Kementerian PUPR Jalin Kerjasama dengan Perguruan Tinggi Terkait Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membutuhkan pemikiran para ilmuwan di
lingkungan perguruan tinggi terkait keterpaduan pembangunan infrastruktur. Hal ini penting agar
pembangunan bisa efektif dan terukur. Dengan alasan itulah, Kementerian PUPR melalui Badan
Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi. Demikian
disampaikan Sekretaris Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), Dadang Rukmana saat menjadi
pembicara pada Seminar Pengembangan Infrastruktur Wilayah di Unversitas Diponegoro (Undip),
Semarang, Selasa (12/4).
Dalam paparannya, Dadang menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur berbasis pengembangan wilayah
digagas oleh Prof.Sutami yang kemudian disempurnakan oleh Prof.Purnosidhi. Kemudian, di tahun 2000
mulai diadakan Konsultasi Regional guna mensinkronkan program-program antar sektor. Hingga akhirnya,
pada tahun 2015 lalu, BPIW terbentuk. Badan ini mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan
teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur pekerjaan umum dan
perumahan rakyat. “Saat ini, pembangunan infrastruktur tidak hanya didasarkan pada output saja,
namun kami juga menentukan bagaimana outcome dan impactnya bagi masyarakat. Untuk itu, BPIW
berfungsi untuk mengawal pembangunan infrastruktur yang terintegrasi antar sektor,” tutur Dadang.
Lebih lanjut Dadang menyatakan Kementerian PUPR melalui BPIW menuangkan rencana pengembangan wilayah
menjadi 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). Menurutnya terdapat lima aspek yang menjadi
instrumen dalam pengembangan infrastruktur wilayah. Pertama, rencana tata ruang nasional, provinsi,
kabupaten, dan kota yang sudah ada. Kedua, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang dipakai
dalam pemrograman dan analisis anggaran dari Bappenas. Ketiga, direktif Presiden, seperti program
Nawacita yang berasal dari kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Kemudian yang keempat, kebijakan
sektor yang muncul diakhir, sebagai contoh Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Kelima,
investasi riil yang ditanamkan oleh swasta di suatu wilayah. Misalnya daerah Sei Mankei di Sumatera
Utara yang sudah ditanamkan investasi oleh perusahaan swasta.
“WPS disusun berdasarkan lima aspek tersebut. Dengan pendekatan clustering dari berbagai kawasan
yang sedang berkembang. Sehingga ini menjadi kosentrasi kita sebagai basis keterpaduan infrastruktur
PUPR,” ungkap Dadang.
Perwakilan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Bakri Setiawan turut mengapresiasi
penyusunan 35 WPS. Menurut Bakri, program itu sejalan dengan keinginan Presiden dalam hal
keterpaduan pembangunan. Sementara perwakilan dari Jurusan PWK Undip, Soegiono Soetomo menganggap
bahwa dalam pelaksanaan pembangunan, dipengaruhi dua faktor, yakni hukum dan politik. Pembangunan
infrastruktur menurutnya sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan manusia dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam.
Terkait pelaksanaan seminar, Ketua Pelaksana, Parfi Khadiyanto menyatakan kegiatan tersebut untuk
membahas bagaimana meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat, guna mengurangi kesenjangan
pertumbuhan antar daerah melalui program pengembangan strategis yang berbasis pada keterpaduan
infrastruktur.
Acara yang dibagi dua sesi ini menampilkan enam pembicara, pertama, Sekretaris BPIW, Dadang Rukmana
yang mewakili birokrasi. Kedua, Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan Jawa Tengah, Joko Sutrisno.
Pembicara ketiga adalah perwakilan dari Jurusan PWK Undip, Sugiono Soetomo. Kemudian pembicara
keempat, perwakilan dari Institut Teknologi Bandung, Tommy Firman. Pembicara kelima yakni perwakilan
dari UGM, Bakti Setiawan dan pembicara keenam perwakilan dari Undip, Joesron Alie Syahbana.
Seminar yang dihadiri sekitar 200 orang ini disertai dengan video conference yang ditayangkan secara
live oleh 60 universitas negeri maupun swasta di Indonesia. (Adn/infobppiw)