Dalam rangka mendukung salah satu agenda Nawacita yaitu membangun Indonesia dari pinggiran, Presiden Republik Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan. Adanya 11 PLBN tersebut melengkapi 7 PLBN yang sudah rampung pembangunannya pada tahun 2017 dan 2018. Pada pembangunan 11 PLBN yang kerap disebut pembangunan tahap kedua ini, PLBN Oepoli di Kabupaten Kupang dan PLBN Napan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) adalah dua diantaranya.
Untuk mendukung pengembangan dua PLBN ini, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR menyusun rencana pengembangan pusat-pusat permukiman di sekitar PLBN. Sebagai lanjutan dari Kick off Meeting di Jakarta, BPIW melaksanakan Rapat Koordinasi dengan pihak – pihak terkait di tingkat daerah berturut-turut pada Kamis, 9 Mei 2019 di Kantor Bupati Kupang dan Jumat, 10 Mei 2019 di Kantor Bupati TTU. Rapat ini ditujukan sebagai langkah awal menjaring aspirasi daerah dalam menyusun dokumen masterplan kawasan perbatasan Oepoli dan Napan.
Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan BPIW, Agusta Sinulingga, dalam sambutannya mengatakan bahwa ada 6 Strategi dalam mengembangkan daerah perbatasan yaitu: mengembangkan pusat ekonomi, konektivitas simpul transportasi utama, membangun sumber daya manusia perbatasan, meningkatkan arus perdagangan ekspor impor, pengembangan kawasan budidaya secara produktif, dan membangun dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan lingkungan.
Dalam pertemuan tersebut mengemuka bahwa kawasan perbatasan Oepoli masih memiliki permasalahan terkait penentuan garis batas negara RI dengan RDTL. Untuk menindaklanjuti hal tersebut, perlu dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kemenko Polhukam serta Kementerian Luar Negeri agar penentuan lokasi pembangunan PLBN juga dapat segera diselesaikan. Selain permasalahan batas negara, infrastruktur jalan menuju kawasan perbatasan masih sangat minim sehingga konektivitas rendah. “Kita belum sepenuhnya merdeka jikalau kondisi jalan perbatasan Indonesia-Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) masih minim seperti ini” ungkap Plh. Sekda Kupang saat itu.
Sementara itu untuk wilayah Napan, kendala yang dihadapi adalah terkait kesepakatan harga tanah milik warga yang akan dibebaskan. “Lahan milik Pemda hanya seluas 1,1 Ha sedangkan sisanya sekitar 17 Ha masih milik masyarakat,” ujar Kepala Bappelitbang Kabupaten TTU.
Agusta juga mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah daerah berupa penentuan kawasan perbatasan negara yang akan disusun masterplan-nya beserta komoditas unggulan yang akan dikembangkan, melalui penetapan SK Bupati. Hal tersebut diperlukan sebagai wujud komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pengembangan kawasan perbatasan negara, khususnya perbatasan di Provinsi NTT. (hkl/aje/mut)