BPIW Kementerian PUPR kembali menggelar sosialisasi regulasi turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK). Untuk sosialisasi series II ini menghadirikan Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I, Ditjen Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN, Reny Windyawati serta Subkoordinator Penyusunan Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dan Bimbingan Teknis Rumah Susun, Ditjen Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR, Manda Machyus yang dilaksanakan secara video confrence (vicon), Selasa, 30 Maret 2021.
Saat membuka acara, Kepala Bidang Keterpaduan Program, Pusnas, BPIW Kementerian PUPR, Zevi Azzaino mengatakan, sosialisasi perlu dilaksanakan karena turunan UU CK merupakan kebijakan yang baru. Menurutnya, regulasi tersebut perlu dipahami internal BPIW mengingat BPIW memiliki peran dalam perencanaan dan pemrograman yang berbasis pengembangan wilayah.
Sementara itu, Reny Windyawati memaparkan, saat ini yang terkait Agraria dan Tata Ruang (ATR) telah ada 5 peraturan pemerintah (PP) yang sudah terbit sebagai turunan dari UU CK. "Kelima PP yang berkaitan dengan PUPR adalah pengadaan tanah, penertiban kawasan dan tanah terlantar, hak atas tanah dan satuan rumah susun, bank tanah, dan PP penyelenggaraan tata ruang," papar Reny.
Ia menjelaskan, PP tentang penyelenggaraan penataan ruang sebelumnya PP No. 15 tahun 2010 menjadi PP No. 21 tahun 2021. Menurutnya, esensi dari UU CK adalah memberikan kemudahan investasi dan berusaha. "Di dalamnya, azas yang dipakai adalah pemerataan hak, kepastian hukum dan lainnya. PP No. 21 tahun 2021 ini adalah turunan dari penyederhanaan persyaratan dasar, sehingga PP ini akan menyederhanakan izin penataan ruang," terangnya.
Menurutnya, pengalaman yang lalu proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) memakan waktu lama 5 hingga 6 tahun. "Saat ini pun ada 8 kabupaten/kota yang tidak ada RTRW-nya. Untuk menjaga kualitas, akan dilaksanakan bimbingan teknis dan konsultasi dalam penyusunannya," terangnya.
Sebelum masuk ke proses konsultasi perlu sudah sesuai dengan teknis peraturan yang diterbitkan. Kemudian, harus mengikuti standar yang ada di pedoman database. "Adanya standar database karena semua rencana tata ruang harus masuk online system, sehingga butuh kerjasama yang baik dengan pemda agar kualitasnya lebih baik," paparnya.
Kemudian, ada Inspektur Pembangunan yang bertugas di lapangan apakah ada yang menyalahi standar. "Misalnya, dalam pelaksanaan RTRW sudah sesuai, tapi jika dilihat lebih detail ternyata suatu jalan tidak ada drainasenya. Jadi inspektur pembangunan ini tugasnya untuk mengawasi hal tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Manda Machyus memaparkan, dari UU CK muncul regulasi turunan 8 substansi terkait rumah susun, salah satunya adalah jenis dan pemanfaatan rumah susun. Jenis rumah susun ada empat, yaitu Rumah susun umum, bisa milik atau sewa. Bantuan dan kemudahannya diberikan dari pemerintah. “Rumah susun khusus, rumah susun yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan khusus, baik untuk mahasiswa, santri, dampak bencana dan lainnya,” terangnya.
Ia menambahkan, rumah susun negara dipergunakan untuk menunjang tugas fungsi negara seperti Polri, ASN dihuni selama masa jabatan. Rumah susun komersial diperuntukkan untuk yang dibangun untuk memenuhi keuntungan, sehingga ada unsur bisnis seperti apartemen dan lainnya.
Kemudian, Manda mengatakan, terkait penyediaan rumah susun umum kewajiban pelaku pembangunan rusun komersial untuk menyediakan rusun umum minimal 20% bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dapat dilakukan dalam satu kawasan atau tidak dalam satu kawasan namun tetap dalam kabupaten kota yang sama, pelaku pembangunan dapat melaksanakan sendiri pembangunan rusun umum atau mengkorvensi dengan dana yang dserahkan pada Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3), serta perhitungan besaran dana konversi ditetapkan berdasarkan Kepmen PUPR yang sedang disusun.
Selain itu, ada izin rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun umum serta pengubahannya. “Pengajuan IMB untuk pembangunan rusun harus dilengkapi izin rencana fungsi dan peman¬faataannya,” terangnya.
Kemudian, standar pembangunan rumah susun umum, ada standar terdiri dari persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan ekologosi serta pengaturan lebih lanjut mengacu pada standar teknis bangunan gedung.
Ia mengatakan, ada juga pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun umum. Menurutnya, dalam rangka meningkatkan produktivitas tanah wakaf, muncul norma yang diatur mengenai pendayagunaan tanah wakaf untuk rusun umum. “Dilakukan secara sewa sesuai dengan prinsip syariah,” terangnya.
Manda juga mengatakan, ada terkait pemisahan rumah susun umum, standar pelayanan minimal, penguasaan rumah susun, bentuk dan tata cara penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS), bentuk dan tata cara penerbitaan Sertifikat Kepemilikan Bangunan (SKBG), penyewaan pada rumah susun negara dan lainnya.(ris/infoBPIW)