Presiden Joko Widodo bersama beberapa menteri termasuk Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kamis (11/7), melakukan peninjauan di beberapa tempat di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti Puncak Waringin yang akan dikembangkan dan ditata menjadi sebuah kawasan pariwisata baru. Kawasan itu merupakan salah dari empat super prioritas Kawasan Srategis Pariwisata Nasional (KSPN) selain Danau Toba (Sumatera Utara), Borobudur (Jawa Tegah), dan Mandalika-Lombok (Nusa Tenggara Barat).
Usai mengikuti kunjungan tersebut, pada malam harinya di kawasan yang sama, Kepala Badan Pengembangan Wilayah (BPIW) Hadi Sucahyono menggelar rapat dengan para pejabat yang mewakili empat sektor di PUPR yakni Bina Marga, Cipta Karya, Perumahan, dan Sumber Daya Air (SDA). Tidak hanya itu, rapat juga dihadiri Kepala Badan Otoritas Pariwisata (BOP) Labuan Bajo Shana Fatina dan Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra Saleh Atmawidjaya.
Saat memimpin rapat tersebut Hadi menegaskan keterpaduan antar instansi terkait seperti Kementerian PUPR, Kementerian Pariwisata, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memegang peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pariwisata di kawasan tersebut. Ada tiga key tourism Labuan Bajo yang akan dikembangkan dan mendapat dukungan penuh Kementerian PUPR. Pertama, wisata bahari di Pulau Rinca, Pulau Padar, dan Pulau Komodo. Key tourism yang kedua, Labuan Bajo sebagai eko wisata. Key tourism ketiga yang berada di arah timur NTT yaitu Ruteng.
“Sebenarnya secara reguler sejak 2015 kita sudah memiliki perencanaan dan program pengembangan di kawasan itu, tapi sekarang dengan kunjungan Presiden lebih digiatkan lagi,” tutur Hadi.
Ketua Tim Pemantauan dan Evaluasi Proyek Strategis Nasional Kementerian PUPR Taufik Widjoyono menambahkan, pengembangan Puncak Waringin menjadi fokus utama yang harus segera diselesaikan. Infrastruktur pendukung seperti pengembangan bandara, bangunan tempat cinderamata, amphiteater, dan jalan diharapkan selesai akhir tahun depan. Selain itu juga akan dilakukan penataan pantai.
“Pariwisata ini sangat penting sehingga harus didukung bersama. Sudah disiapkan pinjaman luar negeri sebesar 300 juta dolar Amerika, dari total nilai proyek 722 juta dolar Amerika,” ungkapnya.
Kepala Badan Otoritas Pariwisata (BOP) Labuan Bajo Shana Fatina menyatakan yang dilakukan pemerintah saat ini adalah menciptakan destinasi baru diluar taman nasional Komodo. Untuk itu diperlukan percepatan Integrated Tourism Masterplan (ITMP) yang langsung diarahkan untuk pengembangan wisata bahari berkelas dunia. “Jadi kita membangun sambil merencanakan,” kata Shana.
Sebelum rapat tersebut, dilakukan tinjauan lapangan di Jalan Lingkar Utara Flores. Jalan tersebut dibangun Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga dari Labuan Bajo-Kedindi sepanjang 141,29 km. Kepala Balai Jalan Nasional (BPJN) X NTT Kupang Muktar Napitupulu mengatakan jalan itu akan menjadi jalur logistik dan akan menghubungkan sentra produksi pertanian di Kawasan Pertanian Terang seluas sekitar 2.000 ha dengan Pelabuhan Bari yang akan dibangun sebagai pelabuhan niaga menggantikan Pelabuhan Labuan Bajo.
Jalan ini akan menjadi jalur alternatif untuk memperlancar pengiriman logistik dan bahan bakar minyak (BBM) dari Depo Pertamina di Kecamatan Reo ke Labuan Bajo. Jalan Soekarno Hatta akan dilebarkan di pusat kota Labuan Bajo serta juga dilakukan peningkatan kualitas jalan dari Labuan Bajo ke Wae Cicu yang akan menjadi pusat pelayanan akomodasi wisata premium di Labuan Bajo.
Kementerian PUPR melalui Ditjen Cipta Karya juga telah melakukan penataan Kampung Ujung yang menjadi wisata kuliner, penataan Kampung Tengah dan Kampung Air. Kemudian nantinya juga akan dilakukan penataan Kampung Baru.
Pada hari Jumat (12/7) Hadi beserta rombongan juga melakukan peninjauan ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Kabupaten Manggarai Barat. Peninjauan ini untuk mencari upaya untuk meningkatkan air bersih yang kini kapasitasnya mencapai 40 liter perdetik untuk mensuplai air di Labuan Bajo. Jumlah ini dirasa kurang mengingat kebutuhan kawasan tersebut mencapai 100 liter perdetik.
“Kekurangannya kita cari. Setelah kita diskusikan dengan instansi terkait, ada beberapa alternatif seperti meningkatkan intake di IPA tersebut dan aternatif kedua adalah mengambil dari arah hulu,” ucapnya. Nantinya BPIW akan melakukan kajian lebih lanjut mengenai hal ini. (Hen/infobpiw)