Jumlah Tenaga Perencana Wilayah dan Kota Belum Merata

Layanan Informasi BPIW     |     07 Oct 2016     |     01:10     |     1983
Jumlah Tenaga Perencana Wilayah dan Kota Belum Merata

Untuk mencapai keterpaduan dibutuhkan perencana wilayah dan kota yang  berperan sebagai pengawas dan melakukan evaluasi terhadap output dan outcome pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun hingga saat ini jumlah tenaga perencana tersebut belum merata, terutama di bagian timur dan barat Indonesia.

Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Rido Matari Ichwan mengatakan hal itu, pada acara Workshop Continuing Professional Development, Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota di Jakarta, Kamis (6/10).

Ia berharap, Perencana Wilayah dan Kota tidak hanya dapat berkiprah dalam mendukung penyusunan rencana tata ruang, tapi juga dalam mengimplementasikan rencana tata ruang melalui pemrograman infrastruktur yang terpadu.

“Perencana Wilayah dan Kota yang berkiprah di berbagai sektor pembangunan kota dan wilayah diharapkan dapat saling bersinergi di seluruh proses, baik proses perencanaan, pembangunan, pengelolaan, monitoring dan evaluasi,” tutur Rido.

Menurut Rido, sebagai badan yang melakukan fungsi sebagai planning dari jumlah empat fungsi manajemen di Kementerian PUPR yaitu Planning, Organizing, Actuating and Controlling (POAC), BPIW membutuhkan tenaga ahli perencana wilayah dan kota yang memiliki kapabilitas dan kompetensi dalam perumusan dokumen kebijakan pembangunan infrastruktur.

“Saat ini BPIW mengalami keterbatasan tenaga ahli perencana wilayah dan kota. Diperkirakan kebutuhan perencana wilayah dan kota mencapai ratusan tenaga ahli,” jelas Rido.

Keterbatasan tersebut tidak mengurangi kinerja BPIW dalam memacu keterpaduaan perencanaan pengembangan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah dan kota yang didasari pada rencana tata ruang wilayah.

Pada kesempatan itu  Rido juga menjelaskan mengenai peran perencana wilayah dan kota dalam menterpadukan pembangunan infrastruktur wilayah. Menurutnya, masing-masing pihak memiliki perannya masing-masing, seperti pemerintah yang berperan dalam kerjasama antar tingkat pemerintahan, merencanakan pembangunan infrastruktur yang efisien, menyusun rencana tata ruang yang berkelanjutan dan memberikan insentif keuangan dan fiskal.

Peran lainnya kata Rido seperti yang dilakukan Non Governmental Organization (NGO) yang mengawal perencanaan dan pembangunan infrastruktur, memberikan advokasi kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta representasi warga dalam konsultasi publik. Sedangkan akademisi berperan dalam memberikan rekomendasi dan kajian akademik, serta memberikan pendampingan akademis.

“Kementerian PUPR melalui BPIW juga berkoordinasi dengan pihak swasta yang memiliki peran dalam membangun kota baru dengan konsep compact city, hunian berimbang dan Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta pengelolaan infrastruktur yang menerapkan energi ramah lingkungan,” tutur Rido.

 

Hadir dalam workshop tersebut, Staf Ahlli Menteri PUPR Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat, Lana Winayanti, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Laksmi Wijayanti dan Perencana Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB), Adiwan Aritenang. (INI/InfoBPIW)

Bagikan / Cetak:

Berita Terkait: