Guna mendukung pengendalian gratifikasi, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR menggelar sosialisasi mengenai anti gratifikasi dan pengendaliannya, whistlebowing system, dan praktik benturan kepentingan, serta Sistem Pengelolaan Pengaduan Publik Nasional (SP4N) LAPOR!. Sosialisasi yang dilakukan ini menurut Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Wilayah Nasional BPIW, Benny Hermawan, sebagai bentuk komitmen BPIW dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Menurut Benny di BPIW telah dibentuk Tim Unit Pengendali Gratifikasi Tahun 2021-2024 yang didasari pada Surat Keputusan Kepala BPIW Nomor 12/KPTS/KW/2021. Tim Pengarah Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) terdiri dari Ketua Pengarah UPG yakni Ketua BPIW dan sebagai Sekretaris UPG adalah Sekretaris BPIW. Sedangkan anggota Tim Pengarah UPG adalah Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Wilayah Nasional, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah I, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah II, dan Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah III.
“Kita sama-sama belajar memperbaiki keadaan yang ada. Kita terus berupaya beradaptasi untuk membangun budaya anti gratifikasi,” tuturnya saat membuka kegiatan tersebut, Senin, 6 September 2021.
Saat memberikan sosialisasi, Inspektur VI Itjen Kementerian PUPR Yusuf Hariagung, menjelaskan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yang ditujukan kepada ASN maupun penyelenggara negara. Bentuk gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, fasilitas hotel, dan lain-lain.
Gratifikasi yang wajib dilaporkan menurutnya yang memenuhi unsur berupa penyelenggara negara atau pegawai negeri, menerima pemberian, dan berhubungan dengan jabatan, berlawanan dengan tugas dan kewenangannya.
Sedangkan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan beberapa diantaranya adalah pemberian kepada keluarga selama tak ada kaitannya dengan pekerjaan, manfaat dari organisasi maupun koperasi yang berlaku umum, perangkat seminar, konferensi, pelatihan yang berlaku umum, dan cenderamata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan kedinasan dan bukan untuk individu, serta penghargaan berupa barang/uang sebagai prestasi kinerja.
Mengenai praktik benturan kepentingan menurutnya adalah suatu kondisi dengan pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas. Sumber penyebab benturan kepentingan adalah penyalahgunaan wewenang, perangkapan jabatan, hubungan afiliasi, gratifikasi, dan kelemahan sistem organisasi.
Beberapa hal untuk mengendalikan benturan kepentingan diantaranya adalah mengesampingkan kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugas jabatan dan penarikan diri dari proses pengambilan keputusan, mutasi pegawai ke jabatan lain yang tidak ada benturan kepentingan, dan pengunduran diri dari jabatan yang menyebabkan terjadinya benturan kepentingan.
Yusuf juga menyampaikan mengenai whistleblowing system. Menurutnya sistem ini merupakan sistem penanganan pengaduan dari internal maupun eksternal dengan bukti yang relevan atas terjadinya pelanggaran. “Whistleblowing system ini bertujuan untuk deteksi pelanggaran dan menindaklanjuti pelanggaran. Manfaatnya untuk mencegah pelanggaran,” ucapnya.
Hak yang diberikan bagi pelapor adalah perlindungan atas keamanan dan bebas dari ancaman, memberikan keterangan tanpa tekanan, dan perlindungan atas kerahasiaan identitas dan kerahasiaan penanganan proses pelaporan. Sedangkan kewajiban pelapor antar lain melengkapi laporan, melengkapi bukti laporan, dan menjaga kerahasiaan laporan.
Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber lain yakni Analis Kebijakan Muda atau Sub Koordinator SP4N Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Rosikin. Dijelaskannya bahwa prinsip dari SP4N adalah untuk mendorong no wrong door policy yang menjamin hak masyarakat agar pengaduan dari manapun dan jenis apapun disalurkan kepada penyelenggara pelayanan publik yang berwenang. Tujuannya adalah penyelenggaran dapat mengelola pengaduan secara sederhana, cepat, tepat, tuntas, dan terkoordinasi. Tujuan lainnya adalah penyelenggaran memberikan akses masyarakat untuk berpartisipasi, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Ia juga menyampaikan bahwa berdasarkan data yang masuk di SP4N-LAPOR! tahun 2021 untuk Kementerian PUPR mencapai 357 laporan. Topik terbanyak yang masuk ke sistem tersebut soal infrastruktur jalan, perumahan terkait subsisi dan rumah susun, permukiman, dan bendungan.
Dijelaskannya juga bahwa klasifikasi laporan berupa aspirasi, pengaduan berkadar pengawasan, pengaduan tidak berkadar pengawasan, permintaan infromasi, dan whistleblowing system. Rata-rata tindak lanjut laporan yang masuk menurutnya mencapai lima hingga tujuh hari. Sosialisasi pengendalian gratifikasi, whistleblowing, benturan kepentingan dan SP4N LAPOR! diikuti seluruh unit kerja di BPIW. (Hen/infobpiw)