Tim Project Management Support (PMS) bersama Tim Project Management Unit (PMU) dan Tim Project Implementation Unit (PIU) National Urban Development Project (NUDP) di Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) melaksanakan rapat (daring) yang membahas tentang penajaman paket Integrated City Planning (ICP), pada 20 Februari 2025.
ICP adalah instrumen pembangunan dan pengembangan permukiman perkotaan sesuai dengan skenario dan strategi pengembangan perkotaan nasional dan mengacu pada arahan kebijakan penataan ruang. Kegiatan ICP—sebagai bagian (Komponen 2.2) dari NUDP—melingkupi penyiapan implementasi proyek infrastruktur. Selain major projects, ICP juga menghasilkan readiness criteria termasuk pra-feasibility study (FS) dan basic design.
Tujuan ICP tidak semata melakukan rencana pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman perkotaan yang dapat meningkatkan city competitiveness, melainkan juga keberlanjutan serta peluang investasi kota yang menghubungkan antara perencanaan spasial dengan investasi. Hal ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang mendasarinya, yaitu layak huni, kota hijau, serta selaras dengan strategi pembangunan perkotaan nasional.
Sebagai platform kolaborasi pengembangan infrastruktur dan pengembangan perkotaan yang melibatkan Kementerian/Lembaga (K/L), ICP juga berbasis pada New Urban Agenda (NUA). ICP terkait pemilihan 10 Kota Prioritas yang akan menjadi percontohan atau pilot kota-kota di Indonesia yang akan dikembangkan, yakni Bukittinggi, Belitung, Semarang, Samarinda, Pontianak, Morowali, Konawe, Ambon, Weda, dan Sorong.
Sejalan dengan itu, penyelenggaraan ICP terbagi menjadi 5 paket kegiatan, yaitu pertama, Rapid Planning Assessment; kedua, Concept Design; ketiga, ICP di Sumatra dan Kalimantan; keempat, ICP di Jawa; dan kelima, ICP di Sulawesi, Maluku, dan Papua. Rapat kali ini, sebagaimana dikatakan oleh Deputy Team Leader PMS NUDP Jaka Sumanta, membahas paket kegiatan ICP serta memitigasi potensi overlap antarpaket dan temuan audit.
“Mitigasi yang tepat bukan menghilangkan koneksi antarpaket, melainkan mempertahankan dan mengatur penjadwalan dan kedalaman ruang lingkup dan pekerjaannya,” kata Jaka. Pernyataan senada disampaikan oleh Fransisco, Ketua Tim Pengembangan Infrastruktur Wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah I.A, Pusat Pengembangan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah I BPIW KemenPU.
“Sepakat dengan pemahaman kedalaman antar kedua paket—Concept Design dan Regional/Wilayah, juga perlu catatan penjelasan perbedaan kedalamannya,” kata Fransisco. Menurutnya, rekomendasi yang disusun telah sesuai dengan pembahasan di rapat lalu, serta tidak mengurangi [substansi]. “Namun menajamkan dengan melengkapi dan menambahkan agar lebih baik,” ia menambahkan.
Di sisi lain, Mangapul L. Nababan, selaku Kepala Bidang Keterpaduan Program dan Anggaran BPIW KemenPU, menyatakan pelaksanaan paket Concept Design berlangsung lima bulan untuk melakukan reviu kebijakan-kebijakan. “Sehingga tidak akan sedalam [substansi] paket Regional/Wilayah,” kata Mangapul seraya mengingatkan potensi tumpang tindih antarpaket sekalipun keduanya memiliki perbedaan dalam hal understanding the city.
Untuk itu, Tim PMS, PMU, dan PIU NUDP berkomitmen menajamkan Kerangka Acuan Kerja (Term of Reference) paket-paket kegiatan ICP. Karena dengan konsep perencanaan kota yang holistik dan berbasis pada kerja sama ini, kota dapat dikembangkan menjadi lebih efisien, terintegrasi, berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan, sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat, juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.