Konsensus Stakeholder Dibutuhkan Dalam Pengembangan Kawasan Terpadu Pariwisata Nasional
Perencanaan pengembangan kawasan terpadu pada Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) sebagai
bagian dari Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), dapat diwujudkan dengan cara membuat konsensus
antar stakeholder di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten dalam menentukan objek dan
tujuan prioritas dalam kawasan pariwisata strategis. Stakeholder tersebut yakni pemerintah, swasta,
dan masyarakat.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hermanto Dardak, saat menjadi salah satu pembicara pada Round
Table Discussion (RTD) Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LIV yang diadakan Lembaga
Ketahanan Nasional (Lemhanas), di Jakarta, (23/6). Diskusi itu mengambil tema Pengembangan
Pariwisata dalam Pembangunan Ekonomi.
Lebih lanjut Dardak menjelaskan bahwa perencanaan tersebut dapat pula diwujudkan dengan cara
identifikasi kebutuhan infrastruktur terkait kawasan pariwisata, seperti bandara, jalan, air dan
sanitasi, drainase, listrik, ruang terbuka hijau, dan anjungan cerdas. Selain itu perlu disiapkan
rencana pengembangan kawasan terpadu dengan membuat master plan untuk Kawasan Pariwisata Strategis.
Menurut Dardak, dalam pembangunan pariwisata nasional terdapat beberapa tantangan yang harus
dihadapi bersama-sama, salah satunya adalah infrastruktur pariwisata. Selain itu, fasilitas
pendukung pariwisata perlu dikelola secara terpadu. Institusi yang terkait pengembangan dan
manajemen kawasan pariwisata, juga perlu dikelola dengan baik. “Perlu adanya pengembangan institusi
dan dukungan untuk menterpadukan para stakeholder dalam mencapai target pariwisata nasional,” jelas
Dardak.
Koordinasi antar kementerian atau lembaga untuk pengembangan kawasan pariwisata strategis menurut
Dardak, diperlukan untuk menyediakan mekanisme dan prosedur di tingkat nasional dan lokal,
menyiapkan strategi replikasi untuk kawasan pariwisata strategis yang potensial, dan peningkatan
kapasitas pemerintah daerah.
Dalam paparannya, Dardak memberikan gambaran skenario konektivitas pengembangan kawasan pariwisata
Danau Toba melalui WPS Medan-Tebing Tinggi-Dumai-Pekanbaru. Dardak menjelaskan, saat ini sedang
dibangun tulang punggung dari WPS tersebut berupa jalan tol yang menghubungkan Medan menuju Sibolga
dan Medan menuju Pekanbaru.
“Untuk ruas Medan menuju Tebing Tinggi saat ini sedang dibangun jalan tol sepanjang 54 km yang akan
menghemat waktu yang semula dua jam, maka dengan adanya jalan tol ini akan menghemat waktu hingga 40
menit,” jelas Dardak.
Adapun saat ini sedang diusulkan untuk pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi – Pematang Siantar
sepanjang 35 km yang akan menghemat waktu hingga 30 menit yang semula memakan waktu 1 jam 40 menit
menggunakan jalan nasional. Kemudian, pembangunan Jalan Tol Pematang Siantar menuju Parapat
sepanjang 27 km yang akan menghemat waktu hingga 20 menit, yang semula memakan waktu selama 1 jam 30
menit menggunakan jalan nasional.
Sebelumnya Penasehat Menteri Pariwisata, Sapta Narwendar mengatakan bahwa terdapat empat strategi
dalam revitalisasi pariwisata budaya untuk meningkatkan daya saing nasional. Pertama, penerapan
Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) dalam pengembangan destinasi pariwisata budaya.
Kedua, pengembangan kluster pariwisata berbasis keunggulan budaya masyarakat. Ketiga, percepatan
pembangunan infrastruktur destinasi wisata dan keempat, mengembangkan pengelola destinasi terpadu
yang melibatkan peran masyarakat, swasta dan pemerintah. (INI/InfoBPIW)