BPIW dan IAP Sepakat Perkuat Kolaborasi Menuju Perencanaan Kota Berkelanjutan
Perencanaan kota yang baik bukan hanya soal menata ruang, tetapi juga bagaimana setiap masyarakat
dan pemerintah, bersama-sama membentuk masa depan kota yang berkelanjutan. Semangat inilah yang
ditegaskan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dalam audiensi bersama Ikatan Ahli
Perencanaan Indonesia (IAP), yang digelar di kantor BPIW pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua IAP, Hendricus Andy Simarmata, menyampaikan sejumlah gagasan
strategis terkait arah baru perencanaan perkotaan nasional. Diantaranya adalah usulan revisi
undang-undang perkotaan dan pengelolaan sumber daya alam yang lebih terintegrasi. Andy juga
menyoroti pentingnya penguatan model perencanaan yang mampu mengukur efektivitas investasi terhadap
output pembangunan termasuk untuk mendukung pencapaian target sasaran PU 608.
“Kami ingin membantu perkuat arah perencanaan agar lebih terukur. Adanya perencanaan perkotaan
terintegrasi seperti yang dikembangkan BPIW melalui Integrated City Planning (ICP) dan National
Urban Development Project (NUDP), kita bisa menunjukkan kepada komunitas perencana bahwa kita
memiliki model perencanaan kota yang baik,” ujar Andy.
Andy juga mengundang partisipasi BPIW dalam rangkaian kegiatan Kongres Nasional IAP yang
dilaksanakan pada tanggal 11 hingga 15 November 2025 mendatang yang bertajuk “With Planning We Can”
yang membahas arah pembangunan wilayah dan kota, serta menjadi forum apresiasi perencana dan selaras
dengan World Town Planning Day (WTPD) Tahun 2025.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPIW, Bob Arthur Lombogia, menyampaikan bahwa arah dan semangat IAP
sejalan dengan tugas BPIW serta berkaitan dengan komunitas perencana. Bob menegaskan pembangunan
kota berkelanjutan bukan semata urusan fisik, namun juga mengenai membangun kapasitas manusianya.
“Kota yang berkelanjutan adalah kota yang tetap hidup bahkan ketika intervensi pembangunan telah
selesai. Artinya, masyarakat harus harus menjadi subjek atau pelaku pembangunan. Kalau masyarakat
merasa memiliki programnya, maka kota itu akan tumbuh dan terpelihara,” jelas Bob.
Lebih lanjut, Bob mengatakan bahwa pembangunan kota harus dilihat sebagai proses transformasi yang
melibatkan aspek non struktural seperti penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan tata
kelola lokal.
Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Nasional, Zevi Azzaino, menambahkan bahwa konsep “Kota yang
Bertransformasi” yang digagas Kepala BPIW telah dituangkan dalam kerangka kerja BPIW. “Untuk
membangun kota atau wilayah yang bertransformasi, kita perlu fondasi kuat atau komitmen antara
pemerintah pusat dan daerah, serta 4 pilar utama yaitu infrastrutkur, modal, institusi, dan
partisipasi masyarakat,” jelas Zevi.
Ia mencontohkan, modal yang tidak hanya berupa pembiayaan, tetapi dapat berupa lahan, teknologi,
serta sumber daya manusia yang dikembangkan mengikuti perkembangan teknologi. Ia juga menyebutkan
mengenai sosial budaya sebagai modal yang dapat dieksplorasi lebih lanjut untuk pengembangan wisata.
Zevi juga memaparkan 8 indikator kota bertransformasi, antara lain Key Performance Indicator (KPI)
kota meningkat, infrastruktur terintegrasi, pelayanan publik efisien dan efektif, SDM adaptif,
perubahan perilaku dan partisipasi masyarakat, leading sector dominan, daya dukung dan daya tampung
lingkungan, serta meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
Menutup pertemuan tersebut, Bob menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi dan gagasan dari IAP dan
berharap rencana perkotaan yang disampaikan pada kunjungan ini menjadi fondasi perencanaan bagi
kota-kota Indonesia yang bertransformasi di masa depan.
Turut hadir pada pertemuan ini, Sekretaris BPIW, Riska Rahmadia, Kepala Bagian Perencanaan, Program,
dan Keuangan, Entatarina Simanjuntak, Kepala Bidang Keterpaduan Program dan Anggaran, Pusat
Pengembangan Infrastruktur Wilayah Nasional, Alis Listalatu, Kepala Bagian Hukum, Kerja Sama,
Komunikasi Publik dan Data dan Teknologi Informasi, Ande Akhmad Sanusi, serta pejabat pengawas di
BPIW. (Sya/Mut/Tiara)