Kementerian PUPR Bangun Infrastruktur di Perbatasan Papua dengan Papua New Guinea, Melalui Program Wilayah Pengembangan Strategis
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini terus melakukan pembangunan
infrastruktur di seluruh Indonesia, terutama di Pulau Papua yang berbatasan langsung dengan negara
Papua New Guinea. Penanganan infrastruktur yamg merupakan amanah dari Nawacita ini, dilakukan dengan
pendekatan pogram Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). Penanganan wilayah perbatasan tersebut untuk
mendukung pertahanan keamanan dan pengembangan wilayah.
Demikian disampaikan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR,
Hermanto Dardak saat berbicara pada Forum Koordinasi Peningkatan Investasi Melalui Pengembangan
Kawasan Ekonomi di Provinsi Papua dan Papua Barat. Kegiatan ini dilaksanakan di Merauke, Rabu
(27/4).
Lebih lanjut Dardak menjelaskan kawasan perbatasan di Papua tercakup dalam WPS 34 yakni
Jayapura-Merauke. Dalam WPS ini memerlukan konektivitas ruas jalan dari Jayapura-Ubrub-Towa
Hitam-Oksibil-Tanah Merah-Muting-Erambu–Merauke, sepanjang 1.105 km. “Pengembangan kawasan
perbatasan akan mendukung pertahanan dan untuk keamanan dan sekaligus untuk pengembangan wilayah,
dengan mempertimbangkan satu hal, bahwa kawasan perbatasan merupakan beranda depan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia,” tegas Dardak. Penataan kawasan perbatasan antara lain dengan
pembangunan Pos lintas batas negara (PLBN) di Skouw, yang dilengkapi dengan penataan kawasan PLBN
termasuk penyediaan infrastruktur dasar.
Selain WPS Jayapura-Merauke, wilayah pengembangan baru di Papua seperti WPS 31 Sorong-Manokwari, WPS
32 Biak-Manokwari-Bintuni, dan WPS 33 Nabire-Enarotali-Wamena. Pembagian WPS tersebut menurut Dardak
sejalan dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR 2015-2015, dimana pembangunan
infrastruktur dilakukan dengan pengembangan wilayah. “Jadi kita fokus untuk mengindentifikasi
wilayah yang punya daya dukung dan daya tampung untuk investasi. Berbagai kawasan prioritas nasional
terfokus disitu, kita koneksikan dan kembangkan,” ungkap Dardak.
Terkait penanganan ruas jalan di Pulau Papua menurut Dardak dilakukan melalui tiga skenario.
Skenario pertama, penanganan jalan Trans Papua didalam WPS. Skenario kedua, penanganan jalan Trans
Papua di dalam WPS antar WPS. Skenario ketiga, dengan penanganan jalan Trans Papua di dalam WPS dan
Antar WPS, serta jalan nasional non Trans Papua.
Menurut Dardak total jalan Trans Papua mencapai 4.325 km yang terdiri dari jalan nasional mencapai
2.685 km dan jalan non nasional mencapai 1.640 km. Kemudian jalan yang sudah tersambung mencapai
3.625 km dan yang belum tersambung 700,2 km. “Adapun sepanjang 300 km terutama dari Ubrub ke
Oksibil yang bukan merupakan bagian dari Trans Papua yang pada saat ini belum tembus dikarenakan
kondisi geografis yang berupa pegunungan,” ulas Dardak.
Dengan berbagai program pembangunan infrastruktur yang dilakukan di Papua, Dardak meyakini
pertumbuhan ekonomi pulau tersebut akan meningkat, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Acara yang digelar Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dihadiri oleh beberapa kalangan seperti
Wakil Bupati Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat Ir. Abraham Sopaheluwakan, M.Si, dan Kepala
Bagian Perencanaan dan Kerjasama Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, Mardi Santoso,
dan beberapa asosiasi dari dunia usaha.
Disela-sela kegiatan Dardak beserta rombongan dari BPIW melakukan tinjauan lapangan ke proyek
pembangunan irigasi di Merauke. Hen/infobpiw