Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengembangan Infrastruktur dan Wilayah (BPIW) memastikan bahwa aspek lingkungan hidup menjadi salah satu faktor penting dalam pengembangan infrastruktur PUPR. Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kehutanan (KLHK) dan BPIW di ruang rapat utama BPIW, Jakarta, Kamis (26/1).
Rapat dihadiri Kepala BPIW, Rido Matari Ichwan beserta jajarannya. Sementara itu hadir juga Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, KLHK, Laksmi Wijayanti.
Rido mengatakan, BPIW sebagai unit organisasi yang bertanggung jawab dalam menterpadukan pengembangan infrastruktur PUPR dengan pengembangan kawasan senantiasa memperhatikan dan mempertimbangkan aspek lingkungan hidup agar pembangunan yang dilakukan dapat mendukung terciptanya lingkungan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, dalam penyusunan masterplan dan development Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) maupun kawasan perkotaan dan perdesaan telah disetai dengan analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Dinamika yang terjadi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan hendaknya disertai dengan penerapan peraturan yang sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, KLHK, Laksmi Wijayanti mengungkapkan, perlunya mengadopsi green infrastructure dalam pembangunan infrastruktur khususnya di sektor PUPR. Penerapan konsep ini ditujukan agar adanya infrastruktur tidak berdampak pada penurunan kualitas lingkungan yang saat ini sudah semakin memprihatinkan. Seringkali para pengembil kebijakan tidak memikirkan kondisi di masa transisi antara pembangunan infrastruktur dan periode pemulihan lingkungan pasca pembangunan.
KLHK saat ini sedang menyiapkan rancangan peraturan pemerintah tentang instrument ekonomi lingkungan sebagai turunan dari UU No, 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Instrumen ekonomi lingkungan mencakup, (1) Perencanaan Pembangunan dan Kegiatan Ekonomi, (2) Pendanaan dan (3) Intensif dan distributif.
Instrumen ini dikembangkan agar dalam konteks perlindungan dan pengelolaan lingkungan ada pengaturan dalam kompensasi maupun jaminan terhadap para pengembangan maupun pemda.
Sekretaris BPIW, Dadang Rukmana menambahkan bahwa pembangunan infrastruktur tidaklah berarti merusak lingkungan hidup. Di Negara-negara maju reklamasi juga dikembangkan sebagai solusi terhadap keterbatasan lahan. Adanya pembangunan Infrastruktur justru agar kemudian lingkungan kita lebih tertata dan sustainable.
Beliau menambahakan, KLHK perlu adaptif terhadap dinamika yang terjadi di lapangan. Selama ini sektor kehutanan terlalu terpaku pada kewenangan penetapan kawasan hutan yang seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan pembangunan.
Sebagai penutup, Rido menyampaikan perlunya sosialisasi terhadap peraturan perundang-undangan sektor lingkungan hidup dan kehutanan kepada para perencana di lingkungan BPIW. Sosialiasi tersebut juga dapat dikemas dalam bentuk pelatihan dan sertifikasi ahli lingkungan yang tentunya sangat bermanfaat bagi peningkatan kapasitas pegawai BPIW.(ind/ris/infobpiw)