Kepala BPIW: Peluang Pengembangan Industri Baja Nasional Terbuka Lebar
Peluang pengembangan industri dan konstruksi baja nasional masih terbuka lebar. Terbukti, pada tahun
2015 lalu kebutuhan infrastruktur terhadap baja mencapai 12,5 juta ton, namun pasokan baja nasional
baru mampu memenuhi 6,20 juta ton, sehingga masih ada jarak antara kebutuhan dan pasokan. Untuk
kekurangannya masih dilakukan impor dalam menutupi kebutuhan baja di tanah air, sehingga hal ini
menjadi peluang besar bagi pengembangan industri baja nasional.
Demikian diungkapkan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hermanto Dardak saat memaparkan “Penyelenggaraan Pembangunan
Infrastruktur Indonesia, Rencana dan Pencapaian 2015-2019” dalam seminar “Masa Depan Industri dan
Konstruksi Baja Nasional di Era Teknologi Data” yang digelar pada Steel Indonesia Expo 2016 di
Jakarta, Rabu sore (7/9).
Menurut Dardak, pemerintah senantiasa mendorong industri dan konstruksi baja nasional untuk dapat
berkembang dan meningkat kualitasnya, agar kebutuhan domestik dapat dipenuhi seutuhnya dari industri
nasional. “Akan lebih baik apabila industri baja nasional ke depannya mampu melakukan ekspor untuk
menutupi kebutuhan negeri orang lain,” ungkap Dardak.
Untuk presentasi konsumsi baja nasional, lanjutnya, antara lain sektor Konstruksi mencapai 78%,
Transportasi mencapai 8%, Minyak dan Gas Bumi (Migas) mencapai 7%, Permesinan mencapai 4% dan
lain-lain mencapai 3%. Sehingga, Kementerian PUPR sangat berharap produksi baja nasional dapat
berkembang cepat. ”Jangan sampai terjadi seperti pada tahun 2005-an, pembangunan infrastruktur kita
tertekan demikian hebatnya karena harga baja impor naik. Selain mahal, untuk mendapatkan baja dari
luar pun tidak mudah saat itu,” terangnya.
Dengan demikian, saat ini diperlukan sinergitas antar pemangku kepentingan industri baja konstruksi,
agar dapat mengamankan investasi sektor infrastruktur. “Termasuk, mendorong kemandirian sektor
konstruksi melalui pemenuhan kebutuhan produksi baja dalam negeri,” jelasnya.
Kemudian, Dardak berharap, adanya sinergi antara pengembangan industri baja dengan semen di dalam
negeri, karena tingkat konsumsi baja konstruksi sangat dipengaruhi konsumsi beton dalam pekerjaan
pembangunan infrasturktur secara nasional.
Di sisi lain, Dardak juga menjelaskan, guna pencapaian sasaran strategis PUPR telah dilakukan
perencanaan, pemrograman dan pembangunan infrastruktur melalui pendekatan wilayah yang dituangkan
dalam 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS).
Pengembangan berbasis WPS merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan pengembangan wilayah
dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan infrastruktur berkelanjutan.
“Untuk itu diperlukan keterpaduan perencanaan dan kesinkronan program, antara infrastruktur dengan
pengembangan berbagai kawasan strategis dalam WPS,” terang Dardak. Dengan demikian, lanjutnya, akan
dapat tercipta wilayah dan kawasan yang ke depannya memiliki daya saing tinggi.
Seusai seminar, Dardak pun menyempatkan berkeliling untuk meninjau langsung sejumlah booth peserta
Steel Indonesia Expo 2016. Pada hari pertama Steel Indonesia Expo 2016 tampak berlangsung meriah dan
ramai pengunjung. (ris/infoBPIW)