BPIW Siapkan Manajemen Risiko Jadi Budaya Organisasi
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kemampuan pengelola risiko dalam proses Manajemen Risiko,
BPIW melalui Pusat Pengembangan Infrastruktur Wilayah Nasional (Pusnas) menggelar Workshop Manajemen
Risiko Unit Pemilik Risiko Tingkat II selama dua hari di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kepala Pusnas BPIW Kementerian PUPR, Benny Hermawan menyatakan, ke depan Manajemen Risiko di
lingkungan BPIW harus menjadi budaya organisasi. "Agar kita memiliki harapan yang lebih baik terus,"
ungkap Benny saat menutup workshop tersebut. Ia meyakini, manajemen risiko dapat mendukung suasana
bekerja yang lebih baik. Menurutnya, manajemen risiko merupakan kebutuhan bukan sekadar formalitas
yang bersifat administratif.
Implementasi Manajemen Risiko bertujuan untuk membantu organisasi mengelola risiko sehingga mampu
mencapai sasaran Organisasi yang telah ditetapkan. Selain itu dengan menerapkan Manajemen Risiko
diharapkan seluruh pegawai di Lingkungan BPIW dapat memiliki pola pikir berbasis risiko (risk based
thinking) dalam seluruh kegiatan sehingga penerapan Manajemen Risiko menjadi budaya dalam bekerja.
Sebelumnya, Kepala Bidang Kepatuhan Intern, Pusnas BPIW, Riska Rahmadia mengungkapkan, BPIW
merupakan research center untuk Kementerian PUPR, memfasilitasi koordinasi dan sinkronisasi program,
dan merupakan database dari pengolahan data dan informasi pengembangan wilayah. Sehingga BPIW harus
mampu menjalankan perannya dengan didukung oleh manajemen risiko yang baik. Lebih lanjut, Riska
menjelaskan, kegiatan workshop Unit Pemilik Risiko Tingkat 2 ini dilaksanakan untuk pembinaan dan
pendampingan Manajemen Risiko di tingkat Unit Kerja di lingkungan BPIW agar dapat meningkatkan
pemahaman dan kemampuan pengelola risiko dalam proses Manajemen Risiko.
Pada workshop ini hadir narasumber yang pakar di bidangnya, Staf Khusus Menteri PUPR, Binsar H.
Simanjuntak; Kepala Bagian Perbendaharaan, Biro Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian PUPR,
Bambang Adhityo; Praktisi Manajemen Risiko, yaitu Djoko Prihardono serta Ratih Kusmartiwi.
Binsar H. Simanjuntak menyatakan, saat ini pemerintah serius menerapkan manajemen perubahan
birokrasi, yakni mengubah paradigma lama ke paradigma baru yang cepat, lebih transparan, efektif,
proaktif dan mengedepankan kepuasan publik.
"Untuk di Kementerian PUPR sendiri, Pak Menteri (Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono,-red) telah
menetapkan 9 (sembilan) Strategi Pencegahan Penyimpangan dalam Pengadaan Barang dan Jasa di
Kementerian PUPR," terangnya. Ia menambahkan, 9 Strategi tersebut adalah Reorganisasi Struktur
Organisasi Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Pokja Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ); Perkuatan Sumber
Daya Manusia (SDM); Perbaikan Mekanisme Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS); Pembinaan Penyedia
Jasa (Kontraktor dan Konsultan); Pemeriksaan Hasil Pekerjaan yang melibatkan BPKP; Pelaksanaan
Manajemen Risiko; Pembentukan Unit Kepatuhan Intern (UKI) pada Unit Organisasi dan Balai (sebagai
second line of defense); Pembentukan Inspektorat Bidang Investigasi (IBI) dan penguatan kapasitas
auditor di Inspektorat Jenderal; dan Continous Monitoring atas perangkat pencegahan fraud pengadaan
barang/jasa dengan IT Based (PUPR 4.0).
"Untuk poin 6 dan 7 tegas mengamanatkan adanya penerapan manajemen risiko baik di Unor, Balai dan
Satker, serta membentuk Unit Kepatuhan Intern pada masing-masing Unor," jelas Binsar.
Di tempat yang sama, Bambang Adhityo menyatakan, saat ini Kementerian PUPR telah Pedoman Penerapan
Manajemen Risiko di Kementerian PUPR melalui Surat Edaran Menteri PUPR nomor 4 tahun 2021 untuk
mendukung pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di Kementerian PUPR.
Menurutnya, kerangka Manajemen Risiko berguna untuk membantu organisasi dalam mengintegrasikan
manajemen risiko ke dalam aktivitas dan fungsi organisasi. Manajemen risiko dinilai efektif apabila
terintegrasi ke dalam tata kelola organisasi dan pengambilan keputusan..
Sementara itu, Djoko Prihardono menerangkan, SPIP dan Manajemen Risiko ini adalah dua hal yang tidak
terpisahkan. SPIP adalah sistem pengendalian yang dilakukan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah, dan Manajemen Risiko merupakan salah satu unsur dalam penerapannya.
Ratih Kusmartiwi menerangkan, tujuan utama manajemen risiko untuk menciptakan dan melindungi
nilai-nilai organisasi, antara lain menciptakan peluang dan mengetahui risiko-risiko yang ada untuk
melindungi nilai-nilai organisasi. "Inti dari Manajemen Risiko adalah mengoptimalkan peluang dan
meminimalkan ancaman yang berupa risiko," ujar Ratih.(ris/infoBPIW)