Tiga Strategi Kementerian PUPR Membangun Infrastruktur di Daerah Tertinggal dan Kawasan Perbatasan
Jakarta – Untuk memacu pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menerapkan tiga strategi. Ketiga strategi
tersebut yaitu pembangunan konektivitas dalam mendukung pengembangan wilayah, pemanfaatan sumber
daya, dan peningkatan kualitas hidup di pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), Hermanto Dardak saat rapat Progress
Report Persiapan Rapat Tim Kajian dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Jakarta, Kamis
(12/5) mengatakan pembangunan konektivitas dilakukan untuk mendukung tiga Wilayah Pengembangan
Strategis (WPS) yang berada perbatasan darat di Kalimantan, NTT dan Papua.
Menurutnya, pembangunan konektivitas berpotensi untuk mengembangkan ekonomi daerah dan mendukung
pertahanan keamanan, serta pengembangan wilayah tersebut. Rapat dengan Wantimpres tersebut fokus
pada pembahasan mengenai pemerataan pembangunan ekonomi di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan
tersebut.
Untuk strategi kedua mengenai pemanfaatan sumber daya, lanjutnya, Kementerian PUPR membangun
infrastruktur penampung air untuk mendukung ketahanan air dan infrastruktur irigasi untuk mendukung
kedaulatan pangan. Kemudian terkait peningkatan kualitas hidup di pusat pertumbuhan dan permukiman,
Dardak mengatakan, Kementerian PUPR akan membangun infrastruktur permukiman dan pengembangan
permukiman baru, serta perbaikan perumahan untuk Masyarakat Berpanghasilan Rendah (MBR).
Terkait konektivitas di jalan perbatasan di Kalimantan, Dardak menjelaskan, saat ini jalan paralel
perbatasan Kalimantan merupakan tulang punggung WPS Temajuk – Sebatik. Jalan tersebut memiliki
panjang 2.100,8 kilometer. Kemudian untuk ruas jalan yang sudah tersambung sepanjang 1.379,5
kilometer (66,5 persen) dan yang belum tersambung sepanjang 703,3 km (33,5 persen).
Sementara untuk jalan perbatasan NTT, saat ini sedang ditangani berupa jalan nasional dari Motaain
menuju Haliwen hingga Motamasin, sedangkan ruas jalan dari Haekesak hingga Laktutus diusulkan
ditangani pada 2016-2017.
Jalan Trans Papua yang merupakan tulang punggung dari WPS Jayapura-Merauke, saat ini membutuhkan
konektivitas ruas jalan dari Jayapura-Ubrub-Towa Hitam-Oksibil-Tanah Merah-Muting-Erambu-Merauke
dengan panjang total 1.105 kilometer. Jalan tersebut untuk membentuk konektivitas Kawasan Perbatasan
Papua.
“Adapun sepanjang 300 kilometer terutama dari Ubrub ke Oksibil yang bukan merupakan bagian dari
Trans Papua yang pada saat ini belum tembus, dikarenakan kondisi geografis pegunungan,” tutur
Dardak.
Dardak juga mengatakan untuk membangun pusat pertumbuhan, permukiman dan konektivitas, perlu upaya
bersama dari instansi terkait. menurutnya, saat ini BPIW sedang melakukan koordinasi dengan satmikal
lain dalam membuat permukiman baru di daerah Sorong menuju Manokwari.
“Saat ini, kami juga telah berkoordinasi dengan Freeport dalam membuka akses Ilaga-Grasberg-Timika
untuk mempermudah alur logistik,” ungkap Dardak.
Saat membuka rapat tersebut, Ketua Wantimpres, Sri Adiningsih menyatakan pemerintah saat ini tengah
menggenjot pembangunan infrastruktur fisik di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan untuk
memberdayakan dan meningkatkan tingkat perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. “Antar instansi
atau lembaga perlu berkoordinasi untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal dan kawasan
perbatasan,” kata Sri.
Dalam rapat tersebut turut hadir Asisten Deputi Infrastruktur dan Kesra Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP), Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Bappenas, Sekretaris Ditjen
Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Asisten Deputi Penataan Ruang dan
Kawasan Strategis Ekonomi Kemenko Perekonomian. (INI/InfoBPIW)