Pra-Rakorbangwil 2025 Hari Terakhir Bahas PN 6 dan PN 8: Pemerataan Wilayah hingga Infrastruktur Tanggap Bencana

Pemerataan Wilayah hingga Infrastruktur Tanggap Bencana Menjadi Fokus Pembahasan Pra Rakorbangwil PN 6 dan 8



Pelaksanaan Pra Rapat Koordinasi Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Pra-Rakorbangwil) 2025 memasuki hari terakhir pada Selasa, 18 November 2025. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum (PU) kali ini memfokuskan pembahasan pada Prioritas Nasional (PN) 6 mengenai pertumbuhan ekonomi dan pemerataan wilayah, serta PN 8 terkait dengan penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, budaya, dan toleransi antarumat beragama.
Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Wilayah Nasional, Zevi Azzaino, saat membuka acara kembali menekankan bahwa Pra-Rakorbangwil merupakan tahapan penting dalam mempersiapkan pemrograman infrastruktur PU untuk TA 2027. Zevi juga mejelaskan bahwa forum ini menjadi sarana koordinasi untuk memastikan keterpaduan antar sektor dan kelembagaan.
Lebih lanjut, Zevi memaparkan bahwa berdasarkan RPJMN dan dokumen RPIW, terdapat 547 kawasan prioritas yang menjadi acuan perencanaan. Untuk TA 2027, telah teridentifikasi 7 kawasan atau lokus PN 6 yang membutuhkan dukungan infrastruktur PU meliputi tiga kawasan di Bali-Nusa Tenggara serta empat kawasan di Sulawesi-Papua. Adapun dukungan terhadap PN 8 masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut dari K/L terkait karena proses penajaman kebutuhan dan tagging program masih terus berlangsung.
Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PU Wilayah I, Benny Hermawan menyampaikan bahwa usulan program infrastruktur PU TA 2027 untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan yang berkaitan dengan PN 6 dan PN 8 hingga saat ini belum memiliki tagging langsung dalam dokumen perencanaan. “Secara tagging memang belum masuk ke PN 6 dan PN 8, namun program tetap berjalan sesuai dengan rencana,” jelasnya.
Benny menjelaskan bahwa Pusat Pengembangan Wilayah I tetap melakukan identifikasi kawasan strategis dan memetakan kebutuhan infrastruktur untuk mendukung penanganan kemiskinan ekstrem melalui intervensi air minum, sanitasi, lingkungan hunian, dan sarana pendidikan dasar. Selain itu, identifikasi kawasan rawan bencana sebagai bagian dari dukungan terhadap PN 8, mencakup wilayah rawan abrasi, tsunami, banjir, dan resiko geologi lainnya telah dilakukan. “Seluruh data teknis sudah kami siapkan dan kami menunggu arahan untuk penajaman program 2027,” tambah Benny.
Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PU Wilayah II, Airlangga Mardjono memperkenalkan program infrastruktur Pekerjaan Umum TA 2027 yang mendukung PN 6, khususnya di wilayah Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Dijelaskan oleh Airlangga bahwa di tahun 2027 provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi yang mendapatkan intervensi dari Kementerian PU, dengan fokus pada peningkatan produktivitas pertanian dan perikanan yang masih terbatas oleh infrastruktur yang ada. Terdapat tiga kawasan lokus prioritas yang mendapatkan intervensi yaitu Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur, termasuk dalam tema swasembada pangan, air, dan energi.
“Koordinasi lintas kementerian menjadi kunci agar intervensi infrastruktur PU dapat berjalan efektif dan mendukung pencapaian PN 6 dan PN 8 wilayah tersebut,” ujar Airlangga.
Selanjutnya, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur PU Wilayah III, Pranoto, menyampaikan pentingnya memperhatikan daya dukung wilayah. “Salah satunya, Papua Barat Daya yang peran perkotaan sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanannya masih perlu dioptimalkan, perlu pengembangan infrastruktur konektivitas, pelayanan dasar, dan yang terpenting adalah infrastruktur tanggap bencana,” ucap Pranoto.
Dalam kesempatan yang sama, Taufik Hidayat Putra, Direktur Kemitraan dan Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) menanggapi pemaparan dengan menyampaikan beberapa hal mengenai cara mengatasi isu dan tantangan keterpaduan pembangunan infrastruktur, diantaranya adalah memperkuat dan menjabarkan tema pembangunan, mengintegrasikan kerangka pikir, kerangka kerja, penguatan narasi serta kelembagaan. “Banyak permasalahan urbanisasi yang harus kita selesaikan terutama bagaimana sebuah infrastruktur bisa membentuk konteks pemanfaatan ruang misalnya jadi backbone arah pengembangan pola fisik kegiatan masyarakat seperti sekolah, pekerjaan, konektivitas, termasuk yang bersifat well-being, seperti tempat rekreasi atau pelayanan kesehatan,” ucap Taufik.
Selanjutnya, Zaharatur Hasanah, mewakili Direktorat Tata Ruang, Perkotaan, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian PPN/Bappenas, menyoroti mengenai pentingnya strategi pengendalian emerging cities yang tersebar di Indonesia. “Kita pandang bersama bahwa emerging cities ini merupakan pusat-pusat perkotaan yang tumbuh secara cepat, namun kita perlu kawal kawasan perkotaan ini agar perkembangannya tidak terlalu masif dan tidak terkontrol lagi,” ucap Zahara.
Sebagai penutup, Arkha Demas, yang juga merupakan perwakilan dari Direktorat Tata Ruang, Perkotaan, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian PPN/Bappenas, menyampaikan masukan yang dapat dipertimbangkan terkait dengan pembangunan infrastruktur PU Tahun 2027 mendukung PN 6 dan 8. “Kita perlu memprioritaskan pembangunan infrastruktur tahan bencana terutama di 32 lokasi prioritas wilayah berisiko tinggi gempa dan tsunami, secara proporsional dengan memperhatikan risiko, kebutuhan masyarakat, serta koordinasi antar kementerian dan lembaga,” tegas Arkha. (MF/Tiara)





