
Memuat halaman...
Memuat halaman...
2 Artikel
Industri yang berkelanjutan adalah jenis industri yang beroperasi dengan cara memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pada implementasinya, industri ini mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam, mengurangi limbah dan emisi, serta mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan secara holistik. Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Indonesia, menduduki posisi ke-2 setelah DKI Jakarta. Sektor Industri memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Jawa Timur yaitu sebesar 30,34% dari total PDRB di tahun 2023.
Dengan demikian menjadi tak terelakkan bahwa pertumbuhan sektor industri vital terhadap perkembangan Provinsi Jawa Timur. Di sisi lain, berkembangnya sektor industri juga memunculkan berbagai masalah terutama terkait lingkungan, seperti pencemaran lingkungan akibat kurang optimalnya pengelolaan sampah dan limbah, alih fungsi lahan, bencana banjir dan erosi, serta eksploitasi sumber daya alam. Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum berfungsi mendorong potensi pengembangan suatu wilayah, pada konteks Jawa Timur, infrastruktur PU berperan dalam meningkatkan konektivitas, penyediaan air bersih, dan mengelolaan sampah. Policy brief ini disusun dengan maksud untuk menjawab pertanyaan, apakah infrastruktur PU yang telah dibangun mampu mendorong pertumbuhan industri sekaligus menjaga kelestarian lingkungan sehingga visi industri yang berkelanjutan di Jawa Timur dapat terwujud.
Pendahuluan
Wilayah Metropolitan (WM) Surabaya atau yang sebelumnya disebut sebagai Kawasan Perkotaan Gerbangkertosusila, merupakan wilayah metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. WM Surabaya terdiri dari Kota Surabaya sebagai kota inti dan hinterlandnya yang meliputi Kab. Gresik, Kab. Bangkalan, Kab. Mojokerto, Kab. Sidoarjo, dan Kab. Lamongan. Kota dan Kabupaten dalam WM ini saling terhubung secara ekonomi, sosial, dan transportasi. Dalam Perpres No. 66 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) Kawasan Perkotaan Gerbangkertosusila, tujuan penataan ruang Gerbangkertosusila adalah untuk menjadi pusat ekonomi nasional dan ekonomi kelautan yang berdaya saing global, terpadu, tertib, aman, dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan prinsip ekonomi sirkuler.
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dan Ekspor ke Pasar Global. Industri pengolahan di Jawa Timur menyumbang sebesar 18,9% atau senilai Rp. 901,8 T dari Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sektor industri, nilai ini merupakan yang terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Barat (23,03% atau Rp. 1.099 T) di tahun 2023. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional menetapkan 9 Kawasan Industri (KI) eksisting dan 6 KI rencana di Jawa Timur. 7 KI eksisting tersebut meliputi Surabaya Industrial Estate Rungkut di Kota Surabaya; Sidoarjo Industrial Estate Berbek dan Kawasan Industrial Safe N Lock di Kab. Sidoarjo; Maspion Industrial Estate, Java Integrated Industrial and Port Estate, dan Kawasan Industri Gresik di Kab. Gresik; dan Ngoro Industrial Park di Mojokerto. Adapun 4 KI rencana yaitu KI SiRIE di Kab. Sidoarjo, KI Salt Lake di Kab. Gresik, KI Maritim di Kab. Lamongan, dan Madura Industrial Seaport City di Kab. Bangkalan.
Dari jumlah tersebut 7 KI eksisting dan 4 KI rencana berada dalam WM Surabaya, sehingga bisa dikatakan WM Surabaya merupakan penopang sektor industri di Jawa Timur. Beberapa sektor industri utama di Surabaya meliputi manufaktur/industri pengolahan termasuk galangan kapal, alat-alat berat, pengolahan makanan, elektronik, dan perabotan rumah tangga. Beberapa perusahaan besar yang memiliki pabrik di WM Surabaya diantaranya PT Semen Indonesia, Maspion Group, Wings Group, Unilever Indonesia, PT. PAL Indonesia, dll.
Pendekatan
Bagaimana mengukur tingkat keberhasilan infrastruktur PU dalam mendorong pertumbuhan industri yang berkelanjutan di WM Surabaya? Mengukur industri yang berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik yang mencakup 3 aspek utama: lingkungan, sosial, dan ekonomi. Pada policy brief ini, hanya akan dibahas pada aspek yang terkait erat dengan Pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum yaitu aspek lingkungan dan ekonomi. Pembahasan juga akan dikerucutkan pada sektor-sektor yang menjadi kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum, yaitu konektivitas, penyediaan air baku industri, dan sanitasi.
A. Konektivitas
Identifikasi ruas-ruas jalan prioritas terhadap aktivitas industri di WM Surabaya dapat dilihat pada pergerakan lalu lintas (matriks asal dan tujuan). Berdasarkan matriks dibawah ditemui bahwa pergerakan tertinggi terjadi antara Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, dan Kota Surabaya. Pada Kab. Sidoarjo terdapat bandara Juanda, sedangkan pada Kab. Gresik dan Kota Surabaya terdapat Pelabuhan Utama Tanjung Perak dan Pelabuhan-pelabuhan industri. Pada ketiga Kab/Kota tersebut juga terdapat jumlah kawasan industri terbanyak.
Total panjang jalan nasional di GKS Plus adalah sebesar 606,61 km dengan lebar rata-rata 12,59 m. Dari segi kinerja, kemantapan jalan 98% (594,48 km), IRI rata-rata 4,92, dan VCR rata-rata 0,68. terdapat jalan dengan VCR>0,8 (LoS kategori D) sepanjang 162,8 km (26,84%) dan jalan dengan VCR>1 (LoS kategori E) sepanjang 160,74 (26,49%). Ruas-ruas jalan dengan VCR besar tersebut sudah membutuhkan penanganan strategis agar tidak terjadi kemacetan parah yang dapat mengurangi kinerja jalan.
Untuk mendukung konektivitas industri, WM Surabaya juga didukung dengan pembangunan ruas-ruas jalan tol. Berdasarkan Kepmen PUPR No. 367/KPTS/M/2023 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Tahun 2020-2040, Jalan tol yang sudah beroperasi meliputi: Mojokerto-Surabaya (36,27 km), Krian-Legundi-Bunder (29 km), Surabaya-Gresik (20,7 km), Surabaya-Gempol (48,85 km), dan SS Waru-Bandara Juanda (12,8 km). Adapun jalan tol yang masih rencana meliputi: Krian-Pucukan (32 km), Bandara Juanda-Tj. Perak (23 km), dan Waru-Wonokromo-Tj. Perak (18,2 km). Pembangunan ruas-ruas jalan tol tersebut dimaksudkan untuk memisahkan pergerakan antara aktivitas logistik termasuk di dalamnya industri dengan aktivitas perkotaan, dengan demikian distribusi logistik antar kawasan industri dengan pelabuhan bisa dipercepat.
B. Air Baku Industri
Capaian akses air perpipaan di WM Surabaya mencapai 27,28%, dimana akses air perpipaan tertinggi berada di Kota Surabaya (96,81%) dan terendah berada di Kab. Lamongan (6,64%).
Pada skala regional, terdapat 2 SPAM Regional yaitu SPAM Umbulan dan SPAM Mojolagres. SPAM Umbulan adalah proyek dengan skema KPBU pertama untuk sektor air minum di Indonesia. SPAM Umbulan melayani 5 Kab/Kota yaitu: Kab. Sidoarjo (1200 lps), Kab. Gresik (1.000 lps), Kab. Pasuruan (410 lps), Kota Pasuruan (110 lps), Kota Surabaya (1.000 lps), dan PDAB Jawa Timur (280 lps). SPAM Umbulan memiliki kapasitas produksi 2.700 l/dtk masih dibawah kapasitas desain 4.000 l/dtk dikarenakan tidak tersedianya sumber air baku lagi.
SPAM Regional Mojolagres memanfaatkan sumber air yang berasal dari Sungai Brantas dengan kapasitas intake terpasang direncanakan sebesar 300 l/dt. Pembangunan unit pengolahan air bersih direncanakan terbagi ke dalam 3 tahap pengembangan dengan total kapasitas produksi sebesar 300 l/dt. Pembangunan tahap I SPAM pada tahun 2012 dengan kapasitas IPA sebesar 50 l/dt. Pembangunan tahap II tahun 2017 dengan penambahan kapasitas IPA 150 l/dt. Pada tahun 2026 direncanakan pembangunan SPAM lanjutan dengan pembiayaan diajukan dari loan. Penerima manfaat yang ditargetkan adalah sebanyak ±14.929 SR atau 400.000 jiwa di 3 Kab/Kota, Kab. Mojokerto 7.819 SR, Kab. Lamongan 1.177 SR, dan Kab. Gresik 5.933 SR.
Terdapat pula SPAM Karangbinangun dan SPAM Brondong yang berlokasi di Kabupaten Lamongan dan termasuk dalam proyek strategis sesuai Perpres Nomor 80 Tahun 2019. Selain itu, beberapa kabupaten/kota di Gerbangkertosusila juga mengembangkan SPAM lokal untuk memenuhi kebutuhan air baku industri dan domestik. Misalnya, Kabupaten Sidoarjo memanfaatkan sumber air dari Kalimati dan Kali Pelayaran untuk pelayanan di wilayah Sidoarjo Barat. Penyediaan air baku untuk industri di wilayah Gerbangkertosusila merupakan hasil kerja sama antara pemerintah daerah, PDAM setempat, dan SPAM regional maupun lokal. Upaya ini dilakukan untuk memastikan ketersediaan air baku yang cukup bagi kebutuhan industri dan masyarakat.
C. Pengelolaan Sanitasi
Pengelolaan sanitasi yang menjadi kewenangan Kementerian PU mencakup pengelolaan limbah domestik, lumpur tinja, dan pengelolaan sampah. Pada prinsipnya, Kementerian PU bertanggung jawab pada pengelolaan sanitasi di kawasan permukiman dan bukan pada pengelolaan limbah di dalam Kawasan Industri. Beberapa peraturan seperti Permen Lingkungan Hidup No.3/2010 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri, PP No. 142/2015 tentang Kawasan Industri, dan PP No. 22/2021 tentang Penyelenggaraan perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa Kawasan Industri wajib mengelola limbahnya sendiri melalui fasilitas pengolahan yang memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Permen PUPR No.4/2017 menyatakan bahwa daerah dengan kepadatan penduduk >150 jiwa/Ha dapat dibangunkan SPALD-T, sedangkan untuk kawasan strategis berkepadatan penduduk <150 jiwa/ha dapat dibangunkan SPALD-S. Kepadatan penduduk di masing-masing Kabupaten/Kota pada WM Surabaya adalah sebagai berikut: Kota Surabaya (85,85 jiwa/Ha), Kab. Gresik (10,89 jiwa/Ha), Kab. Bangkalan (10,31 jiwa/Ha), Kab. Mojokerto (15,96 jiwa/Ha), Kota Mojokerto (69,93 jiwa/Ha), Kab. Sidoarjo (30,82 jiwa/Ha), dan Kab. Lamongan (7,76 jiwa/Ha). Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Surabaya, diikuti dengan Kota Mojokerto, dan Kab. Sidoarjo. Namun demikian, berdasarkan angka tersebut, jika dilihat dalam skala kota/kab, belum ada kota/kab di WM Surabaya yang sudah memenuhi kriteria pembangunan SPALD-T. Analisis yang dihasilkan mungkin berbeda jika perhitungan dilakukan pada skala kecamatan.
Terkait pengolahan lumpur tinja, terdapat 4 Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di WM Surabaya, yaitu: IPLT Keputih di Kota Surabaya, IPLT Betoyoguci di Kab. Gresik, IPLT Sidokumpul di Kab. Lamongan, dan IPLT Griyomulyo Jabon di Kab. Sidoarjo. Masih terdapat Kabupaten/Kota yang belum memiliki IPLT yaitu, Kab. Bangkalan, Kota Mojokerto, dan Kabupaten Mojokerto. Pada pelayanan persampahan, seluruh Kab/Kota telah memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) masing-masing. Namun demikian, berdasarkan analisis kapasitas dan timbunan sampah/tahun didapati bahwa hampir seluruh TPA di WM Surabaya dalam kondisi overload, hanya terdapat 1 TPA yaitu TPA Benowo di Kota Surabaya yang masih memiliki umur layanan hingga 3 tahun lagi. Untuk memenuhi kebutuhan hingga 5 tahun ke depan masih dibutuhkan program-program peningkatan layanan persampahan berupa pembangunan TPST, TPS3R, perluasan landfill, hingga pembangunan instalasi RDF.
Hasil
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah memiliki tugas merumuskan kebijakan pengembangan infrastruktur wilayah secara terpadu dan berkelanjutan. Pada tahun 2024, Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah II telah melaksanakan kajian penyusunan Rencana Pengembangan Infrastruktur Kawasan Prioritas Gerbangkertosusila (WM Surabaya). Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam perencanaan infrastruktur wilayah metropolitan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan wilayah khususnya sektor industri serta sebagai masukan dalam pembaruan dokumen RPIW Provinsi Jawa Timur khususnya pada Bab VIII Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur.
Dalam membuat perencanaan WM Surabaya dengan tujuan akhir peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan, perencanaan dimulai dari mengindentifikasi isu dan permasalahan, menganalisis kinerja infrastruktur terbangun dan menghitung gap kebutuhan infrastruktur sehingga kemudian dihasilkan rencana aksi pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan wilayah.
Permasalahan
• Hub transportasi khususnya Pelabuhan belum maksimal mendukung arus logistic di WM Surabaya
• Masih dibutuhkan peningkatan konektivitas antara WM Surabaya dengan hinterland dan pusat-pusat pertumbuhan lain di Jawa Timur untuk menjamin pemerataan
• Tingginya kebutuhan air baku dikarenakan besarnya jumlah penduduk di WM Surabaya serta aktivitas industri yang juga menuntut ketersediaan tampungan air baku permukaan dalam jumlah yang besar
• Masih rendahnya capaian akses air minum perpipaan di WM Surabaya.
• Tingginya tingkat pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri khususnya di Kab. Gresik dan Kab. Sidoarjo
• Tingginya alih fungsi lahan akibat pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pertumbuhan industri yang pesat di WM Surabaya.
Rekomendasi Kebijakan
• Saat ini konektivitas antar Kawasan Industri (KI) di WM Surabaya dan antara KI dengan hub transportasi berupa bandara dan pelabuhan sudah terhubung dengan cukup baik melalui jaringan jalan tol. Namun demikian, masih dibutuhkan peningkatan kapasitas hub transportasi khususnya pelabuhan untuk mendukung arus logistik dari dan keluar kawasan menuju wilayah-wilayah lain di Indonesia.
• Untuk mendukung pemerataan logistik antara WM Surabaya dengan wilayah lain di Jawa Timur, masih dibutuhkan penuntasan tol Probolinggo-Banyuwangi dan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) Jawa beserta sirip-siripnya.
• Dalam rangka memenuhi kebutuhan air minum baik untuk industri maupun Kawasan permukiman di WM Surabaya, masih dibutuhkan pembangunan SPAM Regional Pantura salah satu proyek dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019. SPAM ini akan melayani wilayah Kab. Tuban, Kab. Bojonegoro, dan Kab. Lamongan dengan total layanan sebesar 166.000 SR.
• Selain itu, untuk meningkatkan capaian air minum perpipaan di WM Surabaya dibutuhkan pemenuhan RC oleh pemda dan PDAM.
• Untuk mendukung pelayanan persampahan, dibutuhkan pembangunan TPST baru dengan konsep 3R, untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA, mengurangi dampak lingkungan, dan meningkatkan nilai ekonomi dari sampah daur ulang.
• Selain itu, untuk meningkatkan nilai ekonomi dari pengolahan sampah dibutuhkan dukungan pembangunan instalasi Refuse Derived Fuel (RDF) yang dapat mengubah sampah padat menjadi bahan bakar alternatif.
• Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) melakukan kegiatan penyusunan kajian Pengembangan WM Surabaya dengan fokus perencanaan sektor industri pengolahan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
• Hasil kajian akan menjadi dasar dalam pembahasan program kegiatan pada forum-forum perencanaan baik jangka menengah maupun tahunan, seperti Musrenbangnas, Rakortekrenbang, Rapat Koordinasi Pengembangan Wilayah (Rakorbangwil), dan Konsultasi Regional (Konreg).
• Dibutuhkan revisi dokumen RPIW Provinsi Jawa Timur yang menyesuaikan dengan hasil kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan khususnya pada bab skenario pengembangan dan rencana aksi.
• BPIW melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain serta pemerintah daerah untuk merumuskan langkah-langkah komitmen pengembangan industri di WM Surabaya dengan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Kesimpulan
Pesatnya pertumbuhan Industri di WM Surabaya memberikan dampak ekonomi yang besar bagi kesejahteraan masyarakat. Namun, hal ini harus didukung dengan pertumbuhan infrastruktur yang memadai agar dampak negatif dari industri seperti meningkatnya kemacetan, limbah, dan pencemaran lingkungan dapat ditanggulangi dengan baik. Hal ini untuk menjamin keberlanjutan pembangunan, efisiensi sumber daya dan distribusi, serta peningkatan produktivitas tenaga kerja sehingga manfaat pertumbuhan industri dapat dirasakan masyarakat luas.
BPIW diharapkan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap RPIW Kawasan Prioritas WM Surabaya yang telah disusun, hal ini untuk mendapatkan masukan revisi RPIW Jawa Timur khususnya pada bab rencana aksi. Revisi RPIW akan menjadi dasar dalam penetapan program tahunan pada forum-forum perencanaan seperti Rakorbangwil dan Koreg yang dilaksanakan setiap tahun. Selanjutnya, dokumen RPIW KP WM Surabaya akan menjadi masukan dalam RPJMD, RISPAM, masterplan air limbah dan masterplan persampahan WM Surabaya.(**)
Referensi/Rujukan
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
2. Perpres No. 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan
3. Peraturan Menteri PUPR No. 17/PRT/M/2019 tentang Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW)
4. Keputusan Menteri PUPR No. 367/KPTS/M/2023 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional Tahun 2020-2040
5. PDRB Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2019-2023 (BPS)
Upaya percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua sudah banyak dilakukan melalui penetapan kebijakan dimulai dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua hingga yang terbaru Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022-2041, namun sampai saat tingkat kesejahteraan masyarakat Papua masih cukup rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia (contohnya Kota Sorong). Salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah tersedianya infrastruktur pelayanan dasar seperti urusan air minum, air limbah dan perumahan. Namun kendala saat ini adalah pembangunan infrastruktur layanan dasar tersebut belum optimal dan tidak dilengkapi dengan mekanisme monitoring evaluasi kebermanfaatan infrastruktur. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan infrastruktur yang dilengkai dengan indikator kebermanfaatan yang berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak hanya dilihat dari output infrastruktur yang terbangun namun juga kebermanfaatan infrastrukturnya. Dokumen perencanaan ini selanjutnya akan menjadi masukan dalam dokumen RPIW Provinsi Papua Barat Daya yang sebelumnya telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri PUPR Tahun 817 Tahun 2024 tentang Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW).
Pendahuluan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu tujuan desentralisasi adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan daya saing daerah. Daya saing daerah diukur melalui Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) melalui perhitungan skor dari 63 indikator yang dikelompokkan menjadi 12 pilar daya saing.
Sebagai ibukota provinsi Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Papua Barat Daya, Kota Sorong memiliki nilai IDSD yang rendah yaitu 3,29 sedangkan nilai IDSD nasional adalah 3,44. Berdasarkan penilaian IDSD yang dilakukan oleh BRIN (Agustus, 2024) skor pilar infrastruktur Kota Sorong hanya 2,23 (skor nasional 2,71). Indikator penilaian IDSD pilar infrastruktur yang dilaksanakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional tercantum pada tabel di bawah.
Selanjutnya apa peran Kementerian PUPR dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Sorong melalui penyediaan infrastruktur PUPR. Sebelumnya Kementerian PUPR melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah telah menyusun dokumen Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah (RPIW) untuk 38 provinsi termasuk RPIW Provinsi Papua Barat Daya dan ditetapkan melalui Kepmen PUPR Nomor 817 Tahun 2024 tentang RPIW. Hal ini juga merupakan salah satu perwujudan dari amanat Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022-2041 khususnya sasaran Percepatan Pembangunan Papua yaitu Papua Sehat.
Pendekatan dan Hasil
Bagaimana mengukur kesejahteraan Kota Sorong? Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada 8 (delapan) faktor yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Perencanaan infrastruktur kota yang baik merupakan landasan untuk pertumbuhan ekonomi, kesehatan, dan kualitas hidup yang lebih baik, dan pada akhirnya berkontribusi pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR mempunyai fungsi melakukan penyusunan rencana terpadu pembangunan infrastruktur dan melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan rencana terpadu pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat berdasarkan pendekatan pengembangan wilayah. Pada tahun 2024, Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah III melaksanakan kajian Perencanaan dan Perancangan Kota dengan salah satu lokasi studi terpilih Kota Sorong. Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam perencanaan infrastruktur kota yang sesuai dengan pengembangan wilayah dan sebagai masukan dalam updating dokumen RPIW Provinsi Papua Barat Daya khususnya pada Bab VIII Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur. Selain itu, untuk mengukur efektivitas dan efisiensi suatu rencana maka diperlukan indikator capaian dalam bentuk Key Performance Indicator (KPI).
Dalam membuat perencanaan Kota Sorong dengan tujuan akhir peningkatan kesejahteraan masyarakat, perencanaan dimulai dari identifikasi isu permasalahan, pendataan kondisi eksisting kinerja infrastruktur dan koordinasi dengan instansi terkait maka dapat dirumuskan visi kota dan Key Performance Indicator (KPI).
Pembahasan Konsep Perencanaan dan Perancangan Kota Sorong
Permasalahan
Rekomendasi
Kebijakan yang direkomendasikan
Kementerian PUPR melalui Pusat Pengembangan Infrastruktur PUPR Wilayah III melakukan kegiatan penyusunan dokumen Perencanaan dan Perancangan Kota Sorong yang merupakan hasil konsolidasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Kota Sorong. Bentuk koordinasi lintas pemerintahan ini dilakukan melalui pelibatan pemda dalam proses penyusunan dokumen. Dokumen ini selanjutnya dijadikan komitmen bersama dalam pelaksanaannya dan monitoring evaluasi. Untuk di lingkungan Kementerian PUPR khususnya BPIW sebagai pelaksana programming tahunan di Kementerian PUPR, dokumen perencanaan dan perancangan Kota Sorong akan menjadi menjadi masukan dalam revisi RPIW Provinsi Papua Barat Daya yang selanjutnya sebagai dasar dalam pembahasan program kegiatan contohnya forum Rapat Koordinasi Keterpaduan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (Rakorbangwil) dan Konsultasi Regional (Konreg).
Kesimpulan
Pemerintah Kota Sorong dan BPIW melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap dokumen Perencanaan dan Perancangan Kota Sorong pelaksanaan rencana aksi yang telah disepakati sekaligus sebagai masukan dalam revisi dokumen RPIW Provinsi Papua Barat Daya (Bab VIII Rencana Aksi Pembangunan Infrastruktur). Dokumen RPIW ini menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan infrasruktur PUPR (programming) dalam forum Rakorbangwil dan Konreg yang diselenggarakan setiap tahun.
Selanjutnya, dokumen perencanaan dan perancangan Kota Sorong ini juga menjadi masukan dalam RPJMD, RISPAM, masterplan air limbah dan masterplan persampahan Kota Sorong.(**)
Referensi/Rujukan