Transformasi Perkotaan Terpadu: IAP dan BPIW Satukan Visi untuk Pembangunan Kota Berkelanjutan

Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), Bob Arthur Lombogia: “Transformasi perkotaan adalah investasi ekosistem—mulai dari jalan yang menghubungkan rumah ke rumah, ruang publik yang menginspirasi, hingga air bersih dan transportasi terintegrasi.” Bersama Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), kita satukan visi untuk kota inklusif, efisien & berkelanjutan menuju #IndonesiaEmas2045


Dalam rangka memperkuat pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, Kepala BPIW Bob Arthur Lombogia mewakili Menteri PU Doddy Hanggodo menghadiri Seminar Nasional yang di gelar Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) dengan tema “Strategi Implementasi Rumah Transformasi Kota Berkelanjutan”. Acara ini menjadi wadah strategis bagi para perencana wilayah dan kota dari seluruh Indonesia, bersama pemerintah, akademisi, dan mitra profesional nasional serta internasional, untuk bertukar pengalaman dan merumuskan arah kebijakan transformasi perkotaan yang inklusif, efisien, dan berorientasi masa depan.
Dalam sambutannya, Bob menegaskan bahwa pembangunan perkotaan di Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar seperti laju urbanisasi yang tinggi, urban sprawl, regulasi penggunaan lahan, status kepemilikan lahan, degradasi lingkungan, penyediaan air bersih dan energi, banjir, pencemaran air dan udara, limbah domestik, kemacetan, hingga bencana alam. Untuk menyikapi hal tersebut, pengarusutamaan pengembangan perkotaan berkelanjutan dalam kebijakan nasional telah dilakukan — di antaranya penetapan Prioritas Nasional 6 dalam RPJMN 2025-2029, penetapan Sasaran Strategis 7 Perkotaan dalam Rancangan Renstra Kementerian PU 2025-2029, penambahan program baru Kementerian PU “Program Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan”, serta peluncuran peta jalan Kebijakan Perkotaan Nasional 2045.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa fondasi transformasi kota terletak pada komitmen bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan. Fondasi ini ditopang oleh empat pilar utama: (1) infrastruktur yang memadai dan berkelanjutan; (2) ketersediaan modal—termasuk pembiayaan, lahan, teknologi, dan SDM; (3) institusi yang kuat dan regulasi yang ramah investasi; (4) serta partisipasi aktif masyarakat. Keempat pilar tersebut diharapkan mendorong delapan indikator utama transformasi kota, seperti peningkatan kinerja pembangunan, keterpaduan antar sektor dan wilayah, pelayanan publik inklusif, kapasitas masyarakat yang adaptif, kesadaran partisipasi, optimalisasi ekonomi lokal, pertumbuhan kota yang ramah lingkungan, dan peningkatan aktivitas ekonomi wilayah.
Dalam upaya implementasi, Bob juga memaparkan enam aspek daya dukung utama perkotaan: infrastruktur, sosial, budaya-identitas kota, lingkungan, ekonomi, dan kelembagaan. Agar setiap kota — baik kota kecil, sedang, besar, metropolitan, maupun megapolitan — mampu menjalankan fungsinya sebagai kutub pertumbuhan, sistem konektivitas dan jaringan infrastruktur (jalan, pelabuhan, bandara, rel kereta) wajib dibangun dan diintegrasikan. Upaya ini menjadikan kota sebagai ruang produktif, inklusif, dan mendukung peningkatan kualitas hidup.
Sebagai bagian dari agenda pembangunan jangka menengah 2025-2029, pemerintah telah menetapkan 50 kota prioritas nasional yang mencakup berbagai tipologi: metropolitan, kota industri, perdagangan, pariwisata, pendidikan, maupun kota kecil berkarakter khusus. Program National Urban Development Project (NUDP) juga dihadirkan untuk memperkuat kerangka kebijakan, strategi, dan rencana teknis menuju kota-kota yang layak huni, berketahanan, dan inklusif. Kolaborasi turut dibuka dengan sektor swasta dan masyarakat melalui skema pembiayaan kreatif, seperti KPBU, investasi swasta, obligasi, pembiayaan syariah, dan kebijakan land value capture.
Mengakhiri sambutannya, Bob menegaskan bahwa “membangun kota berarti membangun ekosistem” — mulai dari jalan yang menghubungkan rumah ke rumah, ruang publik, jaringan air bersih dan sanitasi, hingga transportasi yang terintegrasi. Konsolidasi antar kementerian/lembaga dan seluruh pemangku kepentingan adalah kunci agar Indonesia dapat mencapai visi Indonesia Emas 2045, di mana kota-kota menjadi pusat pertumbuhan ekonomi berbasis potensi wilayah, inovasi, dan keberlanjutan.(Cid/Tiara)


