BPIW dan BPTJ Lakukan Koordinasi Pengembangan Infrastruktur Kawasan Jabodetabek
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR melakukan koordinasi dengan Badan
Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), terkait Program dan Kegiatan Pengembangan kawasan
Jabodetabek, di Gedung BPIW, Kamis (4/8). Pada rapat tersebut, Kepala BPIW, Hermanto Dardak
mengungkapkan bahwa saat ini instansinya sedang merancang development plan, untuk mengurai
permasalahan kawasan perkotaan, khususnya Jabodetabek.
Konsep yang digunakan dalam mengurai permasalahan di kawasan ini adalah simple rules tentang
perkotaan, seperti fungsi pelayanan perkotaan yang dibagi menjadi dua bagian yakni ke dalam sebagai
human scale dan ke luar sebagai network cities. “Target restorasi perkotaan adalah menuju kota yang
yang aman, sehat, berkeselamatan, dan estetik,” jelas Dardak.
Lebih lanjut Dardak menjelaskan mengenai arahan rencana pengembangan sistem konektivitas di Kawasan
Cikarang – Bekasi – Laut (CBL), dimana saat ini sedang dalam rencana pembangunan Jalan Tol Cikarang
– Cibitung – Tanjung Priok sepanjang 28,15 km, dan Cilincing – Tanjung Priok sepanjang 11,5 km,
serta Cijago – Cibitung – Cilincing sepanjang 58,75 km.
Selain itu Kementerian PUPR mendukung rencana pembangunan jalur Kereta Api Double Double Track (DDT)
Cikarang – Manggarai – Tanjung Priok, masterplan pengembangan terpadu pesisir Jakarta berupa NCICD,
dan rencana pengembangan Waterways CBL oleh Pelindo.
“Cikarang merupakan kawasan industri terbesar di Indonesia yang perlu difasilitasi berupa sarana dan
pra sarana, dengan memadukan pengembangan wilayah dengan market driven untuk mendukung pembangunan
infrastruktur yang berkelanjutan,” tutur Dardak.
Terkait dengan menjamurnya permukiman kumuh di wilayah Utara Jakarta, menurut Dardak Kementerian
PUPR saat ini fokus dalam pengembangan Kota Baru Publik Kemayoran dengan konsep compact city. “Rumah
susun yang berada di Kemayoran dalam waktu dekat ke depan akan digunakan untuk penyelenggaraan PON
dan selanjutnya akan digunakan sebagai permukiman masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR,” ucap
Dardak.
Dalam kesempatan itu, Dardak juga menyampaikan bahwa selain Kemayoran, juga dikembangkan Kota Baru
Publik Maja. Dikatakannya bahwa pada tanggal 27 Juni lalu, Kementerian PUPR bersama pemerintah
daerah dan pengembang melakukan penandatanganan kesepakatan bersama pengembangan kota baru publik
tersebut.
Pengembangan Maja menggunakan konsep pertumbuhan Kota Satelit Mandiri, dimana akan diupayakan
tersedianya sistem permukiman perkotaan berimbang dengan komposisi 1:2:3. Dalam komposisi tersebut
pembangunan satu unit rumah mewah oleh pengembang, harus diikuti dengan pembangunan dua unit rumah
menengah, dan tiga unit rumah sederhana bagi MBR.
Saat ini menurut Dardak, BPIW sedang menyusun development plan pengembangan Maja. Dalam development
plan tersebut memuat beberapa hal, diantaranya jalan akses menuju Maja dari Pamulang ke
Rangkasbitung sepanjang 58,35 kilometer sebagai akses utama yang linier dengan rencana Jalan Tol
Serpong-Balaraja, serta jalur Kereta Api Jakarta-Maja, yang menggunakan rel ganda. "Pengembangan
Maja juga akan menerapkan Transit Oriented Development atau TOD dengan basis ekonomi yang mampu
mendukung kawasan industri di Balaraja, Cikupa, Jayanti, dan Cikande serta Kawasan Agro Industri,"
ujar Dardak.
Dikatakannya juga bahwa perekonomian Indonesia saat ini 74% berasal dari kawasan perkotaan dan lebih
dari 20% berasal dari Jabodetabek. Di lain sisi, kawasan perkotaan seperti Jakarta saat ini sedang
mengalami urban sprawl yang dapat menyebabkan banyak permasalahan di Jabodetabek, khususnya DKI
Jakarta. Salah satu permasalahan yang timbul adalah menjamurnya permukiman kumuh di Kota Jakarta
sebagai akibat dari adanya fenomena urbanisasi dan ketidakmampuan pelayanan kota untuk mengimbangi
pertumbuhan penduduk. Selain itu, Jabodetabek juga dihadapkan dengan persoalan transportasi. Ia
berharap dengan dukungan berbagai program dari Kementerian PUPR dapat mengatasi permasalahan
tersebut.
Kepala BPTJ, Elly Sinaga menambahkan saat ini penggunaan angkutan umum mencapai 60% dari total
pergerakan orang. Elly mengatakan, BPTJ telah merancang sembilan pilar yang menjadi Rencana Induk
Transportasi Jabodetabek (RITJ). Kesembilan pilar RITJ tersebut meliputi, keselamatan dan keamanan
trasnportasi, transportasi ramah lingkungan, jaringan prasarana, sistem transportasi berbasis jalan,
dan sistem transportasi berbasis rel. Selanjutnya, manajemen rekayasa dan pengawasan lalu lintas,
sistem transportasi terintegrasi, sistem pembiayaan dan keterpaduan transportasi serta tata ruang.
“Pada rapat koordinasi ini, ada beberapa hal yang perlu dikoordinasikan antara BPTJ dengan BPIW,
diantaranya dukungan pembangunan infrastruktur terkait rencana pembangunan konektivitas di
Jabodetabek, seperti Terminal Baranangsiang di Bogor, pembangunan Cikarang Light Rail Transit,
pembangunan rel kereta Commuter Line menuju Bandara Soekarno Hatta, rencana TOD di DKI Jakarta dan
rencana pembangunan jaringan Bus Rapid Transit,” tutur Elly.
Untuk rencana pembangunan TOD dibagi menjadi tiga wilayah yaitu TOD maksimum, TOD Medium dan TOD
Minimum. TOD maksimum meliputi Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Blok M dan Stasiun Dukuh
Atas. TOD Medium meliputi Senayan, Istora dan Bendungan Hilir. Sedangkan TOD Minimum adalah Haji
Nawi, Blok A, Sisisngamangaraja dan Setiabudi. Rapat tersebut dihadiri oleh pejabat dari BPTJ, BPIW,
Bappeda Depok, dan Bogor. (INI/InfoBPIW)