BPIW Luncurkan Buku Panduan Praktis Implementasi NUA dan SOIC 2017

Layanan Informasi BPIW     |     07 Nov 2017     |     07:11     |     1249
BPIW Luncurkan Buku Panduan Praktis Implementasi NUA dan SOIC 2017

Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali meluncurkan buku. Kali ini, BPIW melakukan softlaunching (peluncuran,-red) Buku Panduan Praktis Implementasi Agenda Baru Perkotaan (New Urban Agenda/NUA) dan Buku The State of Indonesian Cities (SOIC) 2017. Kegiatan tersebut digelar bersamaan dengan pembukaan Side Event dan Pameran Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia 2017 di lingkungan Kementerian PUPR, Senin (6/11).

Kepala BPIW Kementerian PUPR, Rido Matari Ichwan mengatakan, data Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 2014 menunjukan sebanyak 54% penduduk dunia tinggal di kota. "Tren ini juga diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2035, yang diprediksi penghuni kota pada tahun tersebut mencapai 67%," papar Rido.

Rido menerangkan, Indonesia saat ini menempati posisi ke-5 sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar setelah China, India, Amerika, dan Nigeria.  Banyaknya penduduk, ujar Rido, secara langsung akan membentuk perkotaan menjadi pusat konsentrasi populasi penduduk, interaksi sosial dan budaya. 

Lebih lanjut Rido menerangkan, urbanisasi satu sisi telah memberikan kontribusi 74% terhadap produk domestik bruto secara nasional, namun urbanisasi juga telah meningkatkan kebutuhan pengembangan berbagai aspek antara lain, infrastruktur, pelayanan dasar, kecukupan air, pangan dan energi, perumahan layak huni, kesehatan, lapangan pekerjaan, hingga ruang terbuka hijau.

"Jika tuntutan kebutuhan masyarakat perkotaan tersebut tidak cepat dipenuhi, urbanisasi akan membawa dampak negatif seperti perpindahan kemiskinan ke perkotaan, munculnya kawasan-kawasan kumuh, degradasi lingkungan, meningkatnya kesenjangan sosial, kriminalitas dan lain-lain," jelasnya. 

Dengan begitu, ungkap Rido, saat ini dituntut adanya kapasitas manajemen pemerintah daerah yang memadai guna memberikan layanan perkotaan yang lebih handal, sekaligus merespon tantangan pembangunan perkotaan yang semakin kompleks.  "Baik dalam konteks pelayanan internal (human-scale) maupun pelayanan eksternal (regional-scale) sebagai network cities," jelasnya.

Menurutnya, membangun perkotaan di Indonesia ditujukan agar kota-kota dapat  layak huni, cerdas, dan berkelanjutan sesuai Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Perkotaan Nasional (KSPPN). "Sehingga, pemerintah daerah diharapkan dalam pengambilan kebijakan dapat mengakomodir tiga pilar tersebut. Selain itu, kitapun terikat pada kesepakatan agenda–agenda global, yaitu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG`s) dan Agenda Baru Perkotaan (NUA) yang dihasilkan dari Konferensi Habitat III di Quito, Ekuador," paparnya. 

Dalam mewujudkan kota-kota yang aman, nyaman, sehat, berketahanan, berkarakter, produktif, efektif, efisien, terjangkau, inklusif, responsif, serta mampu menjamin keberlanjutan yang secara ekologis, Rido menyatakan, kepemimpinan dan jejaring yang baik diperlukan untuk upaya mewujudkan pembangunan kota yang komprehensif dan sistematis.

Guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkotaan secara nasional maupun agenda-agenda global, ungkap Rido, buku panduan untuk melaksanakan tersebut di tingkat nasional maupun lokal sangat diperlukan. "Untuk itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui BPIW menerjemahkan sekaligus membuat sebuah Panduan Praktis dalam rangka Implementasi dari Agenda Baru Perkotaan (NUA,-red)," jelasnya. 

Disamping itu, BPIW juga menginisiasi penyusunan Buku SOIC 2017. Menurutnya, fenomena dunia yang sedang mengkota tentu membutuhkan perspektif dari Indonesia sebagai negara kepulauan tropis terbesar di dunia. “Termasuk dengan keragaman budaya dan keunikan lansekap maupun biodiversitas alam. Untuk itu dibutuhkan suatu publikasi resmi mengenai kondisi perkotaan terkini di Indonesia yang dapat dipaparkan dalam berbagai forum-forum international,” jelasnya.

Menurutnya, buku SOIC 2017 merupakan potret teraktual kawasan perkotaan di Indonesia yang mewakili keragaman dan kekhasan Nusantara, yang berisi deskripsi mengenai kondisi eksisting, isu permasalahan, contoh keberhasilan dan harapan pembangunan kawasan perkotaan kedepannya. Buku ini disusun dengan tema “Membangun Identitas Kota-Kota Indonesia”, yang terdiri atas beberapa subtema.

Seperti diketahui, Indonesia berkomitmen untuk menjalankan NUA yang telah dihasilkan dalam Konferensi Habitat III di Quito.  Adapun Buku Panduan praktis implementasi NUA ini terdiri dari 8 seri buku, yaitu: 1. Panduan Umum NUA, yang berisikan prinsip, komponen, visi bersama NUA serta terjemahan NUA, 2. Perumahan dan Akses Pelayanan Dasar, 3. Kebencanaan, Perubahan Iklim dan Lingkungan Perkotaan, 4. Tata Kelola Perkotaan, 5. Transportasi dan Mobilitas Perkotaan, 6. Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah Perkotaan, 7. Pembangunan Ekonomi dan Pembiayaan Perkotaan serta 8. Sosial Budaya Perkotaan

Pada peringatan HHD dan HKD 2017 ini 4 seri dari 8 seri buku panduan praktis Implementasi NUA ini telah diluncurkan. Diharapkan kedua buku tersebut dapat menjadi referensi yang baik, utamanya bagi para pengambil kebijakan serta para pemangku kepentingan lainnya. Kedua buku tersebut juga direncanakan akan dibawa dan dilaporkan pada event World Urban Forum pada Bulan Februari 2018 yang akan datang.

Sementara itu, pada sesi bedah buku Panduan Praktis NUA turut hadir sebagai narasumber, antara lain  Kepala Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, BPIW Kementerian PUPR, Agusta Ersada Sinulingga, Pakar Urban Design, Wicak Saroso, Pakar Perencanaan Perkotaan, Andy Simarmata serta Ketua Dewan Eksekutif Kemitraan Habitat, Imam S Ernawi.

Agusta mengatakan, penulisan buku SOIC 2017 yang diinisiasi BPIW masih bersifat umum.  “Bentuk penulisannya deskriptif-eksploratif karena tujuan utamanya untuk menunjukan kekinian situasi perkotaan di seluruh negeri,” paparnya. 

“Bahasanya yang digunakan lebih bersifat ilmiah popular sesuai dengan target pembaca masyarakat umum dan pemangku kebijakan,” jelasnya. Harapannya, para pemangku kebijakan di daerah dapat memiliki panduan praktis dalam mewujudkan pembangunan daerahnya dengan sesuai NUA, antara lain kota yang inklusif, layak huni, memiliki ketahanan terhadap bencana serta berkelanjutan.

Wicak Saroso mengatakan, Indonesia memiliki andil besar dalam melahirkan Deklarasi NUA di Quito, Equador. Dengan begitu, lanjutnya, Indonesia memiliki beban tersendiri untuk dapat membumikan hasil Konferensi Habitat III di Quito, Ekuador tersebut. “Materi dalam NUA juga banyak lahir dari gagasan perwakilan Indonesia dalam konferensi tersebut,” jelasnya.

Di tempat sama, Imam S Ernawi menekankan, saat ini pemerintah daerah perlu memiliki barometer dalam mewujudkan perkotaan yang inklusif, layak huni, memiliki ketahanan terhadap bencana serta berkelanjutan. “Artinya kini semuanya perlu terukur. Sehingga, kalau ada pemda yang selama ini belum memiliki kriteria terukur, ya perlu segera membuat kriteria terukur dalam target pengembangan daerahnya,” jelas Imam. 

Selain itu, Andy Simarmata menyatakan, Indonesia merupakan negara kepulauan tropis terbesar di dunia. “Informasi mengenai kondisi kota-kota di Indonesia menjadi kebutuhan banyak kota-kota di dunia, agar kota-kota di luar Indonesia itu memiliki referensi dalam melakukan pembangunan kota di wilayahnya. Artinya buku SOIC 2017 memang dibutuhkan banyak pihak, bukan hanya dari dalam namun juga dari luar” terang Andi.(infoBPIW)

Bagikan / Cetak:

Berita Terkait: