Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan akan menyusun katalog program infrastruktur perkotaan menengah.
Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, BPIW Kementerian PUPR, Agusta Ersada Sinulingga mengatakan, katalog program infrastruktur perkotaan menengah tersebut diharapkan akan menjadi referensi program infrastruktur terhadap para kepala daerah.
"Baik referensi program infrastruktur waktu terdekat, jangka menengah maupun panjang," ujar Agusta saat membuka Focus Group Discussion (FGD) “Prospek dan Tantangan Kota Menengah: Menuju Keterpaduan Infrastruktur Perkotaan” yang digelar di Jakarta, Kamis (10/11).
Hadir sejumlah pakar dan praktisi perencanaan perkotaan sebagai narasumber dalam FGD tersebut, antara lain Hendricus Andy Simarmata, Bayu Wirawan, Ajat R Jatnika serta peserta perwakilan dari unit organisasi di Kementerian PUPR.
Agusta mengatakan, katalog yang akan disusun nantinya itu terdiri dari katalog program infrastruktur perkotaan menengah, besar dan perdesaan. "Untuk FGD saat ini kita lebih difokuskan pada rencana untuk menyusunan katalog program infrastruktur perkotaan menengah," papar Agusta.
Agusta juga berharap, para narasumber yang hadir dapat memberikan banyak masukan, agar katalog yang merupakan rangkuman dari berbagai masukan tersebut komprehensif. “Memuat prospek dan tantangan kota menengah, tepat sasaran dalam mendorong perkembangan kota menengah yang mandiri dan meningkatkan daya saing kotanya,” terangnya.
Di tempat yang sama, Hendricus Andy Simmarmata mengatakan, tren kota menengah di Indonesia saat ini mengalami peningkatan pesat. “Jika dicermati ada 900 kota otonomi. Tapi kini muncul 300 kota yang mengikuti Jakarta untuk membesar,” terang akademisi Universitas Indonesia (UI) ini.
Lebih lanjut, Hendricus mengatakan, isu yang tengah menyertai perkotaan menengah mulai dari, urban sprawl atau tumbuhnya sebuah kota menengah tanpa perencanaan akan menimbulkan perluasan kawasan kota secara horinsontal tanpa adanya keterpaduan dengan penyediaan sarana lainnya.
“Isu lainnya adalah tidak siapnya infrastruktur, berkurangnya potensi sumber daya air, berkurangnya lahan, inefisiensi aktivitas serta hilangnya identitas,” terang Hendricus.
Menurutnya, diperlukan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai isu perkotaan menengah tersebut. “Seperti adanya pengendalian lahan terbangun atau compact city, adanya pengembangan infrastruktur khusus sesuai tema kota, adanya pengarahan untuk hanya memenuhi kebutuhan orang yang terbatas terkait dengan pengendalian size kota serta harus ada pendekatan yang ramah lingkungan,” jelasnya.
Di tempat sama, Bayu Wirawan menyatakan, kota menengah merupakan perkotaan yang terbentuk akibat belum berkembangnya menjadi kota besar. “Isu yang menyertai kota menengah antara lain, okupansi lahan terbangun yang belum terpusat, perkembangan wilayah terjadi secara parsial, minimnya aglomerasi aktivitas ekonomi,” terangnya.
Menurutnya, intervensi yang dibutuhkan kebutuhan kota menengah antara lain, redefine dan penetapan terhadap kota menengah. “Kemudian, perlunya pengembangan konektivitas, penguatan infrastruktur internal, integrasu dan tata kelola penataan ruang,” terangnya
Selain itu,lanjutnya, diperlukan elaborasi dan diseminasi inisiatif cerdas terkait pembangunan dan pengelolaan infrastruktur.(ris/infoBPIW)