Triplehelix, Strategi Kementerian PUPR untuk Memenangkan Persaingan di Era Pasar Global
Guna memenangkan persaingan dalam era pasar global, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) melakukan terobosan meningkatkan daya saing bidang konstruksi melalui konsep triplehelix.
Yakni melakukan kerjasama untuk saling bersinergi antara Perguruan Tinggi, Pelaku Usaha dan
Pemerintah.
"Dalam hal ini perguruan tinggi berperan sebagai laboratorium riset, inkubator produk inovatif,
jaringan pengetahuan dan teknologi, serta basis produksi SDM (Sumber Daya Manusia,-red) ahli,"
ungkap Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR, Hadi Sucahyono
mewakili Menteri PUPR, Basuki Hadimulyono saat menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Peran Perguruan
Tinggi dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur untuk Mencapai Peningkatan Daya Saing Ekonomi
Indonesia” pada Wisuda dan Dies Natalis Universitas Pancasila ke-52 di Jakarta Convention Center
(JCC), Rabu (14/11).
Hadi mengungkapkan, adapun untuk peran pelaku usaha adalah mengelola daya saing bersama dengan
pemerintah sebagai regulatornya. "Dalam pengembangan jasa konstruksi, perguruan tinggi diharapkan
dapat membangun minat siswa didik kepada industri konstruksi, mengembangkan SDM, memperkuat
kurikulum yang menunjang konstruksi, akreditasi untuk program studi, meningkatkan riset dalam bidang
konstruksi, dan melakukan riset dengan pendekatan multi-disiplin terpadu," ungkap Hadi.
Menurutnya, kesepakatan ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA) on Engineering Services telah
membuka kesempatan bagi insinyur yang berwarganegara ASEAN untuk berkarya lintas batas negara di
lingkungan ASEAN. "Ini merupakan peluang sekaligus tantangan. Tantangan bagi perguruan tinggi untuk
menjadikan lulusannya yang berjaya, mandiri dan berdaya saing global. Bahkan, menjadi penggerak
pembangunan Indonesia yang memiliki kompetensi handal," jelas Hadi.
Kementerian PUPR, lanjut Hadi, turut membangun kualitas bangsa untuk memenangkan persaingan global
melalui pembangunan infrastruktur untuk masyarakat di seluruh tanah air. "Kemudian menempatkan
infrastruktur dalam posisi prioritas kebijakan pembangunan nasional merupakan pilihan yang logis dan
strategis. Pasalnya, pembangunan infrastruktur juga memberikan kontribusi pada berbagai perbaikan
kondisi nasional," terangnya.
Menurutnya, sebagai salah satu indikator yakni daya saing Indonesia dalam konteks global terus
membaik, yaitu berada pada peringkat 45 dari 140 negara yang pada tahun sebelumnya berada di
peringkat 47.
"Dalam hal ini, infrastruktur yang handal merupakan salah satu kunci utama dalam meningkatkan daya
saing Indonesia. Itulah sebabnya, segenap upaya yang kita curahkan secara terus menerus dalam
membangun infrastruktur, pada dasarnya bukan untuk memenuhi keinginan kita bermewah-mewahan, tetapi
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain
yang telah lebih dahulu membangun infrastrukturnya," jelas Hadi. Menurutnya, pembangunan
infrastruktur yang terus diupayakan untuk membangun pondasi bagi lompatan kemajuan di masa depan
yang akan dipelopori oleh generasi muda Indonesia.
Saat ini ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, antara
lain Disparitas antarwilayah, terutama antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI), daya saing nasional yang masih harus terus didorong, yang salah satunya melalui
peningkatan konektivitas, tingkat urbanisasi yang tinggi yaitu sebesar 53% penduduk tinggal pada
kawasan perkotaan serta pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan pangan
dan energi.
Kemudian pada tahun 2015, ungkap Hadi, Kementerian PUPR membentuk BPIW sebagai wujud inovasi
kelembagaan agar proses perencanaan berjalan lebih terpadu dan pemrograman berjalan lebih sinkron
dan terukur dengan pendekatan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS).
"Melalui pendekatan WPS, berbagai target dan sasaran pembangunan bidang PUPR disusun untuk menjamin
ketahanan air dan pangan, memperkuat konektivitas antarwilayah sebagai peningkatan daya saing,
meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, khususnya perkotaan sebagai “engine of economic
growth”, serta membangun dari pinggiran untuk mengurangi disparitas antar-wilayah, sekaligus
merekatkan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Hadir pula dalam acara ini Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila yang
juga mantan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Siswono Yudo Husodo serta Ketua
Pengawas Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila, Jend (Purn) Agum Gumelar.
Sementara itu, Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila, Siswono Yudo
Husodo mengajak para wisudawan dapat menunjukkan prestasinya di masyarakat seperti yang telah
ditunjukkan wisudawan-wisudawan sebelumnya. Menurutnya, belajar tidak hanya di bangku kuliah, tetapi
yang utama adalah hidup dan berkarya untuk masyarakat yang merupakan proses yang tidak pernah
berakhir.
Di tempat yang sama, Rektor Universitas Pancasila, Wahono Sumaryono mengatakan, perguruan tinggi
yang dipimpinnya kini meluluskan 1.753 wisudawan mulai dari jenjang pedidikan vokasi sampai doktor
yang terdiri atas tujuh fakultas dan pascasarjana.
“Para wisudawan hari ini, tentunya memiliki semangat, jiwa, kepribadian dan budaya Pancasila,” kata
Wahono. Menurutnya, nilai-nilai luhur Pancasila diharapkan dapat diimplementasikan oleh para
wisudawan dalam berbagai aspek kehidupan, baik di lingkungan, keluarga, tempat kerja maupun
lingkungan lainnya.
Sejak didirikan pada 28 Oktober 1966, Universitas Pancasila telah meluluskan sekitar 60.000 ahli
madya, profesi dan sarjana dari berbagai strata dan berbagai program studi. (ris/infoBPIW)