BPIW dan BPTJ Lakukan Koordinasi Pengembangan Infrastruktur Kawasan Jabodetabek

Layanan Informasi BPIW     |     05 Aug 2016     |     03:08     |     963
BPIW dan BPTJ Lakukan Koordinasi Pengembangan Infrastruktur Kawasan Jabodetabek

Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR melakukan koordinasi dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), terkait Program dan Kegiatan Pengembangan kawasan Jabodetabek, di Gedung BPIW, Kamis (4/8).   Pada rapat  tersebut, Kepala BPIW, Hermanto Dardak mengungkapkan bahwa saat ini instansinya sedang merancang development plan, untuk mengurai permasalahan kawasan perkotaan, khususnya Jabodetabek.

Konsep yang digunakan dalam mengurai permasalahan di kawasan ini adalah  simple rules tentang perkotaan, seperti fungsi pelayanan perkotaan yang dibagi menjadi dua bagian yakni ke dalam sebagai human scale dan ke luar sebagai network cities. “Target restorasi perkotaan adalah menuju kota yang yang aman, sehat, berkeselamatan, dan estetik,” jelas Dardak.

Lebih lanjut Dardak menjelaskan mengenai arahan rencana pengembangan sistem konektivitas di Kawasan Cikarang – Bekasi – Laut (CBL), dimana saat ini sedang dalam rencana pembangunan Jalan Tol Cikarang – Cibitung – Tanjung Priok sepanjang 28,15 km, dan Cilincing – Tanjung Priok sepanjang 11,5 km, serta  Cijago – Cibitung – Cilincing sepanjang 58,75 km.

Selain itu Kementerian PUPR mendukung rencana pembangunan jalur Kereta Api Double Double Track (DDT) Cikarang – Manggarai – Tanjung Priok, masterplan pengembangan terpadu pesisir Jakarta berupa NCICD, dan rencana pengembangan Waterways CBL oleh Pelindo.

“Cikarang merupakan kawasan industri terbesar di Indonesia yang perlu difasilitasi berupa sarana dan pra sarana, dengan memadukan pengembangan wilayah dengan market driven untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan,” tutur Dardak.

Terkait dengan menjamurnya permukiman kumuh di wilayah Utara Jakarta, menurut Dardak Kementerian PUPR saat ini fokus dalam pengembangan Kota Baru Publik Kemayoran dengan konsep compact city. “Rumah susun yang berada di Kemayoran dalam waktu dekat ke depan akan digunakan untuk penyelenggaraan PON dan selanjutnya akan digunakan sebagai permukiman masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR,” ucap Dardak.

Dalam kesempatan itu, Dardak juga menyampaikan bahwa selain Kemayoran, juga dikembangkan Kota Baru Publik Maja. Dikatakannya bahwa  pada tanggal 27 Juni lalu, Kementerian PUPR bersama pemerintah daerah dan pengembang melakukan penandatanganan kesepakatan bersama pengembangan kota baru publik tersebut.

Pengembangan Maja menggunakan konsep pertumbuhan Kota Satelit Mandiri, dimana akan diupayakan tersedianya sistem permukiman perkotaan berimbang dengan komposisi 1:2:3. Dalam komposisi tersebut pembangunan satu unit rumah mewah oleh pengembang, harus diikuti dengan pembangunan dua unit rumah menengah, dan tiga unit rumah sederhana bagi MBR.

Saat ini menurut Dardak, BPIW sedang menyusun development plan pengembangan Maja. Dalam development plan tersebut memuat beberapa hal, diantaranya jalan akses menuju Maja dari Pamulang ke Rangkasbitung sepanjang 58,35 kilometer sebagai akses utama yang linier dengan rencana Jalan Tol Serpong-Balaraja, serta jalur Kereta Api Jakarta-Maja, yang menggunakan rel ganda. "Pengembangan Maja juga akan menerapkan Transit Oriented Development atau TOD dengan basis ekonomi yang mampu mendukung kawasan industri di Balaraja, Cikupa, Jayanti, dan Cikande serta Kawasan Agro Industri," ujar Dardak.

Dikatakannya juga bahwa perekonomian Indonesia saat ini 74% berasal dari kawasan perkotaan dan lebih dari 20% berasal dari Jabodetabek. Di lain sisi, kawasan perkotaan seperti Jakarta saat ini sedang mengalami urban sprawl yang dapat menyebabkan banyak permasalahan di Jabodetabek, khususnya DKI Jakarta. Salah satu permasalahan yang timbul adalah menjamurnya permukiman kumuh di Kota Jakarta sebagai akibat dari adanya fenomena urbanisasi dan ketidakmampuan pelayanan kota untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk. Selain itu, Jabodetabek juga dihadapkan dengan persoalan transportasi. Ia berharap dengan dukungan berbagai program dari Kementerian PUPR dapat mengatasi permasalahan tersebut. 

Kepala BPTJ, Elly Sinaga menambahkan saat ini penggunaan angkutan umum mencapai 60% dari total pergerakan orang. Elly mengatakan, BPTJ telah merancang sembilan pilar yang menjadi Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Kesembilan pilar RITJ tersebut meliputi, keselamatan dan keamanan trasnportasi, transportasi ramah lingkungan, jaringan prasarana, sistem transportasi berbasis jalan, dan sistem transportasi berbasis rel. Selanjutnya,  manajemen rekayasa dan pengawasan lalu lintas, sistem transportasi terintegrasi, sistem pembiayaan dan keterpaduan transportasi serta tata ruang.

“Pada rapat koordinasi ini, ada beberapa hal yang perlu dikoordinasikan antara BPTJ dengan BPIW, diantaranya dukungan pembangunan infrastruktur terkait rencana pembangunan konektivitas di Jabodetabek, seperti Terminal Baranangsiang di Bogor, pembangunan Cikarang Light Rail Transit, pembangunan rel kereta Commuter Line menuju Bandara Soekarno Hatta, rencana TOD di DKI Jakarta dan rencana pembangunan jaringan Bus Rapid Transit,” tutur Elly.

 

Untuk rencana pembangunan TOD dibagi menjadi tiga  wilayah yaitu TOD maksimum, TOD Medium dan TOD Minimum. TOD maksimum meliputi Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Blok M dan Stasiun Dukuh Atas. TOD Medium meliputi Senayan, Istora dan Bendungan Hilir. Sedangkan TOD Minimum adalah Haji Nawi, Blok A, Sisisngamangaraja dan Setiabudi. Rapat tersebut dihadiri oleh pejabat dari BPTJ, BPIW, Bappeda Depok, dan Bogor.  (INI/InfoBPIW)

Bagikan / Cetak:

Berita Terkait: