Konsensus Stakeholder Dibutuhkan Dalam Pengembangan Kawasan Terpadu Pariwisata Nasional

Layanan Informasi BPIW     |     24 Jun 2016     |     04:06     |     1587
Konsensus Stakeholder Dibutuhkan Dalam Pengembangan Kawasan Terpadu Pariwisata Nasional

Perencanaan pengembangan kawasan terpadu pada Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) sebagai bagian dari Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), dapat diwujudkan dengan cara membuat konsensus antar stakeholder di tingkat nasional, provinsi, dan kota/kabupaten dalam menentukan objek dan tujuan prioritas dalam kawasan pariwisata strategis. Stakeholder tersebut yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Hal itu disampaikan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hermanto Dardak, saat menjadi salah satu pembicara pada Round Table Discussion (RTD) Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LIV yang diadakan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), di  Jakarta,  (23/6). Diskusi itu mengambil tema Pengembangan Pariwisata dalam Pembangunan Ekonomi.

Lebih lanjut Dardak menjelaskan bahwa perencanaan tersebut dapat pula diwujudkan dengan cara identifikasi kebutuhan infrastruktur terkait kawasan pariwisata, seperti bandara, jalan, air dan sanitasi, drainase, listrik, ruang terbuka hijau, dan anjungan cerdas. Selain itu perlu disiapkan rencana pengembangan kawasan terpadu dengan membuat master plan untuk Kawasan Pariwisata Strategis.

Menurut Dardak, dalam pembangunan pariwisata nasional terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi bersama-sama, salah satunya adalah infrastruktur pariwisata.  Selain itu, fasilitas pendukung pariwisata perlu dikelola secara terpadu. Institusi yang terkait pengembangan dan manajemen kawasan pariwisata, juga perlu dikelola dengan baik. “Perlu adanya pengembangan institusi dan dukungan untuk menterpadukan para stakeholder dalam mencapai target pariwisata nasional,” jelas Dardak.

Koordinasi antar kementerian atau lembaga untuk pengembangan kawasan pariwisata strategis menurut Dardak, diperlukan untuk menyediakan mekanisme dan prosedur di tingkat nasional dan lokal, menyiapkan strategi replikasi untuk kawasan pariwisata strategis yang potensial, dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah.

Dalam paparannya, Dardak memberikan gambaran skenario konektivitas pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba melalui WPS Medan-Tebing Tinggi-Dumai-Pekanbaru. Dardak menjelaskan, saat ini sedang dibangun tulang punggung dari WPS tersebut berupa jalan tol yang menghubungkan Medan menuju Sibolga dan Medan menuju Pekanbaru.

“Untuk ruas Medan menuju Tebing Tinggi saat ini sedang dibangun jalan tol sepanjang 54 km yang akan menghemat waktu yang semula dua jam, maka dengan adanya jalan tol ini akan menghemat waktu hingga 40 menit,” jelas Dardak.

Adapun saat ini sedang diusulkan untuk pembangunan Jalan Tol Tebing Tinggi – Pematang Siantar sepanjang 35 km yang akan menghemat waktu hingga 30 menit yang semula memakan waktu 1 jam 40 menit menggunakan jalan nasional. Kemudian, pembangunan Jalan Tol Pematang Siantar menuju Parapat sepanjang 27 km yang akan menghemat waktu hingga 20 menit, yang semula memakan waktu selama 1 jam 30 menit menggunakan jalan nasional.

Sebelumnya Penasehat Menteri Pariwisata, Sapta Narwendar mengatakan bahwa terdapat empat strategi dalam revitalisasi pariwisata budaya untuk meningkatkan daya saing nasional. Pertama, penerapan Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) dalam pengembangan destinasi pariwisata budaya. Kedua, pengembangan kluster pariwisata berbasis keunggulan budaya masyarakat. Ketiga, percepatan pembangunan infrastruktur destinasi wisata dan keempat, mengembangkan pengelola destinasi terpadu yang melibatkan peran masyarakat, swasta dan pemerintah. (INI/InfoBPIW)

Bagikan / Cetak:

Berita Terkait: