DPR RI beberapa waktu lalu telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Turunan undang-undang tersebut mencapai 49 peraturan Pelaksana. Dari jumlah itu terdapat 45 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres). Sehubungan dengan hal itu BPIW Kementerian PUPR pada Rabu, 17 Maret 2021 menggelar sosialisasi Peraturan Pelaksana undang-undang tersebut, terutama PP Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dan PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan / atau Hak Atas Tanah.
Saat membuka kegiatan yang digelar melalui video conference itu, Kepala BPIW Hadi Sucahyono yang diwakili Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Wilayah Nasional Benny Hermawan menyatakan kegiatan ini dilakukan secara series yang mana pembahasan difokuskan pada enam PP dan satu Perpres terkait Kementerian PUPR. Hal ini penting untuk dibahas mengingat BPIW diharapkan berperan pada sisi hulu yakni dari perencanaan dan pemrograman berbasis pengembangan wilayah.
“Kita juga diharap mengawal infrastruktur yang sudah dibangun dengan mengedepankan OPOR atau Optimalisasi, Pemeliharaan, Operasi dan Rehabilitasi, sebagaimana yang disampaikan Bapak Menteri pada saat Konsultasi Regional 15 Maret lalu,” tutur Benny. Arahan Kepala BPIW yang menekankan mengenai Rencana, Aktualisasi, Wilayah, Optimalisasi dan Nasional atau yang disebut RAWON menurut Benny juga menjadi hal yang perlu diperhatikan BPIW dalam membuat perencanaan.
“Kepala BPIW mengingatkan bahwa perencanaan yang kita siapkan merupakan perencanaan yang workable atau implementable. Kita memang berusaha menyiapkan perencanaan yang sempurna, tapi kalau perencanaan yang dibuat tidak bisa dimanfaatkan, itu sayang,” ucapnya.
Ia berharap bahwa sosialisasi yang digelar Bagian Hukum Kerja Sama dan Komunikasi Publik Sekretariat BPIW ini tidak hanya terbatas pada enam PP dan satu Perpres saja tapi juga terhadap 22 PP dan tiga Perpres terutama terkait Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI) dan Penataan Ruang. Menurutnya hal ini penting dibahas, karena merupakan basis BPIW dalam melaksanakan perencanaan, khususnya aturan terkait Penataan Ruang.
Benny juga menyatakan kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman perihal urgensi dan substansi penting serta sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkungan BPIW.
Kegiatan tersebut menghadirkan Direktur Bina Penataan Bangunan Ditjen Cipta Karya, Bobby Ali Azhari. Dijelaskannya bahwa implementasi dari PP Nomor 16 Tahun 2021 berupa Sistem Informasi Bangunan Gedung (SIMBG). Pasal 326 dari PP itu disebutkan bahwa Proses Penyelenggaraan Bangunan Gedung dilaksanakan pembinaan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui SIMBG. Proses pembinaan tersebut meliputi Konsultasi bersama Tim Profesi Ahli (TPA), Penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Pelaksanaan Inspeksi, Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), Penerbitan Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG) dan Persetujuan Rencana Teknis Bangunan (RTB).
Dengan adanya PP ini menurutnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dihapus dan diganti menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota dengan mengacu pada Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dari Pemerintah Pusat.
Manfaat SIMBG adalah meningkatkan pelayanan penerbitan PBG, SLF, SBKBG, dan RTB kepada masyarakat dengan pendekatan Sistem Online di daerah, melakukan standardisasi regulasi terkait penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia serta menyederhanakan dan mempermudah penerbitan PBG dan SLF sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Acara yang dimoderatori Kepala Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah III A BPIW, Erwin Adhi Setyadhi ini juga menghadirkan Asdep Penataan Ruang dan Pertanahan Kemenko Perekonomian, Dodi Riyadi sebagai narasumber berikutnya. Ia membahas mengenai isi dari PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah.
Dikatakannya bahwa perbedaan regulasi dan data spasial yang saling tumpang tindih dalam proses pelaksanaan kebijakan mengakibatkan ketidaksesuaian dalam pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, PP ini mengatur masalah ketidaksesuaian tersebut. Ia juga menjelaskan mengenai Lingkup Pengaturan PP 43/2021 itu yang mana untuk Pasal 4-6 terkait Penyelesaian Batas Daerah dan Pasal 7-14 terkait Penyelesaian Ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK), Kawasan Hutan, Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah, dan/atau Hak Pengelolaan.
Kemudian, Pasal 15-18 pembantuan mengenai Penyelesaian Ketidaksesuaian Garis Pantai dengan Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Perizinan terkait Kegiatan yang Memanfaatkan Ruang Laut. Sedangkan Pasal 19-22 RZWP-3-K) dengan Kegiatan terkait Perizinan yang Memanfaatkan Ruang Laut.
Selanjutnya, Pasal 23 mengenai Kelembagaan dan Tata Kelola dan Pasal 24 pembantuan mengenai Penyusunan, Pemutakhiran, dan Penetapan Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI). Kegiatan ini dihadiri pejabat dan pegawai BPIW. (Hen / infobpiw)