
Memuat halaman...
Memuat halaman...
1 Artikel
Selama periode RPJMN 2020 - 2024, Kementerian PUPR telah melaksanakan berbagai proyek infrastruktur dalam rangka mendukung pencapaian target RPJMN 2020-2024. Proyek-proyek tersebut secara positif berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat kemiskinan. Beberapa proyek infrastruktur yang dilaksanakan Kementerian PUPR yang memiliki kontribusi yang signifikan terutama di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Wilayah Maluku, dan Wilayah Papua.
Proyek seperti Bendungan Manikin dan Temef di NTT, serta pembangunan jalan Trans Sumba, Trans Maluku, dan Trans Papua menjadi bagian penting dari upaya untuk memperkuat ketahanan air dan pangan, serta membuka keterisolasian wilayah terpencil dan meningkatkan akses ke pelayanan dasar. Hal ini tidak hanya menjawab kebutuhan dasar masyarakat tetapi juga mendukung pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan.
Pembangunan infrastruktur di kawasan-kawasan strategis seperti DPP Labuan Bajo, DPP/KEK Morotai, DPP Raja Ampat, dan KEK Sorong juga telah dilakukan diantaranya melalui penataan kawasan pariwisata, pemenuhan infrastruktur dasar seperti air minum, sanitasi, perumahan, dan penyediaan air baku, yang semuanya akan memperkuat daya tarik wisata kawasan-kawasan tersebut, sekaligus mendukung kesejahteraan penduduk.
Pembangunan Pos Lintas Batas Negara juga telah dilakukan di perbatasan seperti Napan, Motamasin, dan Skouw, yang tidak hanya memperkuat keamanan nasional, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan. Di Wilayah Papua, sebagai langkah strategis untuk memperkuat pemerintahan daerah di Daerah Otonom Baru (DOB), pembangunan gedung pemerintahan seperti Kantor Gubernur, Kantor MRP, dan Kantor DPRP, serta infrastruktur pendukungnya menjadi hal yang krusial.
Kementerian PUPR bersama kementerian/lembaga terkait berkomitmen untuk mendampingi pemerintah daerah dalam setiap tahap perencanaan dan pembangunan kawasan inti pemerintahan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien.
Namun demikian, wilayah NTT, Maluku, dan Papua masih menghadapi tantangan besar. Masalah seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia, keterbatasan fasilitas kesehatan dan pendidikan, serta ketimpangan konektivitas antarwilayah menjadi penghambat utama pengembangan wilayah. Selain itu, desentralisasi yang belum optimal dan tingginya ketergantungan pada transfer ke daerah memperlambat kemandirian fiskal di daerah-daerah ini. Pengelolaan dana otonomi khusus di Wilayah Papua juga belum efektif, namun terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022-2041 diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan dana otsus yang sesuai untuk menjawab akar masalah pembangunan.
Provinsi NTT, Wilayah Maluku, dan Wilayah Papua juga menghadapi risiko bencana hidrometeorologi dan geologi mengingat sebagian wilayah tersebut dilalui jalur patahan serta gunung api aktif. Wilayah-wilayah ini juga banyak didiami oleh masyarakat hukum adat yang saat ini perlindungannya masih belum maksimal. Di samping itu, dampak perubahan iklim dan eksploitasi sumber daya alam secara tidak berkelanjutan menjadi isu yang mendesak untuk ditangani.
Untuk menjawab isu strategis tersebut, RPJPN 2025-2045 disusun dengan menitikberatkan upaya-upaya transformatif di Kawasan Timur Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui salah satu sasaran Visi Indonesia Emas 2045, yaitu target kontribusi PDRB KTI mencapai 28,5%, dan meningkat dari proyeksi baseline sebesar 21,4% di tahun 2025.
Untuk mencapainya, pendekatan transformatif dilakukan melalui pengembangan ekosistem sentra produksi, riset berbasis komoditas unggulan, serta peningkatan konektivitas fisik dan digital.
Sebagai upaya mencapai target tersebut, telah disusun kebijakan transformatif yang spesifik untuk menjawab isu di Provinsi NTT, Wilayah Maluku, dan Wilayah Papua sesuai konteks wilayah masing-masing. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, masing-masing provinsi di wilayah-wilayah ini diarahkan untuk mengembangkan ekosistem sentra produksi, industri, dan riset inovasi berbasis komoditas unggulan.
Sedangkan untuk optimalisasi pengembangan potensi pariwisata, perlu dilakukan peningkatan aksesibilitas dan konektivitas, serta amenitas di kawasan pariwisata prioritas eksisting seperti DPP Labuan Bajo, Raja Ampat, dan Morotai, serta kawasan pariwisata lainnya, di antaranya Banda Neira di Provinsi Maluku, Anggi di Provinsi Papua Barat, serta Pulau Sumba di Provinsi NTT.
Termasuk dalam upaya transformasi ekonomi ini adalah pengembangan kawasan sekitar kawasan strategis eksisting seperti KI Teluk Weda dan KI Fak Fak, pembangunan infrastruktur pemerintahan dan perkotaan di 4 ibukota DOB, serta penataan dan pengembangan perkotaan prioritas dengan masterplan yang disusun oleh Bappenas, yaitu Weda (Kab. Halmahera Tengah), Labuan Bajo (Kab. Manggarai Barat), Daruba (Kab. Pulau Morotai), Anggi (Kab. Pegunungan Arfak), Banda Neira (Kab. Maluku Tengah), dan Kota Sorong.
Peningkatan kualitas SDM juga menjadi pilar utama pembangunan ke depan. Langkah-langkah seperti sekolah berpola asrama, sekolah sepanjang hari, dan sistem pembelajaran jarak jauh, termasuk sekolah terbuka serta pelayanan kesehatan bergerak (mobile health services) dan sistem telemedicine berbasis gugus pulau dirancang untuk menjawab tantangan geografis. Upaya ini diharapkan dapat menekan prevalensi stunting, meningkatkan angka partisipasi pendidikan, serta memperluas akses layanan kesehatan.
Untuk memastikan keberlanjutan pembangunan, tata kelola pemerintahan juga menjadi perhatian utama. Pendekatan smart government dan peningkatan kapasitas ASN akan menjadi strategi kunci untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Selain itu, penguatan kawasan perbatasan melalui pembangunan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) kecamatan perbatasan prioritas, dan pulau-pulau kecil terluar serta pemberantasan praktik ilegal seperti IUU Fishing merupakan langkah penting untuk menjaga kedaulatan wilayah dan sumber daya alam.
Dalam peningkatan ketahanan pangan, pengembangan kawasan sentra produksi pangan dan diversifikasi pangan berbasis tanaman pangan, pangan akuatik dan pangan hewani menjadi prioritas utama. Dukungan infrastruktur seperti penyediaan listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dan peningkatan ketersediaan air baku akan menjadi landasan bagi ketahanan pangan, air, dan energi yang berkelanjutan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan infrastruktur aksesibilitas dan konektivitas serta perumahan dan permukiman untuk mendukung upaya pembangunan transformatif di Provinsi NTT, Wilayah Maluku, dan Wilayah Papua tersebut.
Pembangunan infrastruktur ini tentunya diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penguatan akses ke pusat-pusat pertumbuhan, mendukung pengembangan komoditas unggulan wilayah, serta menciptakan lapangan kerja baru. Selain itu, infrastruktur yang memadai juga akan mempercepat penurunan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Penyusunan Rencana Pembangunan Infrastruktur Wilayah (RPIW) yang mengacu pada RPJPN dan RPJMN merupakan langkah strategis yang sejalan dengan prinsip perencanaan pembangunan nasional. Pendekatan ini memungkinkan integrasi antara perencanaan infrastruktur wilayah dengan kebijakan pembangunan nasional jangka menengah dan panjang, memastikan bahwa perencanaan infrastruktur tidak hanya bersifat regional atau sektoral, tetapi juga mendukung tujuan pembangunan nasional.
Bappenas tentu berharap bahwa dalam penyusunannya, substansi RPIW perlu selaras dengan substansi RPJPN dan RPJMN, terutama terkait arah kebijakan pembangunan dan lokasi prioritasnya. Dengan mengacu pada RPJPN dan RPJMN, BPIW memastikan bahwa perencanaan infrastruktur wilayah tidak hanya bersifat regional atau sektoral, tetapi juga mendukung tujuan-tujuan pembangunan nasional. Hal ini sangat penting agar setiap pembangunan infrastruktur tidak hanya memberikan dampak yang terbatas, tetapi juga berkelanjutan dan sejalan dengan visi pembangunan Indonesia, yakni Visi Indonesia Emas 2045.
Selain itu, RPIW yang menjadi input dalam pelaksanaan Rakorbangwil dan Konreg menunjukkan adanya proses bottom-up dan top-down yang saling menguatkan dalam perencanaan infrastruktur. Pendekatan ini memastikan bahwa kebutuhan dan prioritas daerah dapat diakomodasi dalam perencanaan yang dilakukan di tingkat pusat, sehingga pelaksanaan infrastruktur benar-benar mendukung pembangunan berbasis wilayah.
Selain RPJPN dan RPJMN, RPIW juga diharapkan dapat mengacu pada dokumen nasional yang bersifat kewilayahan, seperti Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua 2022-2041 beserta turunannya (Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua), Rencana Induk Percepatan Pembangunan Pulau Sumba 2023-2042, serta masterplan penataan dan pengembangan kawasan perkotaan prioritas.
Pada akhirnya, ketika RPIW menjadi input dalam pelaksanaan Rakorbangwil dan Konreg, diharapkan seluruh dukungan kegiatan yang dibahas sudah selaras, baik dari sisi prioritas kegiatan maupun lokasi prioritasnya. Hal ini perlu dikawal dengan seksama agar dapat termuat dalam Renja Kementerian PUPR.
Kemudian Kementerian PUPR merupakan counterpart Bappenas dalam pelaksanaan RPJPN 2025-2045. Bappenas berharap, sebagai institusi perencanaan infrastruktur wilayah, BPIW dapat memainkan peran penting dalam mendukung tercapainya Visi Indonesia Emas 2045, terutama dalam konteks pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, terintegrasi, dan berbasis wilayah.
Harapannya BPIW dapat berperan dalam merencanakan dan menyusun strategi pengembangan infrastruktur yang terkoordinasi dengan rencana pembangunan nasional. Hal ini penting untuk memastikan bahwa infrastruktur mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan konektivitas antarwilayah.
Selanjutnya, salah satu fokus utama dari Visi Indonesia Emas 2045 adalah peningkatan konektivitas, baik fisik maupun digital. BPIW diharapkan dapat berperan dalam mengembangkan jaringan infrastruktur yang menghubungkan pusat-pusat ekonomi dan wilayah terpencil guna mendukung integrasi ekonomi nasional.
Kami menekankan bahwa BPIW diharapkan turut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan infrastruktur yang ramah lingkungan, mendukung ketahanan terhadap perubahan iklim, serta berkelanjutan untuk jangka panjang, sesuai dengan agenda pembangunan hijau yang menjadi bagian dari visi ini.
Dalam mendukung pemerataan pembangunan, BPIW dapat mengoordinasikan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah dan memajukan daerah-daerah yang selama ini tertinggal. Selain itu, kami berharap BPIW Kementerian PUPR terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, dan lembaga internasional, untuk memastikan bahwa pengembangan infrastruktur berjalan sesuai dengan kebutuhan daerah dan selaras dengan prioritas nasional.
Dengan peran ini, BPIW Kementerian PUPR dapat menjadi salah satu institusi yang sangat penting dalam mewujudkan infrastruktur yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.(**)