Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR melalui Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah I pada Tahun Anggaran 2022 melaksanakan Penyusunan Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW) di Wilayah Sumatera Bagian Selatan (Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Jambi). Sehubungan dengan hal itu dilakukan Rapat Pembahasan Progres Penyusunan RPIW Sumatera Bagian Selatan selama dua hari, 3-4 November 2022 di Jakarta Selatan. Tujuan diselenggarakan rapat ini adalah untuk menjaring masukan dan informasi dalam rangka mempertajam substansi dokumen Rencana Pengembangan Infrastruktur di Wilayah Sumatera Bagian Selatan tersebut.
Kepala BPIW, Rachman Arief Dienaputra mengatakan masukkan dari narasumber untuk mempertajam beberapa hal terutama dalam hal profil infrastruktur, evaluasi kinerja infrastruktur, serta skenario perkembangan yang tepat untuk tiap wilayah.
“Kemudian, kita mempertajam infrastruktur PUPR yang dibutuhkan supaya kawasan yang akan kita dorong bisa berkembang sebagaimana harapan kita dan kita juga harus memperhatikan arahan Bapak Menteri PUPR bahwa perencanaan infrastruktur yang dibuat bisa dilaksanakan,” tuturnya pada hari pertama kegiatan tersebut, Kamis, 3 November 2022.
Ia juga menekankan agar BPIW konsisten dalam membuat perencanaan dan pemrograman, harus tahu dengan pasti apa yang dibutuhkan di suatu wilayah. Menurut Arief, sebagai produk BPIW, RPIW ini harus terus didiskusikan dengan semua stakeholder, mulai dari tahap penyusunan hingga saat menjadi dokumen perencanaan dan pemrograman. “Dialog itu harus kita lakukan dengan semua stakeholder untuk memperkenalkan produk kita dan harus terus diperbaiki bila ada yang kurang,” ucapnya.
Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah I BPIW, Hari Suko Setiono menambahkan RPIW sudah memiliki payung hukum yakni Peraturan Menteri PUPR Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perencanaan dan Pemrograman Pembangunan Infrastruktur PUPR. “BPIW diamanatkan menyusun RPIW dan berlaku selama 10 tahun. RPIW ini dijadikan sumber acuan untuk menyusun program tahunan yang didalamnya ada rencana aksi atau memorandum program,” tutur Hari Suko. Ia berharap RPIW Sumatera Bagian Selatan itu sudah selesai akhir November ini dan dapat bermanfaat dan digunakan stakeholder terkait.
Kegiatan yang dimoderatori Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah I.B Sosilawati ini berisi paparan tim penyusun dan review dari narasumber terhadap Dokumen Teknokratik RPIW di Wilayah Sumatera Bagian Selatan, khususnya pada Bab Isu Strategis Wilayah, Skenario Pengembangan Wilayah, Analisis Kebutuhan Infrastruktur dalam penyusunan RPIW.
Narasumber dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ir. Andi Oetomo, M.PL memberikan beberapa review atau masukan antara lain bahwa mengingat RPIW merupakan perencanaan untuk 10 tahun ke depan, maka RPIW harusnya merupakan dokumen perencanaan pengembangan infrastruktur PUPR yang terpadu dengan infrastruktur non-PUPR utama lainnya. Oleh karena itu, menurutnya dokumen RPIW harusnya merupakan hasil dari proses Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi (KIS).
Selain itu menurut Andi, tahapan RPIW akan melampaui akhir masa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Oleh karena itu target-target tujuan dan sasaran akhir RPIW harus diset menindaklanjuti target-target ukuran kinerja pencapaian akhir Renstra PUPR, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan RPJPD sekaligus. Pengukuran kinerja RPIW juga harus dipastikan logical modelnya berbasiskan outcome.
Narasumber lainnya, yakni Ir. Iman Soedradjat, MPM praktisi yang merupakan Co-Team Leader Project Management Unit (PMU) di Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Barat (RIMBA). Iman juga memberikan beberapa masukan. Menurutnya penyusunan RPIW dapat juga melihat kebijakan yang dilakukan pemerintah seperti mengenai ekonomi hijau (Green Development).
Dijelaskannya, Ekonomi Hijau adalah sebuah rezim ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial. Ekonomi hijau ini terdapat di RPJMN dan telah disampaikan Presiden RI.
Proyek ini menurutnya disebut proyek Perwujudan Ekonomi Hijau dan Pelestarian Koridor Ekosistem melalui Investasi Modal Alam, Konservasi Biodivercity dan Pengurangan Emisi dari Lansekap Alam di tiga provinsi tersebut yang disebut RIMBA.
Sehubungan dengan hal itu menurutnya perlu disiapkan infrastruktur hijau terutama untuk jalan dan tata air. “Informasi detail mengenai kebencanaan, kerawanan daerah, demografi, kemiskinan, masyarakat adat. keanekaragaman hayati, kerusakan hutan, dan bahaya kebakaran, juga diperlukan,” ungkapnya.
Kemudian, narasumber dari Akademisi dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Bakti Setiawan, MA., Ph.D juga memberikan beberapa review atau masukan. Baginya RPIW merupakan terobosan pragmatis yang punya peluang besar, sejauh tidak menjerat efektifitas implementasinya dan isu sinergitas dengan sektor lain menjadi kunci keberhasilanya. Ia juga melihat pembangunan adalah juga proses ‘politik’, oleh karenanya Kementerian PUPR khususnya BPIW harus mempunyai kapasitas ‘berpolitik’ untuk memastikan kemanfaatan dan sinergitas pembangunan infrastruktur.
Ia juga menilai isu dampak lingkungan sangat penting, untuk itu perlu dicek Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan dokumen ‘payung’ yang akan menjadi rujukan RPIW. RPIW diharapkan bisa memasukkan konsep-konsep terkait Green Infrastructure, Nature Based Solution, serta Land Value Captured (LVC). Kegiatan tersebut diikuti juga Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah IA, Melva Eryani Marpaung, Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah I.C, Zaldy Sastra, para subkoordinator di wilayah Sumatera bagian selatan, dan tim penyusun RPIW. (Hendra/Tiara/infobpiw)