrasturuktur PU telah dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau.
Beberapa contoh penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan untuk infrastruktur PU dalam mendukung upaya pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim antara lain:
• Sektor Sumber Daya Air
• Sektor Jalan
Konektivitas Jalan Tol memiliki manfaat besar khususnya dalam peningkatan perekonomian, sehingga perlu memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan berkelanjutan sejak tahap perancangan, pembangunan, pengoperasian, hingga tahap pemeliharaan. Melalui proses sertifikasi Green Toll Road Indonesia yang dilakukan oleh Green Infrastucture and Facilities Indonesia, Jalan Tol Gempol - Pandaan dan Jalan Tol Pandaan – Malang mendapatkan sertifikat Green Toll Road Indonesia. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan pengelolaan jalan tol, Kementerian PU setiap tahunnya melakukan penilaian terhadap kualitas layanan di seluruh ruas jalan tol, berdasarkan 3 (tiga) aspek penilaian jalan tol berkelanjutan yaitu: fungsi utama jalan tol, fungsi pendukung di rest area, serta fungsi pelengkap di rest area sebagaimana tertuang dalam Permen PUPR Nomor 16 Tahun 2014 Standar Pelayanan Minimal Jalan Tol dan Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2021 tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan Pada Jalan Tol.
• Sektor Permukiman
Rekomendasi Pengarusutamaan Aksi Iklim dalam Perencanaan Infrastruktur PU Jangka Menengah 2025-2029
Sebagai upaya implementasi kebijakan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim yang tertuang dalam RPJPN 2025-245 dan RPJMN 2025-2029, pengarusutamaan aksi iklim dalam perencanaan infrastruktur PU dapat dilakukan melalui pendekatan co-benefits. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat berperan mengubah konstelasi perencanaan untuk suatu pembangunan infrastruktur rendah karbon dan berketahanan iklim karena memiliki dua atau lebih manfaat kebijakan, baik langsung maupun tidak langsung. Pemahaman mengenai co-benefits juga dapat mendorong sinergitas antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam menghasilkan kebijakan, rencana dan/atau desain infrastruktur rendah karbon dan berketahanan iklim yang lebih integratif. Selain itu dari sisi masyarakat, mengakumulasikan co-benefits juga dapat mengurangi resistensi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terkait penanganan perubahan iklim ketika dapat memberikan manfaat tambahan yang lebih nyata dan menyentuh kebutuhan hidupnya sehari-hari. Rekomendasi pengarusutamaan aksi iklim dalam perencanaan infrastruktur PU jangka menengah 2025-2029 dijabarkan dalam matriks berikut:
Rekomendasi Pengarusutamaan Aksi Iklim untuk Infrastruktur PU
Sebagai upaya implementasi kebijakan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim yang tertuang dalam RPJPN 2025-245 dan RPJMN 2025-2029, pengarusutamaan aksi iklim dalam perencanaan infrastruktur PU dapat dilakukan melalui pendekatan co-benefits. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat berperan mengubah konstelasi perencanaan untuk suatu pembangunan infrastruktur rendah karbon dan berketahanan iklim karena memiliki dua atau lebih manfaat kebijakan, baik langsung maupun tidak langsung.
Pemahaman mengenai co-benefits juga dapat mendorong sinergitas antar pemangku kepentingan yang terlibat dalam menghasilkan kebijakan, rencana dan/atau desain infrastruktur rendah karbon dan berketahanan iklim yang lebih integratif. Selain itu dari sisi masyarakat, mengakumulasikan co-benefits juga dapat mengurangi resistensi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah terkait penanganan perubahan iklim ketika dapat memberikan manfaat tambahan yang lebih nyata dan menyentuh kebutuhan hidupnya sehari-hari. Rekomendasi pengarusutamaan aksi iklim dalam perencanaan infrastruktur PU jangka menengah 2025-2029 dijabarkan dalam matriks di samping:
Penutup
Pembangunan infrastruktur PU memegang peranan yang sangat penting untuk melayani dan memfasilitasi masyarakat dalam meningkatkan ekonomi dan kualitas hidupnya, sekaligus mencegah terus meningkatnya produksi emisi GRK penyebab pemanasan global. Transformasi pembangunan infrastruktur PUPR yang rendah karbon tengah diupayakan melalui penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan dan penerapan prinsip Bangunan Gedung Hijau yang telah diwujudkan pada sejumlah proyek-proyek percontohan (pilot projects) seperti pembangunan Gedung Kantor Kementerian PUPR, pasar tradisional, serta rumah susun hemat energi. Namun, upaya transformasi pembangunan infrastruktur PU ini juga harus dipastikan tangguh terhadap dampak perubahan iklim yang sudah tak terelakkan lagi dengan frekuensi dan intensitas yang semakin meningkat dan destruktif.
Untuk itu, skenario perencanaan infrastruktur PU jangka menengah 2025-2029 bukan hanya untuk menjawab layanan infrastruktur PU apa yang diperlukan di suatu kawasan/wilayah perencanaan, namun lebih pada bagaimana menyediakan infrastruktur PU secara tangguh, berkelanjutan, dan kompatibel dengan masa depan yang bebas karbon. Jangan lagi melakukan perencanaan keterpaduan pembangunan infrastruktur PU yang ‘business as usual’ tanpa memikirkan keterkaitan dampak dan pengaruhnya pada aksi iklim dan pembangunan berkelanjutan.(**)
Akhir Periode RPJMN 2020-2024, Arahan Program/Kegiatan Infrastruktur PUPR TA 2024 Fokus pada Penyelesaian dan Pemanfaatan Infrastruktur melalui Pendekatan OPOR
Provinsi Daerah Otonom Baru (DOB) Papua Barat Daya
Langkah Indonesia Menjaga Keberlanjutan Warisan Budaya Dunia di Borobudur
Arah Pengembangan Sektor Pertanian Provinsi Sumatera Selatan
Penyediaan Infrastruktur Mendukung Transformasi Ekonomi
Dukungan Infrastruktur PUPR Sebagai katalisator Pemulihan Ekonomi Provinsi Bali Pasca Pandemi
Pengelolaan Tanah Oloran (Aanslibbing) di Pantai Timur Surabaya