Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyusun program prioritas berdasarkan kewilayahaan untuk tahun anggaran 2017. Program ini disusun setelah dilakukannya Pra Konsultasi Regional (Pra Konreg) yang dilaksanakan empat kota besar di Indonesia, yakni Medan, Yogyakarta, Denpasar, dan Makassar. Dari hasil Pra Konreg tersebut diketahui bahwa kebutuhan anggaran infrastruktur PUPR tahun depan, mencapai Rp 166 triliun.
Demikian disampaikan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono pada pelaksanaan Konreg, yang diadakan di Gedung Pertemuan Kementerian PUPR, Selasa (19/4). Lebih lanjut Basuki menjelaskan total kebutuhan anggaran tersebut nantinya akan menyesuaikan dengan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
“Dari total kebutuhan Rp 166 triliun itu, nanti akan dicoba dijadikan Rp 104 triliun yang ada berdasarkan pagu indikatif kami. Dari nilai tersebut, 34 persennya tetap menjadi prioritas, harus dipertahankan, sisanya baru bisa dipotong,” tutur Basuki.
Pemotongan anggaran kegiatan tersebut menurut Basuki, bisa dipotong secara vertikal dan horizontal. Dijelaskannya, pemotongan vertikal adalah cara pemotongan, dimana total dana suatu proyek pembangunan infrastruktur, diurai pembiayaannya menjadi lebih dari satu tahun anggaran. Kemudian pemotongan horizontal berarti dana suatu proyek pembangunan infastruktur ditunda.
Dalam kesempatan itu, Kepala BPIW Hermanto Dardak memaparkan mengenai Pra Konreg dan hasil penajaman program 2017. Menurut Dardak dari rekapitulasi program Kementerian PUPR di 2017, kebutuhan anggaran sebesar Rp 166 triliun tersebut dibagi berdasarkan program untuk mendukung empat agenda Nawacita, yaitu untuk mendukung konektivitas sebesar Rp38,6 triliun (23,3 %), mendukung keseimbangan antar wilayah Rp 37 triliun (22,3 %), mendukung kedaulatan energi dan pangan Rp 60,9 triliun (36,7 persen), serta mendukung peningkatan kualitas hidup Rp 29,4 triliun (17,7 persen).
Menurut Dardak mulai tahun ini telah dilakukan penyesuaian substansi dan mekanisme penyusunan rencana dan program, melalui pendekatan wilayah sehingga setiap kegiatan diorientasikan tidak hanya memberikan output, tetapi juga outcome dan impact pada wilayah atau kawasan tersebut.
Pembangunan infrastruktur dilakukan melalui 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang didalamnya terdapat kawasan-kawasan strategis seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Nasional (KSN), mendorong terwujudnya spesialisasi seperti di kawasan industri, komplementaritas seperti jalan tol di samping mendukung kawasan industri juga mendukung KSPN, perkotaan dan outlet. Kemudian sinergitas seperti sinergi penanganan jaringan jalan di Kawasan Industri Cikarang dan sekitarnya oleh pengelola kawasan yakni Pemerintah Kabupaten Bekasi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Pusat. Sinergitas ini difasilitasi dengan MoU atau nota kesepahaman dan aglomerasi antar kota tetangga dan hinterland perdesaan yang membentuk kawasan perkotaan metropolitan serta diperolehnya manfaat skala ekonomi dalam wilayah pertumbuhan.
“Dengan basis pengembangan wilayah, program PUPR lebih fokus dalam mendukung percepatan konektivitas, keseimbangan antar wilayah, ketahanan air, kedaulatan pangan dan energi serta peningkatan kualitas hidup,” ungkap Dardak. Pra Konreg menurutnya telah berperan sebagai wahana komunikasi antar satminkal pemerintah pusat di daerah dan wahana konsolidasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Dardak reorientasi mekanisme dan substansi penyusunan rencana dan program, berimplikasi pada investasi infrastruktur PUPR yang lebih efisien dan sebagai wahana mewujudkan kawasan yang aman, nyaman, produktif dan efisien serta berkelanjutan, sehingga berdaya saing tinggi.
Dalam kesempatan itu Dardak juga menyampaikan mengenai prinsip penajaman hasil Pra Konreg, salah satunya adalah untuk kawasan strategis dengan kebutuhan tingkat keterpaduan tinggi, maka prinsipnya dianggarkan, atau dengan pemotongan vertikal. Contohnya pelabuhan yang memerlukan jalan dan kawasan industri yang memerlukan air baku.
Pada saat Konreg tersebut, Sekjen Kementerian PUPR Taufik Widjoyono memaparkan mengenai self blocking atau penghematan anggaran di Kementerian PUPR. Dengan kondisi perekonomian nasional saat ini menurut Taufik perencanaan anggaran kegiatan perlu dilakukan pengurangan. Dengan pengurangan ini perlu dilakukan penghematan. Meski dilakukan penghematan ia berharap pelaksanaan kegiatan tetap dilakukan secara optimal.
Dalam kegiatan ini, Ketua Panitia Pra Konreg yang juga Kepala Pusat Pemrogaman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR, Harris Batubara melaporkan hasil kegiatan Pra Konreg. Menurutnya pelaksanaan Pra Konreg di empat kota berhasil memadukan dan mensinkronkan rencana pembangunan infrastruktur tahun 2017. “Sebagaimana dimananahkan Renstra PUPR 2015-2019, pembanguna infrastruktur dengan prinsip keterpaduan. Pembahasan usulan progrm Pra Konreg sudah dilakukan konsolidasi melibatkan empat satminkal utama, yakni Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya, dan Penyediaan Perumahan,” ungkapnya. Kegiatan Pra Konreg ini juga melibatkan Bappeda, dinas-dinas terkait infrastruktur PUPR di daerah, dan kepala satuan kerja atau satker.
Sedangkan kegiatan Konreg ini dihadiri sekitar 300 peserta dan diikuti oleh seluruh satminkal di Kementerian PUPR, para pejabat, staf khusus, pejabat tinggi pratama, para tenaga ahli, kepala balai besar, kepala satker di empat satminkal utama, dan pejabat administrator. Hen/INI/infobpiw