Sejumlah isu wilayah dan perkotaan yang masih mengemuka di Tanah Air, antara lain; kesenjangan, belum terpenuhinya Standar Pelayanan Perkotaan (SPP), rendahnya daya saing kota serta belum optimalnya pengelolaan perkotaan.
Demikian dipaparkan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Rido Matari Ichwan saat membuka "Audiensi Strategi Pembangunan Perkotaan Indonesia" di Kantor BPIW, Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (19/7).
Dalam pertemuan tersebut hadir tokoh perkotaan yang juga mantan Menteri Pekerjaan Umum periode 1998-1999, Rachmadi Bambang Sumadhijo, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian PU, Agus Wijanarko, mantan Dirjen Pembiayaan Perumahan, Maurin Sitorus serta seluruh perwakilan unit organisasi (Unor) di Kementerian PUPR.
Rido mengatakan, untuk dapat menyelesaikan isu-isu perkotaan memang diperlukan mendengar dari banyak kalangan. “Termasuk para senior yang telah berpengalaman menangani isu-isu perkotaan,” terangnya.
Saat ini, Rido menerangkan, banyak kebijakan dan konsep pembangunan perkotaan. “Seperti arahan pengembangan perkotaan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UU 26 tahun 2007,-red) dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (UU 23 tahun 2014,-red),” ungkap Rido.
Kemudian arahan pengembangan perkotaan dalam Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Kemudian arahan kebijakan, strategi, dan rencana pengembangan perkotaan di dalam Peraturan Pemerintah (PP) rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN).
Selain itu, ada Kebijakan, Strategi, dan Rencana Pengembangan Perkotaan di dalam Perpres Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Perpres 2/2015 tentang RPJMN)
“Kemudian, Kebijakan dan Strategi Pembangunan Perkotaan Nasional 2015-2045 (KSPPN), Rencana Strategis Kementerian PUPR sampai pengembangan infrastruktur PUPR di Kawasan Perkotaan berdasarkan Konsep Kota Cerdas Berkelanjutan,” terangnya Rido.
Dari arahan, kebijakan dan konsep pembangunan perkotaan tersebut, lanjut Rido, pada akhirnya diperlukan strategi pembangunan perkotaan terencana dan implementatif, agar isu perkotaan secara perlahan dapat diselesaikan.
Di tempat sama, Mantan Menteri Pekerjaan Umum periode 1998-1999, Rachmadi Bambang Sumadhijo mengatakan, saat ini dalam menyelesaikan masalah perkotaan perlu diutamakan adalah desentralisasi dari pusat ke daerah dalam pengelolaan wilayah. “Desentralisasi harus dilakukan, karena pemerintah pusat akan kesulitan kalau harus eksekusi sampai pengawasan di seluruh daerah,” terangnya.
Rachmadi mengatakan, hal utama adanya desentralisasi tersebut agar terwujudnya sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan kota.
“Selain itu tata kelola itu, hal yang harus dijaga adalah jangan sampai pemerintah daerah didrive (dikendalikan,-red) oleh pengembang,” terangnya. Menurut Rachmadi, jika pemerintah daerah dapat dikendalikan pengembang, hal yang terjadi adalah pembangunan merugikan masyarakat kecil. Sebab, karakter pengembang hanya mencari peluang keuntungan.
Hal senada diungkapkan, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian PU, Agus Wijanarko. Ia berpendapat, aturan yang berimbang kepada pengembangan dapat menjadi salah satu solusi dalam penataan kota yang lebih baik.
“Selama ini pengembang memang kerap peduli terkait keuntungannya. Bahkan, malah menambah kesenjangan antara yang miskin dan kaya. Sebut saja kasus di kawasan Karawaci, banyak masyarakat kecil di lingkungan perumahan-perumahan elite itu kesulitan mendapat air minum. Padahal, perumahan-perumahan elite yang dibangun pengembang memiliki air bersih yang berlebih,” paparnya.
Mantan Dirjen Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Maurin Sitorus mengatakan, aturan-aturan pembangunan yang dilakukan pengembang memang perlu mendapat perhatian lebih. Pasalnya, untuk persoalan permukiman di perkotaan kerap dipicu oleh pengembang.
Ia mencontohkan, banyak masyarakat korban penggusuran tidak mendapatkan keuntungan dari kebijakan subsidi perumahan dan uang ganti lahan. Pasalnya, lokasi rumah subsidi yang didapat korban penggusuran posisinya berada jauh dari tempat kerjanya.“Akhirnya uang ganti rugi dan subsidi perumahan, kurang memberi dampak positif karena dampak ongkos dari rumah ke tempat kerja yang jauh,” terang Maurin.
Sementara itu, Sekretaris BPIW Kementerian PUPR, Firman Napitupulu mengatakan, aturan dan pengawasan terhadap pengembang memang perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan pusat dalam rangka meminimalisir persoalan perkotaan.
Di tempat sama, Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, BPIW Agusta Ersada Sinulingga mengatakan, untuk mewujudkan kawasan perkotaan yang aman, nyaman, layak huni, berkelanjutan dan berdaya saing diperlukan strategi pembangunan perkotaan yang efektif dan implementatif.
“Adanya audiensi yang dihadiri seluruh perwakilan Unor di Kementerian PUPR ini, diharapkan dapat berkembang menjadi diskusi di masing-masing Unor serta menghasilkan strategi-strategi terbaik di sektornya untuk mendukung pembangunan perkotaan di Tanah Air,” terang Agusta.
Sebelum acara ditutup, para pembicara mendapat Dua buku perencanaan kota, yaitu buku “Panduan Internasional tentang Perencanaan Kota dan Wilayah: Kumpulan Praktik-praktik Inspiratif” (Terjemahan dari Guidelines on Urban Territorial Planning: Towards a Compendium of Inspiring Practices) dan “Penataan Kota Bagi Para Pemimpin Daerah” (Terjemahan dari Urban Planning fot City Leader) yang diterbitkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). (ris/infoBPIW)