
Memuat halaman...
Memuat halaman...
1 Artikel
Direktur Regional I Kementerian PPN/Bappenas, Abdul Malik Sadat Idris mengatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang dibuat Kementerian PPN/Bappenas terdapat Proyek Prioritas Nasional atau yang dikenal dengan nama Major Project, yang di dalamnya berisi kumpulan proyek yang memiliki daya ungkit tinggi dalam mencapai sasaran RPJMN.
Beberapa proyek yang memiliki kontribusi yang signifikan mendukung target RPJMN 2020 –2025 dan RPJPN 2005 – 2025 di Wilayah I, yaitu:
Menurut Abdul Malik Sadat Idris dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2025-2029 dan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 di Wilayah I yakni Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali, memiliki beberapa isu strategis. Pulau Sumatera memilki beberapa isu strategis yakni belum optimalnya hilirisasi komoditas unggulan wilayah sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan pertambangan. Kemudian, belum optimalnya kualitas SDM dimana mayoritas tenaga kerja didominasi oleh lulusan pendidikan menengah ke bawah.
Isu strategis lainnya di Pulau Sumatera yakni degradasi lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, abrasi, dan penurunan luas lahan pertanian pangan karena aktivitas perkebunan kelapa sawit, alih fungsi lahan, serta pertambangan. Belum meratanya akses dan kualitas pelayanan dasar terutama fasilitas dan tenaga kesehatan dan pendidikan terutama di daerah 3T juga menjadi isu strategis di Pulau Sumatera ini. Selain itu, di pulau ini masih terbatas kapasitas dan kualitas infrastruktur, khususnya konektivitas antarwilayah, infrastruktur ekonomi, infrastruktur dasar, dan lain-lain.
Tidak hanya itu, di Pulau Sumatera terdapat isu strategis berupa masih tingginya kerentanan dan potensi bencana terutama di pesisir barat; dan maraknya kriminalitas (narkoba, human trafficking) di daerah perbatasan negara. Beberapa isu strategis juga terdapat di Pulau Jawa dan Pulau Bali yakni masih tingginya kesenjangan pembangunan antarwilayah, karena persebaran pusat ekonomi yang tidak merata antara wilayah bagian Utara dan Selatan, serta wilayah kepulauan di Pulau Jawa dan Pulau Bali tersebut.
Isu strategis lainnya yakni masih tingginya kerentanan dan potensi bencana seperti banjir rob di daerah pesisir utara Pulau Jawa, gempa bumi dan tsunami di daerah pesisir Selatan Pulau Jawa. Kemudian, isu strategis terkait degradasi lingkungan seperti penurunan muka tanah Daerah Aliran Sungai (DAS) dan polusi udara akibat aktivitas industri.
Pulau Jawa dan Pulau Bali juga memerlukan percepatan pembangunan infrastruktur layanan dasar, konektivitas, serta optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam pengembangan sektor primer, industri, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Selain itu ada isu strategis terkait belum optimalnya upaya pengurangan tingkat pengangguran karena adanya missmatch antara dunia pendidikan dengan dunia usaha dan dunia industri. Selanjutnya, belum optimalnya upaya penanggulangan kemiskinan dalam mengurangi kantong-kantong kemiskinan dan jumlah penduduk miskin serta scarring effect akibat pandemi Covid-19.
Isu strategis berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali terkait pengembangan kawasan perkotaan sebagai pusat aktivitas ekonomi regional dan pusat pelayanan publik antara lain melalui pemenuhan infrastruktur perkotaan seperti layanan angkutan kota dan transportasi massal dan penataan kawasan, penataan permukiman kumuh, pemenuhan layanan dasar perkotaan dan amenitas perkotaan, serta peningkatan ketahanan bencana dan Kualitas lingkungan perkotaan.
Ia juga menjelaskan bahwa kebijakan antara Kementerian PPN/Bappenas dengan Kementerian PUPR yang perlu disinkronkan untuk Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali antara lain pertama, Penyelarasan Prioritas Pembangunan Wilayah. Program-program yang tercantum di dalam Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW) harus selaras dengan indikasi program yang ada di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Selain itu, sasaran dan tujuan yang diidentifikasi dalam RPIW juga harus mampu mendukung dan memperkuat tujuan pembangunan jangka menengah yang sudah ditetapkan dalam RPJMN.
Kedua, sinkronisasi terkait basis data dan informasi kewilayahan antara RPIW dan RPJMN. Kedua dokumen ini perlu menggunakan data dan analisis yang konsisten terkait kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur di setiap wilayah. Konsistensi data ini memastikan bahwa dasar perencanaan yang digunakan akurat dan berbasis fakta yang sama.
Sinkronisasi yang ketiga yang sangat penting untuk dilakukan yakni mekanisme pembiayaan. Strategi pembiayaan yang diuraikan dalam RPIW harus selaras dengan alokasi anggaran yang direncanakan dalam RPJMN. Pendekatan pembiayaan multi-sumber yang disusun dalam RPIW perlu mencerminkan strategi keuangan yang dirancang dalam RPJMN untuk memastikan keberlanjutan pendanaan bagi proyek-proyek strategis.
Kemudian yang keempat, yakni sinkronisasi terkait target dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang diusulkan dalam RPIW harus diselaraskan dengan indikator kinerja yang ditetapkan dalam RPJMN. Indikator-indikator ini harus mampu mencerminkan hasil pembangunan yang terukur, baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif.
Abdul Malik pun memberikan beberapa contoh sinkronisasi kebijakan yang perlu dilakukan Bappenas dengan Kementerian PUPR, yakni:
Kemudian, terkait perencanaan infrastruktur, Kementerian PUPR melalui BPIW menyusun Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW) sesuai amanat Peraturan Menteri (Permen) PUPR No.6 Tahun 2022 tentang Perencanaan dan Pemrograman Pembangunan Infrastruktur PUPR yang kemudian dituangkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR No. 817 tahun 2024 tentang RPIW.
Terkait kedudukan dalam kebijakan, RPIW mengacu pada RPJMN dan RPJPN. Kemudian RPIW menjadi input bagi pelaksanaan Rakorbangwil dan Konreg Kementerian PUPR yang pada akhirnya menjadi input terhadap rencana kerja Kementerian PUPR. Mengenai hal ini Abdul Malik mengatakan bahwa dirinya mendukung dengan hasil penyusunan RPIW akan menjadi referensi input usulan dalam forum-forum perencanaan dari pemerintah daerah.
Usulan tersebut dapat diusulkan dalam forum Konsultasi Regional (Konreg) Kementerian PUPR, forum perencanaan lainnya seperti Rakortek – Rakorgub – Musrenbangprov dan pada akhirnya bermuara pada usulan Musrenbangnas RKP tiap tahun. Dikatakannya juga bahwa sesuai dengan amanat Undang- Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diamanatkan terkait pelaksanaan Musrenbangnas RKP dan RKPD.
Terkait peran BPIW Kementerian PUPR melalui RPIW dalam mendukung Visi Indonesia Emas 2045, Abdul Malik berharap BPIW mampu untuk menyusun perencanaan infrastruktur wilayah dalam RPIW yang terintegrasi dengan perencanaan kewilayahan, seperti RPJPN, RPJMN, RKP; perencanaan sektoral yang telah dilakukan juga di Kementerian PPN/Bappenas, serta kementerian lembaga lainnya (contoh: JUTPI, RITJ, RUPTL). “Hal ini agar dapat mendukung pengintegrasian infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, konektivitas wilayah, dan penguatan kondisi sosial masyarakat,” ujarnya.
Perencanaan infrastruktur wilayah yang perlu untuk terus didasarkan pada karakteristik khas dan/atau fungsionalitas dari suatu kawasan, seperti kawasan perkotaan kawasan pertanian, kawasan industri, kawasan pariwisata, dan sebagainya. Ia juga berharap BPIW juga mengupayakan perencanaan infrastruktur yang tidak hanya mendorong kemajuan wilayah, tetapi juga mendukung keberlanjutan dengan keseimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kemudian, alternatif pembiayaan juga perlu dimunculkan dalam perencanaa infrastruktur karena kapasitas fiskal daerah yang sebagian besar masih belum cukup. “Pengarusutamaan teknologi terbaru dalam pengembangan infrastruktur kewilayahan juga perlu dioptimalkan, baik dalam bidang konstruksi maupun energi,” pungkasnya.(**)