Kelola Urbanisasi, BPIW Kembangkan Kota Cerdas Berkelanjutan
Urbanisasi merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari, namun perlu dikelola dengan baik,
supaya mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dalam merespons urbanisasi salah satunya
dengan mengembangkan konsep “kota cerdas berkelanjutan”.
Demikian diungkapkan Kepala BPIW Kementerian PUPR, Hermanto Dardak saat menjadi pembicara dalam
seminar dan loka karya “Keterpaduan Perencanaan Pembangunan Infrastuktur Wilayah, Perumahan,
Penyediaan Tanah dan Tata Kelola Dalam Pengembangan Kawasan Perkotaan Pusat Kegiatan Nasional
(PKN)/Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kota Baru Publik” di Jakarta, Kamis (1/9).
Hadir sebagai pembicara pada acara yang digelar The Housing Urban Development (HUD) Institute
bekerja sama dengen BPIW Kementerian PUPR dan Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria
dan Tata Ruang ini, mantan Menteri Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Andrinof A Chaniago,
Perwakilan Kementerian Bappenas, Hayu Parasati, Perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Hamdani,
Perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Doni Janarto, Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan
Hidup Pemprov DKI Jakarta, Oswar M Mungkasa.
Menurut Dardak, kota cerdas berkelanjutan yang dikembangkan BPIW sedikitnya memiliki empat elemen
karakter. Mulai dari, kota yang aman, sehat dan berkeselamatan, “Kedua, estetik, bersih serta
nyaman. Ketiga, efisien dan produktif. Keempat, berkelanjutan,” papar Dardak.
Pemerintah, lanjutnya, telah merancang pengembangan sepuluh kota baru publik di tanah air. ”Salah
satu kawasan yang telah ditetapkan adalah Kota Baru Publik Maja,” terangnya. pengembangan Kota Baru
Publik Maja ini juga dilaksanakan untuk merestorasi rencana pembangunan Maja yang sempat terhenti
Dalam pengembangan kota baru publik, ungkap Dardak, perlu ada direction (arahan) dan desain
pemerintah yang diharmonisasikan dengan pengembang, sehingga akan mampu menciptakan kota baru yang
kompetitif.
“Kesepakatan pemerintah dan pengembang dalam pengembangan Kota Baru Publik Maja misalnya, dituangkan
dalam masterplan. Kemudian gagasan dalam masterplan itu dituangkan dalam program. Untuk
mengimplementasikan program dilakukan nota kesepahaman atau MOu yang berisi siapa melakukan apa
dalam pelaksanaan pembangunannya,” papar Dardak.
Sebelumnya, mantan Menteri Bappenas, Andrinof A Chaniago mengakui, Indonesia saat ini belum memiliki
kota yang direncanakan negara secara mandiri.
Menurutnya, saat ini hanya ada dua latar belakang perkembangan kota. “Yakni kota peninggalan
kolonial atau penjajah dan kota yang diprakarsai swasta yang sangat berlandaskan bisnis, sehingga
kurang bisa melayani publik secara menyeluruh, namun hanya untuk kalangan kantong tebal,” terangnya.
Untuk mewujudkan kawasan perkotaan publik, ungkap Andrinof, sulit bila diterapkan pada kawasan
perkotaan yang telah ada, sehingga peluang baik untuk membangun kota baru publik itu ada pada
kawasan yang relatif masih kosong.
“Pengembangan Kota Baru Publik Maja dapat menjadi contoh. Pasalnya, dalam pengembangan kota baru
publik tersebut swasta digandeng yang dalam pelaksanaannya ada kesamaan visi pembangunan,”
terangnya.
Perwakilan Bappenas, Hayu Parasati mengatakan, pengembangan kota baru publik saat ini sudah
mendesak. Terutama yang dekat dengan kawasan Jakarta, Bogor,Depok, Tangerang, Bekasi. “Dalam
pengembangan tersebut, perlu adanya integrasi lintas sektor antara Pemda dan pengembang.Terlebih,
saat ini Pemda memiliki kewenangan luas untuk menentukan wilayahnya,” terang Hayu.
Sementara itu, Perwakilan Kementerian Dalam Negeri, Hamdani mengakui, selama ini kewenangan Pemda
belum tentu sejalan dengan Pemerintah Pusat. “Contoh dalam pengadaan rumah. Pemda tidak memiliki
kewenangan untuk melakukan penyediaan rumah. Kalaupun ada adalah membangun kembali rumah korban
bencana. Untuk itu, pengembangan kota baru publik harus memadukan lintas sektor. Pengadaan rumahnya
oleh Kementerian PUPR, Pemda memfasilitasi perizinann calon penghuni dan lainnya,” terang Hamdani.
Di sisi lain, Perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Doni Janarto menyatakan, lahan-lahan
kosong di daerah mayoritas dikuasai oleh pemda. Untuk mengembangkan kawasan baru, senantiasa harus
melibatkan pemda, agar swasta juga dapat mengakses lahan untuk pembangunan dengan lebih mudah.
Kegiatan seminar dan lokakarya dengan tema “Keterpaduan Perencanaan Pembangunan Infrastruktur
Wilayah, Perumahan, Penyediaan Tanah dan Tata Kelola dalam Pengembangan Kawasan Perkotaan PKN/PKW
dan Kota Baru (Studi: Kota Baru Publik Maja)” ini, merupakan salah satu langkah nyata tindak lanjut
kesepakatan bersama (MoU) dengan para stakeholders mengenai percepatan pembangunan infrastruktur
dalam rangka pengembangan Kota Baru Publik Maja
Tujuan lain yang ingin dicapai melalui seminar dan lokakarya ini adalah untuk melibatkan para
pemangku kepentingan agar berperan aktif, menyampaikan gagasan dan saran dalam menyusun kebijakan
teknis dan strategi keterpaduan pembangunan infrastruktur dengan menjunjung konsep kota cerdas
berkelanjutan. Pengembangan kota cerdas berkelanjutan harus menjadi sebuah landasan perencanaan
untuk mencapai pembangunan dan penyediaan infrastruktur perkotaan yang efektif dan efisien.
(hen/ini/ris/infobpiw)