Kolaborasi BPIW dan ITB Dorong Standarisasi dan Integrasi Data untuk Ketahanan Pangan Nasional

Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan focus group discussion (FGD) mengenai Konsep Ketahanan Pangan dan Dukungan Pengembangan Infrastruktur Wilayah untuk Penguatan Data Perencanaan pada SIPRO. Kegiatan ini berlangsung di Conference Hall B, Gedung Center for Research and Service (CRCS) ITB, pada Senin–Selasa, 3–4 November 2025.
Kegiatan dibuka oleh Sekretaris BPIW, Riska Rahmadia, yang dalam arahannya menyampaikan bahwa FGD ini menjadi forum penting untuk menyamakan persepsi dan memperdalam pemahaman mengenai konsep ketahanan pangan dari perspektif pengembangan wilayah. Menurutnya, tema ketahanan pangan sejalan dengan arahan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yakni memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
“Kita ingin mengetahui konsep ketahanan pangan dari sisi pengembangan wilayah. Pada tahun 2026, BPIW akan memfokuskan penguatan konsep ketahanan pangan dalam Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW) Kawasan Prioritas pada kawasan-kawasan sentra pangan,” ujar Riska.
Riska menjelaskan bahwa kerja sama BPIW dengan ITB dilaksanakan untuk menjamin konsistensi data dan informasi antarwilayah, mempermudah proses pengumpulan serta integrasi data nasional, meningkatkan kualitas dan akurasi data, serta mendukung efisiensi pelaksanaan survei dan monitoring. Melalui kerja sama ini diharapkan proses analisis dan pengambilan keputusan dalam perencanaan infrastruktur wilayah dapat berjalan lebih cepat dan tepat.
Ia menambahkan harapannya agar FGD ini dapat menghasilkan kajian konseptual terkait dengan ketahanan pangan yang mampu melahirkan format data dan pendekatan baru apabila keterbatasan data yang ada serta mendorong penyeragaman antarwilayah sesuai dengan kondisi faktual di lapangan. Analisis dan simulasi data yang dilakukan diharapkan dapat membuktikan keandalan usulan format dan pendekatan tersebut. Selanjutnya, pedoman standardisasi data yang dihasilkan akan dibahas bersama berbagai pihak untuk menjamin validitas dan objektivitasnya.
“Konsep ketahanan pangan yang dihasilkan dari FGD ini diharapkan dapat memotret keterpaduan dukungan lintas sektor, khususnya sektor Pekerjaan Umum. Ini merupakan langkah awal yang krusial agar kita memiliki pemahaman dan arah yang sama,” jelas Riska.
Pada sesi pemaparan materi, Guru Besar Tata Kelola Infrastruktur Wilayah dan Kota Berkelanjutan ITB, Sri Maryati, menyampaikan pentingnya peran data dan analisis dalam penyusunan dokumen teknokratik infrastruktur berbasis pengembangan wilayah. Ia menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya berorientasi pada penyediaan fisik sarana dan prasarana, tetapi juga harus menjadi instrumen strategis untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah yang mencakup pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Pendekatan tersebut menempatkan infrastruktur sebagai pendorong utama pengembangan wilayah yang disesuaikan dengan potensi, permasalahan, dan karakteristik masing-masing daerah, serta mengintegrasikan keterkaitan antarsektor seperti air, energi, transportasi, permukiman, dan ekonomi guna mendukung keseimbangan antara pusat pertumbuhan dan kawasan hinterland.
Selain itu, Lektor Kepala Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB, Angga Dwiartama, turut memaparkan konsep serta isu-isu ketahanan pangan di Indonesia. Dalam paparannya, Ia menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam menjaga ketahanan pangan nasional, antara lain perubahan iklim, alih fungsi lahan, serta keterbatasan koordinasi dan ketersediaan data antarinstansi.
Angga menjelaskan bahwa dalam perencanaan pangan, terdapat sejumlah aspek penting yang harus diperhatikan, antara lain pertumbuhan dan sebaran penduduk, kebutuhan konsumsi pangan dan gizi, serta daya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan. Selain itu, pengembangan sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pangan, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, potensi pangan dan budaya lokal, serta keterpaduan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana pembangunan nasional maupun daerah juga menjadi faktor yang tidak terpisahkan dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Pada hari kedua, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan hasil identifikasi kondisi ketahanan pangan serta sesi best practices penguatan peran infrastruktur wilayah dalam mendukung ketahanan pangan yang dipimpin oleh Dosen ITB, Fika Novitasari. Sesi ini membahas identifikasi profil pangan pada RPIW Wilayah I, II dan III serta berbagai contoh penerapan strategi yang berhasil mendukung ketahanan pangan di sejumlah negara seperti Vietnam, Thailand, dan Singapura sekaligus menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam memperkuat sistem pangan nasional.
Kegiatan FGD dihadiri oleh Kepala Bagian Hukum, Kerja Sama, Komunikasi Publik, Data dan Teknologi Informasi, Ande Akhmad Sanusi, Kepala Bagian Perencanaan, Program, dan Keuangan, Entatarina Simanjuntak, serta perwakilan mahasiswa dari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Jurusan Teknik Pangan, Fakultas Teknologi Industri, dan Jurusan Rekayasa Pertanian, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB.
Melalui kegiatan ini, BPIW dan ITB berharap dapat merumuskan konsep ketahanan pangan yang terintegrasi dengan pengembangan infrastruktur wilayah, sebagai langkah strategis untuk memperkuat kemandirian dan ketahanan pangan nasional berbasis data yang akurat dan kolaborasi lintas sektor. (Fir/Tiara)





