BPIW Jaring Masukan untuk Menyusun Masterplan KPPN dan Kota Kecil Kawasan Perbatasan
Guna menjaring masukan untuk menyempurnakan penyusunan dokumen masterplan dan pra-desain Kawasan
Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) dan Kota Kecil Kawasan Perbatasan, Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) menggelar “Rapat
Pembahasan Masterplan KPPN dan Kota Kecil Kawasan Perbatasan Negara Tahun Penyusunan 2018,” di
Jakarta, Selasa (14/8).
Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, BPIW Kementerian PUPR, Agusta Ersada Sinulingga saat
menyampaikan arahan mengatakan, Nawacita Presiden pada poin ke-3 mengamanatkan pembangunan nasional
diutamakan dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa-desa dalam kerangka Negara Kesatuan.
Menurutnya, tujuan pembangunan kawasan perdesaan antara lain mewujudkan kemandirian masyarakat,
menciptakan desa-desa mandiri berkelanjutan yang memiliki ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi,
serta penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi desa-kota.
“Kawasan perbatasan negara juga harus diperhatikan dan dibangun, agar menjadi beranda terdepan dan
etalase bangsa,” terangnya. Ia menyatakan, Pemerintah diharapkan tidak berhenti pada pembangunan
zona inti di PLBN (Pos Lintas Batas Negara,-red), tetapi melanjutkan dengan zona pendukung dan
memperlancar jalur konektivitas. Kemudian, agar disiapkan sistem pengelolaan kawasan perbatasan yang
lebih terintegrasi, sehingga kawasan di sekitar PLBN dapat dikembangkan sebagai pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru.
Dalam mendukung agenda Nawacita poin ke-3, lanjutnya, pada tahun 2018 BPIW Kementerian PUPR tengah
melaksanakan kegiatan penyusunan Masterplan dan Pra-Desain di Kab. Bengkayang, Kab. Lombok Tengah,
Kab. Ngada, Kab. Konawe Selatan, dan Kab. Muna Barat.
“Selain pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru, RPJMN 2015-2019 juga mengamanatkan pengembangan
pusat ekonomi kawasan perbatasan. Pada tahun 2018 BPIW tengah menyusun masterplan kota kecil kawasan
perbatasan di 3 (tiga) lokasi, yaitu Kawasan Perbatasan Wini di Kab. Timor Tengah Utara, Kawasan
Perbatasan Motamasin Kab. Malaka, serta Kawasan Perbatasan Skouw Kota Jayapura,” paparnya.
Ia menyatakan, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan masterplan KPPN dan kota
kecil. Antara lain, KPPN dan kota kecil harus dikembangkan sesuai fungsinya. “Apakah KPPN tersebut
agropolitan atau minapolitan ataupun pariwisata. KPPN harus berfungsi sebagai pusat pengolahan dan
pemasaran dan kawasan permukiman,” terangnya.
“Kedua, muatan masterplan terdiri dari lintas sektor dengan memperhatikan pembiayaan, apakah
dibiayai oleh APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, Investor atau masyarakat. Ketiga, pelaksanaannya
haruslah terpadu dan terintegrasi karena masterplan merupakan dokumen kesepakatan. Keempat,
Pemerintah Kabupaten berperan sebagai leading sector.
Ia berharap masterplan KPPN dan Kota Kecil berhasil mengidentifikasi, profil, kinerja kawasan, isu
strategis, potensi, permasalahan kawasan, analisis kawasan. “Termasuk kebijakan dan strategi
pengembangan kawasan, konsep pengembangan kawasan, program dan kegiatan infrastruktur PUPR, dan
infrastruktur strategis lainnya,” terang Agusta.
Rapat tersebut dihadiri perwakilan, Kementerian Koordinator PMK, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Desa PDTT,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Pariwisata, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Nasional Pengelola
Perbatasan, Unit Organisasi terkait di lingkungan Kementerian PUPR, dan Unsur Pemerintah Daerah di
lokasi KPPN dan Kota Kecil Kawasan Perbatasan Negara.
Arief Wiroyudo, mewakili Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan, Bappenas
mengatakan, pembangunan kawasan perdesaan memerlukan komitmen dan harmonisasi dengan pemerintah
daerah. “Kemudian perlunya standar umum dalam penyusunan masterplan kawasan perdesaan. Termasuk
ruang lingkup, tujuan, substansi, dan regulasi,” jelasnya.
Ia mengatakan, dalam mengidentifikasi rencana kebutuhan per kawasan harus lebih jelas, tajam, dan
konkret. “Hal penting juga koordinasi yang baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan intervensi antar
lintas K/L, daerah, swasta dan masyarakat,” terangnya.
Mustikorini Indrijatiningrum, mewakili Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan Perdesaan, Kemenko PMK
mengatakan, “Dimensi masterplan harus fokus pada tema dan produk unggulan kawasan. Perlu dilakukan
manajemen yang baik dalam pengelolaan kawasan perdesaan juga termasuk pemanfaatan informasi
teknologi untuk percepatan pembangunan ekonomi kawasan,”
Kartika Listriana, mewakili Asisten Deputi Penataan Ruang dan Kawasan Strategis Ekonomi, Kemenko
Bidang Perekonomian mengatakan, “Diharapkan kedepannya pengembangan kawasan tidak hanya pada lokasi
yang sudah ada, melainkan ada inisiasi yang ditekankan untuk mencari lokus lokus baru yang akan
mengangkat perekonomian kawasan perbatasan.” (sin/infoBPIW)