Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menilai perlu adanya penguatan kelembagaan dan tata kelola setelah pembangunan infrastruktur di 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Hal tersebut diperlukan guna menjamin bahawa infrastruktur terbangun dapat secepatnya memberikan manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu BPIW menyelenggarakan "Rapat Persiapan Penyusunan Konsep Kelembagaan dan Tata Kelola Terpadu Infrastruktur pada KSPN” yang digelar di Jakarta, Selasa, 27 Februari 2024.
Kepala BPIW, Yudha Mediawan saat membuka rapat mengatakan, Presiden telah menginstruksikan pengembangan di 10 KSPN prioritas, yakni KSPN Danau Toba, KSPN Borobudur-Yogyakarta-Prambanan (BYP), KSPN Lombok-Mandalika, KSPN Labuan Bajo, KSPN Bromo-Tengger-Semeru (BTS), KSPN Wakatobi, KSPN Manado-Likupang, KSPN Bangka-Belitung, KSPN Morotai, dan KSPN Raja Ampat. "Arahan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan Integrated Tourism Masterplan (ITMP) yang selanjutnya disahkan menjadi Perpres RIDPN (Peraturan Presiden Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional,-red)," terang Yudha.
Beliau mengatakan, dari 10 ITMP sebanyak 6 ITMP merupakan penugasan di Kementerian PUPR, serta 4 lainnya menjadi tugas Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. "Saat ini 3 RIDPN telah disahkan menjadi Perpres, yaitu Lombok-Mandalika, Bangka-Belitung, dan Manado-Likupang, sementara 7 RIDPN masih dalam proses pembahasan," terangnya.
RIDPN memuat rencana terpadu antarsektor dan antarstakeholder yang menjadi dasar pengembangan dan pembangunan KSPN dalam 20 tahun ke depan. "Sejak tahun 2020 hingga tahun 2024, dukungan pembangunan Infrastruktur PUPR di 10 KSPN telah mencapai Rp 12,4 Triliun. Pembangunan tersebut mencakup jalan dan jembatan, akses sanitasi, air minum, drainase lingkungan, penataan kawasan dan lainnya," terang Yudha.
Permasalahan yang dihadapi, dalam pengembangan KSPN diantaranya kelembagaan dan tata kelola, ekonomi dan tenaga kerja, lingkungan, perizinan, serta penyediaan infrastruktur. Terkait kelembagaan dan tata kelola, terdapat beberapa isu yang terjadi di hampir setiap KSPN, yakni belum dilakukan serah terima aset terbangun, seperti pada penataan kawasan di KSPN Danau Toba, pembangunan gerbang di KSPN BYP, dan peningkatan kapasitas tempat pembuangan akhir (TPA) Pengengat di KSPN Lombok-Mandalika. Keterlambatan serah terima aset sebagian besar disebabkan oleh ketidaksiapan lembaga penerima aset itu sendiri.
"Kemudian, belum ada anggaran dan rencana OP (Operasional dan Pemeliharaan,-red) dari Pemda. Hal itu terjadi pada beberapa infrastruktur seperti pembangunan Jalan Aek Natolu-Ajibarang di KSPN Danau Toba, penataan kawasan permukiman KSPN Borobudur, dan SPAM Kraton Liya KSPN Wakatobi," paparnya.
Yudha menambahkan, pada beberapa lokasi meskipun telah dilakukan OP oleh Pemda, namun masih belum optimal sehingga infrastruktur terbangun menjadi rusak padahal belum lama digunakan. "Seperti terjadi pada toilet-toilet umum yang telah rusak di lokasi Penataan KSPN Labuan Bajo," terangnya.
Selain itu, beberapa infrastruktur belum beroperasi secara optimum atau masih memiliki kapasitas idle. Sebagai contoh di TPA Warloka yang merupakan TPST dengan sistem incenerator yang seharusnya memiliki kapasitas operasi 24 jam, akan tetapi saat ini hanya beroperasi 8 jam/hari dikarenakan kenaikan harga solar.
Ada juga kapasitas idle akibat aset yang belum dioperasikan oleh Pemda seperti pada Pembangunan TPST Gili Trawangan. Permasalahan lainnya adalah pemanfaatan infrastruktur terbangun yang tidak sesuai dengan peruntukan awal, “Seperti pengembangan rumah swadaya di KSPN Lombok-Mandalika yang seharusnya diperuntukkan bagi wisatawan malah justru digunakan warga sebagai hunian sewa bagi pekerja lokal”.
Oleh karena itu, lanjut Yudha, pada rapat ini terdapat beberapa poin penting yang perlu didiskusikan. "Mulai dari isu dan permasalahan terkait tata kelola KSPN dan pemanfaatan infrastruktur yang telah dibangun," terangnya. Selain itu perlu didiskusikan pula konsep keberlanjutan dalam pengembangan KSPN, dan konsep pengaturan pembagian kewenangan serta tanggung jawab dikarenakan pengembangan KSPN dilakukan secara multi-stakeholder dan multi-sektoral.
Sebelum menutup rapat tersebut, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah II, BPIW, Melva Eryani Marpaung menyampaikan, sebagai tindak lanjut akan dilakukan serangkaian workshop tematik dan kunjungan lapangan untuk membahas lebih detail isu permasalahan tata kelola dan kelembagaan pariwisata. Narasumber yang diundang akan menyesuaikan tematik dari setiap workshop, seperti narasumber Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terutama terkait model kerja sama kawasan lindung, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan terkait pengelolaan aset, dan Kementerian Dalam Negeri terkait pengkoordinasian Pemerintah Daerah. “Hasil dari serangkaian workshop akan dirangkum menjadi rancangan rekomendasi tata kelola dan kelembagaan pemerintah,” terang Melva.
Rapat kali ini menghadirkan narasumber ahli, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dikenal aktif memajukan Pariwisata dan Kebudayaan Indonesia, Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M. Arch., Ph.D, Akademisi Universitas Indonesia (UI) yang juga Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Dr. Andy Simarmata, Akademisi Universitas Tarumanegara, Soerjono Herlambang, perwakilan Direktorat Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian PPN/Bappenas, perwakilan Direktorat Manajemen Strategis, Kemenparekraf/Bapekraf, perwakilan Direktorat Pengembangan Destinasi Regional I, Kemenparekraf/Bapekraf, perwakilan Direktorat Perencanaan Jasa dan Kawasan, Kementerian Investasi/BKPM,
Selain itu hadir juga, Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah II A, Puswil II BPIW, Entatarina Simanjuntak, Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah II B, Puswil II BPIW, Allien Dyah Lestary, Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah II C, Erwin Adhi Setyadhi, Kepala Bagian Hukum, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik, BPIW, Setyo Purnomo serta jajaran subkor dan staf di lingkungan Puswil BPIW.(Ris/Tiara)