Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada bulan Juni-Juli 2022 menggelar kegiatan Bulan Kepatuhan. "Bulan Kepatuhan ini dilaksanakan dengan harapan terselanggaranya budaya patuh dan budaya sadar risiko di BPIW," ungkap Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Nasional (Kapusnas), Benny Hermawan saat membuka Workshop Implementasi Manajemen Risiko di Jakarta, Selasa, 21 Juni 2022.
Rangkaian kegiatan Bulan Kepatuhan yang dilaksanakan terdiri dari internalisasi, workshop dan sharing knowledge terkait manajemen risiko, anti gratifikasi, anti suap, benturan kepentingan, dan sistem pelaporannya. “Tujuan seluruh kegiatan itu untuk memberikan kesadaran, pemahaman, serta kapasitas pelaksanaan kepatuhan intern dan manajemen risiko bagi pegawai di lingkungan BPIW," paparnya.
Diadakannya workshop manajemen risiko pada Bulan Kepatuhan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai manajemen risiko, sehingga akan mendukung peningkatan kinerja di BPIW. Menurut Benny, manajemen risiko perlu dipahami bukan sebagai tujuan melainkan suatu pendekatan untuk mendukung tujuan dan sasaran Kementerian PUPR, terutama BPIW.
“Bagaimana Kementerian PUPR bisa mendukung target-target pemerintahan? Yaitu pada saat setiap fungsi dari unit organisasi bisa berjalan,” terangnya. Ia menambahkan, perlu Langkah identifikasi risiko yang baik dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Ia mencontohkan, seperti tugas terkait mendukung penanganan kemiskinan ekstrem, tugas mengawal tourism development program, tugas menyangkut planning Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW) dan lainnya.
Benny mengatakan, melalui workshop ini peserta bisa membantu mengawal manajemen risiko di masing-masing unit kerja di BPIW. “Kunci dalam manajemen risiko itu minimal ada 3 hal. Pertama, memahami tujuan dan fungsi organisasi. Kedua, kenal dan paham potensi risiko. Ketiga, bagaimana bisa menyusun langkah-langkah mitigasi, agar dapat mereduksi kemungkinan dan dampak atas risiko yang ada,” paparnya.
Ia berharap, manajemen risiko di BPIW jangan hanya untuk menggugurkan kewajiban. “Manajemen risiko perlu dilakukan untuk menjaga marwah BPIW,” terangnya. Benny menambahkan, BPIW juga harus bisa membuat layanan berwujud dan tak berwujud yang dapat dimanfaatkan oleh unor lain di lingkungan Kementerian PUPR.
Pada kegiatan hari pertama diawali dengan mengadakan Pre-test mengenai manajemen risiko kepada peserta workshop, kemudian dilanjutkan pemaparan materi oleh narasumber workshop Implementasi Manajemen Risiko, Ronny Kountur dengan materi Enterprise Risk Management.
Ronny Kountur menyampaikan, hasil penelitian di Inggris mengungkap bahwa manajemen risiko berperan 25% dalam peningkatan kinerja institusi. Tepatnya, dalam segi pencapaian target dan penilaian kinerja. Menurutnya, manajemen risiko dapat memproteksi dari kegagalan, kerusakan, dan kerugian. Manajemen risiko bukan hanya membantu dengan proteksi tetapi juga membantu dalam pengambilan keputusan. Sehingga semua perencanaan bisa terlaksana dengan tepat waktu dan tepat sasaran.
Ia menyampaikan, manajemen risiko di Indonesia masih banyak yang berada di level ‘warning’ belum sampai pada tahap ‘protection’. Menurutnya, saat ini terdapat dua pendekatan dalam manajemen risiko. Yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. “Pendekatan kualitatif bagus digunakan untuk memberikan warning. Tetapi untuk sampai mencapai level protection harus menggunakan pendekatan kuantitatif. Hanya dengan pendekatan kuantitatif manfaat manajemen risiko bisa dirasakan,” jelasnya. Pada kesempatan yang sama narasumber menerangkan tiga cara penanganan risiko dan 8 strategi menangani resiko.
Sementara itu, pada hari kedua workshop diisi dua nara sumber, yakni Kharisma Kholif Viranata dengan materi Risk Management In Public Sector dan Djoko Prihandono dengan materi Governance, Risk, dan Compliance (GRC). Kharisma Kholif mengatakan, harapan setelah mengikuti workshop bisa mengetahui konsep dasar manajemen risiko, memahami peran risk owner, memahami urgensi dalam penerapan manajemen risiko, dan memahami konsep dan peran manajemen risiko. “Risiko selalu ada dan sebuah hal yang belum tentu terjadi. Perlu ada data historis untuk menelaah probabilitas terjadinya risiko,” terangnya. BPIW sebagai risk owner perlu tahu risiko dan harus bisa mengelola risiko dan bertanggungjawab atas risiko-risikonya.
Di tempat yang sama, Djoko Prihandono mengatakan, Governance, Risk, dan Compliance (GRC) awalnya dari sektor korporasi terkait penegakan bisnis yang sehat dan dapat memberikan nilai tambah. “GRC sebagai kemampuan kritis yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi sekaligus mengatasi ketidakpastian dan bertindak dengan selalu memperhatikan sikap integritas, sekaligus pendekatan terpadu dan holistic terhadap organisasi untuk memastikan suatu organisasi bertindak secara etis dan sesuai dengan selera risiko, kebijakan internal dan eksternal,” papar Djoko.
GRC culture, lanjut Djoko, merupakan seperangkat nilai, kepercayaan, pengetahuan tentang GRC yang dimiliki oleh sekelompok orang dalam organisasi yang membantu organisasi mencapai tujuan. “Dalam hal ini manajemen risiko merupakan kombinasi antara budaya, sistem, dan juga proses,” terangnya.
Sebelum workshop ditutup, kegiatan pada hari kedua diakhiri dengan pembagian doorprize kepada 5 peserta yang mendapatkan nilai tertinggi pada Post-test. Kepala Bidang Kepatuhan Intern, Pusnas BPIW, Riska Rahmadia saat penutupan workshop mengatakan, Unit Kepatuhan Intern (UKI) akan mendampingi risk agent dari masing-masing unit kerja, mulai dari menyusun profil risiko sampai dengan pemantauan.
“Tiga hal yang perlu disiapkan dalam mengimplementasikan manajemen risiko. Kita harus memahami sasaran dari masing-masing unor dan unit kerja, memahami risiko, serta memahami bagaimana mitigasi risiko yang tepat,” jelas Riska. Ia berharap, pada agenda selanjutnya akan tetap dihadiri peserta yang sama dari workshop saat ini. (ris/infoBPIW)