Dalam rangka menindaklanjuti perjanjian kerjasama Republik Indonesia (RI)-Perancis dalam bidang Pembangunan Kota Berkelanjutan, Pemerintah Perancis menghadirkan ahli perencanaan perkotaan dari Perancis untuk dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam perencanaan perkotaan. Kerjasama tersebut diimplementasikan dalam forum "Strengthening France-Indonesia Cooperation on Urban Planning: Sharing Knowledge in Benefit Analysis of Integrated Infrastructure on Public Works and Housing in Strategic Development Region" yang digelar Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jakarta, pekan lalu.
Forum tersebut dihadiri oleh sejumlah pakar dan tenaga ahli dari kedua pihak. Dari pihak Perancis, hadir perwakilan dari Kedutaan Besar Perancis untuk Indonesia dan Tenaga Ahli Perencanaan Perkotaan dari French Environment and Energy Management Agency (Ademe). Sementara dari pihak Indonesia, dihadiri oleh sejumlah pejabat dari Pusat Perencanaan Infrastruktur; Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR; Pusat Pengembangan Kawasan Strategis; Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan; Biro PAKLN; Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan; Direktorat Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air; Direktorat Perencanaan Perumahan, Ditjen Penyediaan Perumahan; Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman, Ditjen Cipta Karya; serta Puslitbang Perumahan dan Permukiman PUPR.
“Forum ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mengevaluasi manfaat pembangunan infrastruktur terpadu pada sektor sosial, ekonomi, lingkungan dan keuangan di Indonesia. Forum ini diharapkan mampu merumuskan metode dan tools untuk mempertajam analisis manfaat dari pembangunan infrastruktur terpadu di Wilayah Pengembangan Strategis (WPS)” ujar Bapak Zevi Azzaino, Kepala Bidang Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dan Analisis Manfaat BPIW, yang hadir mewakili Kepala Pusat Perencanaan Infrastruktur PUPR saat sesi pembukaan forum.
Menurutnya, pengembangan sektor infrastruktur di Indonesia saat ini masih menghadapi beragam tantangan. Hal itu terlihat dalam Indek Daya Saing Global Indonesia yang tahun 2016-2017 menempati rangking 41 dunia dan tahun 2017-2018 menempati rangking 36 dunia. Ia menambahkan beragam inovasi sangat diperlukan untuk dapat mengejar ketertinggalan dari negara lain.
Ia mengatakan, saat ini perkembangan kota di Indonesia cenderung tumbuh dengan cepat. Perkembangan tersebut terjadi seiring tingginya pertumbuhan penduduk di perkotaan. Terlebih lagi adanya urbanisasi dan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan menyebabkan berbagai permasalahan yang dihadapi perkotaan semakin beragam serta tingginya permintaan dan kebutuhan layanan infrastruktur.
Untuk itu, arah kebijakan dan strategi Kementerian PUPR telah ditetapkan guna mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) 2015-2019, yakni meningkatkan keandalan infrastruktur dalam memenuhi ketahanan air, kedaulatan pangan dan energi, konektivitas untuk memperkuat daya saing, layanan infrastruktur dasar, dan pengembangan terpadu antar-daerah, antar-sektor serta tingkat antar-pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat.
Pada forum tersebut, Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Kawasan Metropolitan, BPIW, Eko Budi Kurniawan. Eko mengatakan, saat ini Indonesia masih belum memiliki regulasi yang terintegrasi antar kementerian dalam merencanakan ruang. Disaat yang sama, ia menambahkan, standar pelayanan kota cerdas berkelanjutan antara lain dapat diukur dari beberapa indikator antara lain, kehidupan cerdas yang berkelanjutan, ekonomi dan mobilitas cerdas yang berkelanjutan, lingkungan ekologi cerdas yang berkelanjutan, dan tata kelola komunitas yang cerdas dan berkelanjutan. Beliau menerangkan, sasaran dan standar pelayanan kota cerdas berkelanjutan , antara lain kehidupan cerdas yang berkelanjutan, ekonomi dan mobilitas cerdas yang berkelanjutan, lingkungan ekologi cerdas yang berkelanjutan, tata kelola komunitas yang cerdas dan berkelanjutan.
Untuk itu, perencanaan jangka panjang maupun jangka menengah yang diimplementasikan dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian PUPR harus memiliki indikator yang jelas dan dapat diukur manfaat dan keberhasilannya.
Di lain pihak, Ahli Perencanaan Perwakilan Ademe, Amandine, mengungkapkan, terminologi tingkat administrasi pemerintah Perancis dalam menerapkan perencanaan perkotaan memiliki konseptualisasi yang berbeda dengan Indonesia. Proses Perencanaan di Perancis dimulai dari lingkup terkecil yaitu kota (communes) hingga lingkup nasional (Sraddet). Kemudian, Kebijakan Perencanaan Tata Kota di Perancis ditetapkan berdasarkan kesetaraan wilayah dan pembangunan berkelanjutan.
“Untuk standar perencanaan yang digunakan, Perancis mengacu arahan European Union (EU), HABITAT III dan Sustainable Development Goals (SDGs). Pemerintah Perancis juga menerapkan AEU2 (Environmental Urban Approach) yang merupakan metodologi untuk membantu membangun perencanaan kota yang berkelanjutan dengan 4 (empat) tahapan kunci yaitu visi, tujuan, transkripsi, dan realisasi” ungkap ahli perkotaan Ademe tersebut.
Sejumlah isu menarik berhasil diungkapkan dan dibahas pada pertemuan tersebut. Beberapa isu yang muncul antara lain ecology corridor dan circular economic. Economic Corridor adalah pendekatan untuk mendukung tujuan kota cerdas yang berkelanjutan dengan melindungi keanekaragaman hayati di dalam area pembangunan. Sementara itu, circular economic adalah pendekatan untuk mendefinisikan kembali produk dan layanan untuk mendesain limbah dengan meminimalkan dampak negatif dengan cara memanfaatkan limbah menjadi produk yang memiliki nilai jual. Berkenaan dengan konsep WPS yang menggunakan pendekatan ekonomi untuk mengembangkan wilayah tersebut, Ecology Corridor dapat dipertimbangkan untuk digunakan.
Pertemuan tersebut juga berhasil memunculkan beberapa hasil penting. Salah satu di antaranya adalah penggunaan indikator oleh pemerintah Perancis untuk mengembangakan wilayah identik dengan pendekatan yang dilakukan oleh BPIW, yaitu melihat Produk Domestik Bruto, Tingkat Kemiskinan, Indeks Gini Rasio, dan Indeks Pembangunan Manusia.
Adapun arahan Ademe untuk kegiatan analisa manfaat yang dilakukan oleh BPIW adalah untuk melakukan analisis terhadap wilayah yang dipilih terlebih dahulu dengan melengkapi data-data penunjang seperti data tentang ekonomi, ekologi, dan populasi guna menghasilkan analisa manfaat yang lebih baik. Diusulkan pula oleh Ademe untuk menggunakan indikator lingkungan seperti tingkat pencemaran terhadap polusi udara, polusi suara, polusi tanah, energi, perubahan iklim, ekosistem, air, dan limbah.(mar)