World Bank Perwakilan Indonesia melakukan pertemuan dengan Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah III (Kapuswil III) BPIW Kementerian PU, Pranoto, beserta jajaran di kantor BPIW, Jakarta Selatan, Rabu, 23 Oktober 2024. Saat memimpin rombongan World Bank ke BPIW, Yuko Arai yang didampingi anggota World Bank lainnya, Jeremia Manola menjelaskan bahwa tujuan dari kedatangan World Bank adalah untuk membahas rencana atau strategi jangka menengah terkait pengembangan wilayah timur Indonesia dan bagaimana World Bank membantu pengembangan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
“Dengan dilakukannya pertemuan tersebut, kami belajar banyak mengenai prioritas-prioritas pembangunan infrastruktur di Indonesia, antara lain terkait konektivitas baik darat, laut dan udara. Selain itu terkait kawasan industri dan juga pengembangan food estate,” ujar Yuko. Secara garis besar menurutnya prioritas-prioritas tersebut masuk dalam strategi pengembangan yang dapat didukung World Bank.
Setelah pertemuan dengan BPIW, untuk jangka pendek World Bank akan melakukan stock tagging untuk pembangunan yang sudah pernah dilakukan dan evaluasi capaian dan strategi untuk ke depannya guna meningkatkan investasi di Indonesia. Selain itu menurutnya akan diadakan lokakarya sekitar pertengahan Januari tahun 2025 untuk membahas rencana strategi pengembangan berikutnya.
Sementara itu, Pranoto berterima kasih kepada World Bank yang memperhatikan KTI terutama wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dikatakannya ada beberapa isu strategis Wilayah Timur Indonesia, di mana dalam dua dekade terakhir, ketimpangan ekonomi antarwilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan KTI dapat diturunkan. Hal ini tercermin dari kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) KTI yang meningkat dari 17% pada tahun 2005, menjadi sebesar 20,6% pada tahun 2022.
Disampaikannya juga bahwa lahan di KTI sangat luas dan sangat potensial sekali untuk pengembangan pertanian dan mineral seperti nikel, apalagi cadangan nikel dunia berada di Maluku dan Sulawesi. Kemudian KTI memiliki potensi sektor perikanan sangat besar terutama ikan tuna. Lebih lanjut dijelaskannya di kawasan ini terdapat 6 wilayah pengelolaan perikanan oleh pemerintah Indonesia. Dengan hasil 7,5 juta ton per tahun atau 60% dari total perikanan nasional. “Itupun yang sudah dikelola, belum termasuk yang belum dikelola,” ujarnya. KTI juga punya potensi pengembangan di sektor pariwisata seperti kawasan wisata Bunaken dan Raja Ampat.
Saat ini, luas terbangun di KTI (Sulawesi, Maluku, Papua) sebesar 7,25% dari total luas terbangun di Indonesia, yang tergolong masih relatif rendah jika dibandingkan dengan KBI (92,75%). Berdasarkan hal tersebut, Pranoto mengatakan bahwa KTI memiliki potensi pemanfaatan lahan untuk pembangunan mengingat masih banyaknya lahan yang belum terbangun.
Dari sisi isu kesejahteraan masyarakat menurutnya KTI sangat berpotensi menjadi kekuatan ekonomi, karena ketersediaan sumber daya alam yang melimpah. Namun tantangannya adalah sumber daya manusia yang tersedia di wilayah KTI sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Terkait infrastruktur PUPR, berdasarkan Informasi Statistik Infrastruktur PUPR tahun 2022 menurutnya jalan dan jembatan dengan kondisi belum mantap mendominasi wilayah KTI Sulawesi, Maluku, dan Papua. Hal ini berdampak signifikan terhadap konektivitas, aksesibilitas, dan mobilitas masyarakat dan logistik sehingga memperlambat perkembangan ekonomi lokal.
“Jadi bila World Bank ingin membantu pengembangan KTI, tentu banyak yang bisa dilakukan untuk mendukung potensi KTI seperti pertanian, mineral, pertambangan, perikanan, dan wisata” ucap Pranoto. Ia juga menambahkan, program yang akan dilakukan World Bank akan lebih baik jika tidak memulai sesuatu dari awal, namun berupa program yang sebelumnya sudah pernah dilakukan seperti bentuk dukungan terhadap kawasan industri.
Dalam pertemuan itu, Pranoto didampingi Kepala Bidang III.B Sukamto dan Kepala Bidang III.C, Andie Pramudita beserta tim. Sedangkan dari pihak World Bank hadir Kania Thea dan Banu Sjadzali sebagai perwakilan. (Hen/MBA)