
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) memiliki peran penting dalam pembangunan infrastruktur nasional. Pasalnya, BPIW berperan untuk memastikan keterpaduan pembangunan infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Dengan pembangunan yang terpadu, akan membuat belanja infrastruktur yang dilakukan negara menjadi efektif dan efisien," ungkap Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPIW Kementerian PUPR, Lana Winayanti dalam Orientasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (7/2).
Dalam sesi yang dimoderatori Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Strategis BPIW, Hadi Sucahyono ini hadir juga pembicara, Widyaiswara Utama BPIW, Rido Matari Ichwan.
Lana menjelaskan, tugas BPIW sesuai Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 yakni melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR.
Dengan begitu, BPIW berfungsi melakukan penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur di bidang PUPR. Salah satunya menerpadukan pembangunan infrastruktur Bina Marga, Sumber Daya Air, Cipta Karya, Perumahan dengan prioritas nasional sektor lain, seperti intermoda pelabuhan, bandar udara dan lainnya.
"Kemudian melakukan penyusunan strategi keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR," terangnya. Selain itu, melakukan pelaksanaan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR.
Termasuk, lanjut Lana, pemantauan, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan keterpaduan rencana dan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR. "Selain itu, pelaksanaan administrasi BPIW serta fungsi lain yang diberikan oleh Menteri PUPR," papar Lana.
Hingga saat ini BPIW telah melakukan berbagai kegiatan, seperti penyusunan dan review Rencana Strategis (Renstra) PUPR 2015-2019, penyusunan rencana pengembangan infrastruktur terpadu di kawasan strategis, antarkawasan strategis (WPS) dan Kawasan perkotaan/perdesaan.
"Kemudian penyusunan, sinkronisasi, dan pembahasan program pada kegiatan Pra Konsultasi Regional (Pra Konreg) dan Konreg Kementerian PUPR," terang Lana.
Ada juga penyiapan Integrated Tourism Master Plan di 3 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yakni Danau Toba, Borobudur, dan Lombok/Mandalika. Kemudian, penyiapan dan koordinasi pengembangan kota baru, seperti Kota Baru Maja.
"Termasuk penyiapan inkubasi pengembangan kawasan, contohnya pembangunan pilot project Anjungan Cerdas. Serta ada juga penyiapan Policy Brief untuk isu-isu strategis pengembangan wilayah,” jelasnya.
Terkait struktur organisasi BPIW, Lana menerangkan, BPIW dipimpin Kepala BPIW dibantu Sekretaris BPIW dan 4 Pusat. "Pusat 1, Pusat Perencanaan Infrastruktur PUPR, Pusat 2, Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan PUPR, Pusat 3, Pusat Pengembangan Kawasan Strategis serta Pusat 4, Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan," papar Lana.
Untuk Sumber Daya Manusia (SDM) BPIW, saat ini terdapat 167 Pegawai Negeri Sipil (PNS), 168 orang staf profesional non-PNS atau kontrak individual (KI) serta 100 orang tenaga pendukung non-PNS seperti pramubakti, satpam, sekretaris dan sopir.
Menurutnya, berdasarkan analisis beban kerja (ABK) kebutuhan pegawai BPIW yaitu sebanyak 303 orang, sehingga, terdapat selisih kebutuhan PNS sebanyak 127 orang. Adapun kekurangan PNS BPIW tersebut ditutupi oleh staf profesional sebanyak 168 orang.
Lana juga menjelaskan, hingga awal tahun 2018 ini produk yang telah dihasilkan BPIW antara lain, Renstra PUPR 2015-2019, Rencana Induk Pulau/Kepulauan, Dokumen Master Plan/Development Plan (MPDP), Kawasan Strategis, Kawasan Perkotaan, dan Kawasan Perdesaan, Inkubasi Kawasan dengan Pilot Project Anjungan Cerdas, Program Jangka Pendek dan Program Tahunan serta Evaluasi Keterpaduan, Sistem Informasi, Website, Buletin dan lainnya.
Di tempat yang sama, Rido Matari Ichwan mengatakan, dalam mewujudkan sasaran pembangunan infrastruktur PUPR 2015-2019, BPIW Kementerian PUPR melakukan inovasi pendekatan yang berbasis kewilayahan atau yang dikenal Wilayah Pengembangan Strategis (WPS).
Saat ini, terang Rido, seluruh wilayah yang ada di Indonesia semuanya sudah terkelompokan menjadi 35 WPS. Penerapan metode WPS tersebut dilakukan untuk mendapat prioritas wilayah strategis. “Salah satu tujuannya agar wilayah strategis yang disentuh pengembangan infrastruktur PUPR, memberi efek berantai yang dapat mendukung percepatan berkembangnya wilayah-wilayah di sekitarnya,” papar Rido.
Ia juga mengakui, saat ini masih terdapat kesenjangan antara kemampuan dan kebutuhan anggaran negara dalam pembangunan infrastruktur PUPR. Sehingga, dalam belanja infrastruktur diperlukan strategi, supaya pengembangan infrastruktur yang dilakukan benar-benar efektif dan efisien dan memberi efek berantai pada pengembangan wilayah.(ris/infoBPIW)