Tingginya angka urbanisasi telah membuat kota-kota besar di Indonesia mengalami penurunan daya dukungnya. Padahal, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan terus meningkat dari tahun ke tahun. “Hal ini tentu menjadi salah satu tantangan terberat di sektor infrastruktur perkotaan,” ungkap Dr. A. Hermanto Dardak, selaku Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat menjadi pembicara dalam workshop nasional “Mengubah Wajah Indonesia Melalui Pembangunan Kota Baru dan Penataan Kota” dalam diskusi panel yang mengambil tema “Tantangan menuju Implementasi Kota Berkelanjutan” yang digelar Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) di Jakarta, Selasa (15/12/2015).
Dardak menerangkan, berdasarakan Revision of World Urbanization Prospects yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2014 menyatakan, sebanyak 54 persen penduduk tinggal di perkotaan. Bahkan, jumlah tersebut akan terus meningkat menjadi 80 persen di tahun 2050. “Adapun kondisi real urbanisasi di Indonesia saat ini meningkatnya 6 kali lipat dalam 4 dekade terakhir,” ungkap Dardak Menurutnya, urbanisasi dan daya dukung kota yang terus menurun telah menimbulkan dampak negatif bagi perkotaan, mulai dari masalah sosial, kawasan kumuh, menurunnya kualitas lingkungan serta kemacetan kota.
“Kemacetan di Kota Jakarta juga saat ini sudah memasuki tahap yang sangat serius. Terbukti, berdasarkan survey Castrol Magnatec Stop-Start Index menunjukan bahwa Jakarta menempati posisi kota termacet di dunia,” terangnya Dardak. Ia menambahkan, setelah Jakarta disusul Istambul, Mexico City dan Surabaya pada posisi ke empat. “Dua kota besar di Indonesia saat ini menempati empat besar kota termacet di dunia,” paparnya.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Dardak mengatakan, saat ini Kementerian PUPR telah melakukan intervensi melalui perencanaan terpadu dengan menerapkan pola pengembangan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) sebagai basis perencanaan keterpaduan infrastruktur di Indonesia. Ia menjelaskan, dalam konsep pengembangan WPS mencakup depeloment plan (rencana pengembangan) kota baru-kota baru di Indonesia. “Pengembangan kota baru tersebut diharapkan akan mampu menjawab tantangan infrastruktur di perkotaan. Bahkan, pengembangan kota baru dilakukan agar aman dan nyaman dihuni, efektif dan efisien dalam pengembangannya, serta berkelanjutan,” terangnya.
Dalam mengembangkan kota yang aman, nyaman, efektif dan efisien serta berkelanjutan tersebut, papar Dardak, saat ini BPIW Kementerian PUPR tengah mengembangkan konsep perencanaan Smart City atau Kota Cerdas.
“Wilayah perkotaan akan dikembangkan sesuai dengan potensi di wilayah tersebut, misalkan wilayah tersebut berpotensi sebagai daerah pariwisata, maka pengembangan perkotaan di wilayah tersebut akan bertemakan pariwisata,” terang Dardak.
Dardak menambahkan, wilayah perkotaan merupakan engine of growth hingga mencapai 74 persen dari kontribusi PDRB Nasional. Maka dari itu, akumulasi dari pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah perkotaan merupakan penyumbang pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam kesempatan yang sama, Endra S. Atmawidjaja selaku Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Kota Besar dan Kota Baru Kementerian PUPR, menjelaskan bahwa selama ini dalam membangun Kota Maja sebagai kota baru masih dirasa belum berkembang secara optimal dikarenakan tiga aspek yaitu infrastruktur, ekonomi serta regulasi kelembagaan.
“Salah satu hal yang harus yang harus dipertimbangkan yaitu readiness criteria yang sangat sangat menentukan dalam mengembangkan kota baru,” tambah Endra.
Konsep Investasi dan Perkembangan Pembangunan Kota Industri Jababeka
Di tempat yang sama, Direktur Pengembangan Bisnis PT Jababeka tbk, Hyanto Wihadhi memaparkan pengalaman dalam mengembangkan Kota Baru Jababeka. Menurutnya, PT Jababeka tbk awalnya pengembangan Kota Baru lewat perencanaan menciptakan pasar dengan membangun kota terintegrasi.
Saat ini, ujar Hyant, Kota Jababeka di Cikarang telah berubah dari sebidang tanah terbuka hijau menjadi komunitas yang berkembang. Ia mengatakan, kota Jababeka adalah kota mandiri dengan kawasan industri dari sekitar 1.650 perusahaan lokal dan multinasional dari 30 negara. “Perusahaan-perusahaan itu mempekerjakan lebih dari 700.000 pekerja dan 4.300 ekspatriat,” terangnya.
“Kami pasti berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan mitra strategis demi mengembangkan inovasi konsep investasi yang sejalan dengan perkembangan teknologi terbaru,” terangnya. Selain itu, pihaknya juga aktif mengundang perusahaan multinasional untuk berinvestasi di kawasan Indonesia, diharapkan Pemerintah memberikan dukungan insentif kepada Perusahaan Pengembang yang mengembangkan kawasan perkotaan. Hyanto menyatakan, pihaknya memiliki mimpi untuk membuat kota-kota modern mandiri di seluruh provinsi di Indonesia.
Menurutnya, pembangunan di Jababeka senantiasa memperhatikan kaidah-kaidah kota berkelanjutan yang sangat memerhatikan kelestrian lingkungan. “Listrik kami ada pembangkit sendiri, kemudian ada pengolahan air limbah terpadu, ruang terbuka hijau, bangunan ramah lingkungan dan lainnya,” ujar Hyanto
Sebelumnya, Deputi Pengembangan Regional, Bappenas, Arifin Rudianto mengungkapkan, saat ini kota-kota di berbagai belahan penjuru dunia telah bergerak mengarah kepada pembangunan kota berkelanjutan.
Ia menjelaskan, UN Habitat mendefinisikan kota berkelanjutan adalah kota yang dalam pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan fisiknya dilakukan untuk jangka waktu yang lama. “Artinya dalam pembangunan kota tersebut memiliki pasokan sumber daya alam yang terus menerus dengan memperhatikan daya dukung, daya tampung serta kelestariannya,” ungkap.
Selain itu, berakhirnya agenda Millenium Development Goals (MDGs) pada 2015, maka akan segera berlaku agenda Sustainable Development Goals (SDGs) dengan 17 sasaran dan 169 target, terkait isu–isu pembangunan berkelanjutan, antara lain kemiskinan, ketahanan pangan, pendidikan dan kesehatan. “Di dalamnya termasuk penyiapan kota-kota secara berkelanjutan, penyiapan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim serta perlindungan laut, keanekaragaman hayati dan hutan,” papar Arifin.
Menurutnya, untuk menyiapkan kota-kota secara berkelanjutan diperlukan adanya intervensi kepada kota-kota menuju masa depan yang berkelanjutan, melalui berbagai kebijakan dan regulasi, orientasi kebijakan wilayah dan sektor, pembiayaan, kelembagaan,
Ia menjelaskan, arah kebijakan dan strategi pembangunan perkotaan secara nasional telah disusun melalui Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kota Nasional 2015-2045. “Arah kebijakan dan strategi pembangunan perkotaan mengagendakan, pembangunan kota berkelanjutan, berdaya saing,” terangnya.
Ia mengatakan, dalam rangka mewujudkan kota berkelanjutan melalui Kota Baru dan Penataan Kota, sehingga dirumuskan arah kebijakan nasional atau grand design dan panduan untuk pembangunan kota baru dan penataan kota.
“Untuk mendapat masukan dalam rangka menyempurnakan grand design dan panduan tersebut, dilaksanakan workshop nasional, serta ada berbagi pengalaman dari pakar dan pelaku bisnis atau pengembang kota baru,” terangnya.
Hadir dalam seminar nasional tersebut perwakilan pejabat dari lintas kementerian, pemerintah provinsi, kota/kabupaten, pakar perkotaan, pelaku bisnis properti ngembang kota baru, asosiasi pengembang, serta organisasi masyarakat sipil lainnya. (humasbpiw)