Insinyur Punya Peluang Meningkatkan Daya Saing Indonesia di Era MEA

Layanan Informasi BPIW     |     04 May 2016     |     10:05     |     1202
Insinyur Punya Peluang Meningkatkan Daya Saing Indonesia di Era MEA

Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) saat ini, menjadi peluang bagi insinyur untuk meningkatkan daya saing Indonesia, dan memberikan nilai tambah terhadap kemandirian teknologi.

 

Demikian disampaikan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Hermanto Dardak, yang juga sekaligus sebagai Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) pada  Forum Kajian Kebijakan Luar Negeri dengan tema “Strategis Tenaga Profesional Indonesia Menghadapi MEA” di Universitas Indonesia, Selasa (3/5).

 

Lebih lanjut dikatakannya bahwa banyak peluang yang dapat dimanfaatkan dari masuknya MEA ke Indonesia, seperti dari aliran bebas barang, aliran bebas sektor jasa, aliran bebas investasi, aliran modal lebih bebas, dan arus bebas tenaga kerja terampil. Ia juga menyatakan, MEA juga membuka kerjasama pembangunan infrastruktur sesuai standar ASEAN, maka dari itu seluruh produk keinsinyuran di Indonesia harus dapat dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban dapat berupa suatu produk keinsinyuran yang harus memiliki register dari PII.

 

Dardak mengakui, salah satu tantangan insinyur di Indonesia dalam menghadapi MEA saat ini adalah rendahnya minat mahasiswa Indonesia dalam mengeyam pendidikan teknik, dimana calon insinyur Indonesia hanya 15%. Prosentase ini  cenderung lebih rendah dibanding dengan Malaysia yang mencapai 24% dan Vietnam yang mencapai 25%.

 

Dalam menjawab tantangan tersebut, menurut Dardak perlu ditambahnya supply sarjana teknik dengan demand insinyur yang harus diperbesar. Artinya, tantangan insinyur harus dikembangkan baik dari segi investasi asing dan industri berbasis subsitusi impor untuk memaksimalkan peran insinyur, dan penelitian serta pengembangan keinsinyuran harus menjadi sistem yang berkelanjutan.

 

“Sebagai tindak lanjut, perlu ada kesepahaman outcome untuk kemaslahatan masyarakat dan keinsinyuran nasional, serta untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Proses alih ilmu dan teknologi perlu dirancang berdasarkan kebutuhan nasional termasuk kebutuhan di daerah,” tutur Dardak.

 

Acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri ini dimaksudkan sebagai sarana mendapatkan berbagai masukan yang konkrit dan aplikatif dari kalangan asosisasi, para profesional, akademisi, dan media. Kegiatan ini juga dihadiri instansi terkait perumusan kebijakan luar negeri Republik Indonesia dalam kerangka MEA. (INI/InfoBPIW)

 

 

Bagikan / Cetak:

Berita Terkait: