Perencanaan dan pemrograman infrastruktur PUPR yang dilakukan Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dituntut untuk selalu responsif terhadap perubahan iklim dan lingkungan. Kepala BPIW Kementerian PUPR Hadi Sucahyono mencontohkan, dalam Rencana Induk Pariwisata Terpadu Penyusunan (ITMP) dan Proyek Pembangunan Perkotaan Nasional (NUDP) atau Proyek Nasional Pengembangan Perkotaan disyaratkan untuk dapat mengakomodasi kebijakan pengamanan atau kebijakan pengamanan dari Bank Dunia serta kebijakan terkait lingkungan dan sosial yang ada di Negara Indonesia. Hal itu disampaikannya saat Webinar Kota yang Inklusif Berketahanan Iklim (CRIC) “Pengintegrasian Isu Perubahan Iklim Yang Berketahanan dan Inklusif dalam Dokumen Perencanaan Kota”, 10 Desember lalu.
Selain itu menurutnya Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF) atau Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial memuat secara rinci instrumen pengelolaan lingkungan dan sosial yang mengacu pada prinsip, prosedur, persyaratan serta pengaturan kelembagaan dari perencanaan dan pelaksanaan ITMP dan NUDP tersebut.
Ia juga menjelaskan bahwa di dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR 2020 -2024 yang disusun BPIW juga memuat Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim serta Pengurangan Risiko Bencana (RAN MAPI). “Jadi Renstra PUPR tidak hanya berisi target-target pembangunan secara fisik, tetapi terutama dengan program-program dan kegiatan non fisik, termasuk tidak termasuk RAN MAPI,” tuturnya.
Kementerian PUPR menurut Hadi sudah memiliki tagging terkait berbagai program untuk perubahan iklim dan bencana. Dicontohkannya untuk bidang Sumber Daya Air, Kementerian PUPR punya jenis kegiatan dan output terkait perubahan iklim seperti penanganan tanggul laut dan normalisasi sungai.
Ia juga menyatakan bahwa Kementerian PUPR secara inklusif melakukan pembangunan dengan selalu melibatkan instansi lain seperti Bappenas, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perindustrian. “Kita juga mengacu pada kebijakan nasional seperti Undang-Undang mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan Undang-Undang Cipta Kerja,” ungkapnya.
Kementerian PUPR menurutnya juga memiliki acuan seperti Panduan untuk Perencanaan Kota dan Wilayah dari UN Habitat. “Perencanaan maupun pembangunan kota juga harus dilakukan secara inkusif, tidak hanya mengandalkan Pemerintah, tapi juga swasta, LSM, dan akademisi,” ungkapnya.
Kegiatan tersebut juga menghadirkan beberapa narasumber seperti Hendricus Andy Simarmata, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP). Ia menyampaikan mengenai Co-Benefit mengenai perubahan iklim dan pengintegrasiannya ke dalam tata ruang kota.
Pembicara lainnya yakni Direktur Ruang Waktu, Wicaksono Sarosa. Ia memaparkan mengenai pengintegrasian aspek inklusivitas ke dalam perencanaan kota yang berketahanan iklim.
Sedangkan narasumber Kementerian Dalam Negeri yakni Kasubdit Lingkungan Hidup Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Evi Setiorini memaparkan mengenai Pengintegrasian Perubahan Iklim ke Dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Dokumen Perencanaan Daerah. Kegiatan ini dimoderatori Pembimbing Lembaga Pembangunan Wilayah dan Kota (URDI) Wahyu Mulyana. (Hen / infoBPIW)