Kementerian PUPR melalui BPIW terus mematangkan data dan informasi guna menyokong penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting tahun 2022. Demikian terungkap pada Rapat Pembahasan Pelaksanaan Koordinasi dan Kunjungan Lapangan Bersama Dalam Rangka Penanganan Kemiskinan Ekstrem dan Stunting 2022 di Jakarta, Selasa 19 April 2022.
Kepala BPIW, Rachman Arief Dienaputra dalam sambutannya menyampaikan, Kementerian PUPR untuk program penanganan kemiskinan ekstrem akan melakukan secara terintegrasi dan berbasis kawasan/klaster permukiman. "Hal itu dilakukan melalui pengintegrasian program penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), penyediaan infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, jalan, jembatan, drainase pada lokus dan periode waktu yang sama maupun bertahap," paparnya.
Ia mengatakan, saat ini dari 212 Kab/Kota yang ada, telah dilakukan survei kolaborasi berbagai kementerian/lembaga pada 23 Kab/Kota prioritas di 12 Provinsi."Yakni Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua Barat," terang Arief.
Menurutnya, survei kolaborasi tahap pertama telah mensurvei 5.003 unit rumah dari base line data 6.913 unit. Lebih lanjut, ungkap Arief, hasil verifikasi dan validasi didapatkan 2.277 RTLH di 17 Kab/Kota yang dapat dilakukan penanganan dengan model integrasi program Cipta Karya dan Perumahan.
"Kemudian berdasarkan data geotagging, terdapat potensi 61 klaster yang sangat memungkinkan untuk dilakukan integrasi program," terangnya. Ia menambahkan, selanjutnya setelah klaster disepakati agar dipastikan oleh Balai terkait persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. "Terhadap sisa RTLH yang belum disurvei juga agar ditindaklanjuti oleh Balai," harap Arief.
Ia menyatakan, hasil analisis dari survey perlu dijadikan dasar penetapan indikasi program Perumahan dan Cipta Karya. "Dan selanjutnya dapat dilakukan verifikasi teknis detail dengan menggunakan data by name by address (BNBA) untuk bersama-sama diidentifikasi rencana penanganan setiap klaster dan kebutuhan program dalam rangka penanganan kemiskinan ekstrem kementerian PUPR 2022," jelasnya.
Hal senada diungkapkan juga Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah I, BPIW, Hari Suko Setiono. Ia memaparkan, hasil evaluasi survei kolaborasi tahap pertama, untuk kategori I ada 2.277 RTLH. "Terdapat 17 Kabupaten di 9 Provinsi yang dapat ditindaklanjuti untuk dilakukan penanganan integrasi CK-Perumahan," terangnya. Ia menambahkan, yakni Kab. Aceh Utara dan Kab. Bireun (Prov. Aceh), Kab. Simalungun dan Kab. Asahan (Prov. Sumatera Utara), Kab. Kepulauan Meranti (Prov. Riau), Kota Bengkulu dan Kab. Bengkulu Selatan (Prov. Bengkulu), Kota Palembang (Sumatera Selatan), Kab. Bekasi dan Kab. Indramayu (Prov. Jawa Barat), Kab. Pati dan Kab. Wonosobo (Prov. Jawa Tengah), Kab. Janeponto (Prov. Sulawesi Selatan), Kota Tual, Kab. Maluku Tengah, dan Kab. Maluku Tenggara (Prov. Maluku).
"Untuk kategori 1, analisis dilanjutkan dengan menganalisis setiap BNBA untuk mengidentifikasi kebutuhan penanganan BSPS Miskin Ekstrem atau Reguler dan kebutuhan penanganan sanitasi dan air minum pada setiap lokus," paparnya. Untuk kategori 2, lanjut Hari, terdapat 3 Kabupaten di 3 Provinsi yang belum dapat diidentifikasi model penanganan karena belum selesai diverifikasi dan validasi yakni di Kab.Kab. Bone (Sulawesi Selatan), Kab. Manokwari Selatan (Papua), dan Kab. Bintuni (Papua Barat). "Untuk kategori 2, survei perlu dilanjutkan oleh Balai," terangnya.
Terkait kategori 3, ungkap Hari, terdapat lokus di 10 Kabupaten di 5 Provinsi yang tidak dapat dilakukan penanganan terintegrasi karena terkendala isu lahan dan jumlah RTLH yang tidak signifikan didalam satu lokus yaitu : Kab. Timor Tengah Selatan (NTT), Kota Palembang (Sumatera Selatan), Kota Bengkulu (Prov. Bengkulu), Kota Pontianak dan Kab. Kubu Raya (Kalimantan Barat), Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), Kab. Pati dan Kab. Wonosobo serta Kab. Banyumas (Jawa Tengah). Ia menegaskan, survey akan kembali digenjot setelah libur Idul Fitri. “Saat ini mematangkan terlebih dahulu cara dan strateginya,” terang Hari.
Sementara itu, Direktur Pelaporan dan Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Lina Widyastuti mengatakan, BKKBN dalam menunjang data keluarga miskin ekstrem dan stunting menerapkan sistem informasi yang lebih kekinian dan akuntabel, yaitu aplikasi Sistem Informasi Keluarga (SIGA) yang kini menjadi New SIGA. Sistem tersebut menjadi data operasional bagi petugas KB dan pihak terkait dalam melakukan intervensi terhadap program BKKBN.
Ia menyatakan, akurasi data BKKBN mencapai 99%. “Data yang kurang akurasi sangat kecil, itupun biasanya memang untuk data warga yang belum memiliki KTP, seperti balita. Tapi itu sangat sedikit,” terangnya. Lina yakin data BKKBN akan banyak membantu dalam penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting.
Rapat tersebut dihadiri jajaran pejabat dan staf BPIW serta unor di lingkungan Kementerian PUPR. Selain itu, hadir juga undangan perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), serta BKKBN.(ris/infoBPIW)